Wattpad Original
Zbývají ještě 2 bezplatné části

ENAM

48.2K 5.8K 303
                                    

From : Nakal

|Ke kamar gue. Cpt.

Sana menyipit membaca pesan masuk di ponselnya. Dia baru saja membuka kedua matanya setelah mematikan alarm ponsel. Seperti kebiasaan paginya, Sehabis mematikan ponsel Sana akan menyalakan WiFi dan membaca seluruh pesan masuk. Salah satunya adalah pesan dari adiknya itu.

To : Nakal

Ngapain, sih?|

From : Nakal

|Cpt!

Sana menguap. Pagi-pagi begini si galak Naka sudah membuat orang harus bergerak saja. Akhirnya Sana pun bangkit, mengecek ranjang tidurnya dan bersyukur tidak ada bercak darah di sana. Sana sedang datang bulan. Bersyukur tidak tembus sehingga dia tidak perlu ke kamar mandi lebih dulu.

Langkahnya melaju dengan malas. Tanpa perlu repot mencuci wajah terlebih dahulu, Sana keluar dari pintu kamarnya. Terdengar di lantai bawah suara-suara penghuni rumah yang sudah pada bersiap sarapan. Rambut Sana yang masih awut-awutan dengan piyama tidur celana pendek dan juga baju bertali spaghetti, Sana membuka pintu kamar Naka yang letaknya tidak jauh dari kamarnya sendiri.

"Ngapain sih?" Sana bersandar di pinggiran pintu, menatap adiknya itu yang tengah bersiap hendak berangkat ke sekolah.

Naka yang menatap kedatangan Sana langsung menarik Kakaknya itu masuk dan menutup pintu setelah memastikan tidak ada orang yang melihat kedatangan Sana. Laki-laki itu kemudian berjalan menuju meja belajarnya entah melakukan apa.

Sedang Sana, tidak ada yang bisa dilakukannya selain keheranan melihat Naka yang sudah heboh pagi-pagi seperti ini. Gadis itu mengambil duduk di ranjang, menggaruk-garuk rambutnya hingga semakin berantakan.

"Jelek banget sih, lo." Naka mencibirnya. "Kalau orang-orang tau gimana penampilan lo di rumah, kayaknya nggak ada cowok yang mau sama lo. Mirip gembel."

Sana berdecak. Pagi-pagi begini Naka sudah menghinanya saja.

"Mau ngapain sih?" tanya Sana sewot.

Tanpa diduga, Naka justru mengeluarkan selembar uang dari dalam dompetnya dan memberikannya pada Sana. Gadis itu tidak langsung menerimanya. Sana justru heran dengan perilaku Naka pagi ini.

"Apaan nih?" tanyanya.

"Duit, lah. Mata lo buta?"

Sana berdecak, tetapi tetap diterimanya duit itu. Naka itu galaknya sudah diambang batas. Orang bertanya santai saja jawabnya ngegas sampai terlihat mau makan orang seperti itu.

"Iya tau duit. Tapi buat apa?"

"Buat lo," ucap Naka. "Gue tau duit lo udah habis, kan? Makanya lo tuh belajar hidup hemat, San. Jangan ke mana-mana naik taksi. Yang ada uang lo habis buat ongkos doang."

Sana menatap Naka penuh haru. Dia tidak tahu ternyata Naka masih memiliki hati nuraninya. Ah, Sana jadi sayang dengan adiknya yang nakal ini.

"Gue nggak bisa kasih duit banyak-banyak nanti Papi tau. Lo pergunain ini buat beli kartu e-money. Lo bisa naik MRT atau Transjakarta kalau nggak mau naik ojek. Di sana juga pakai AC."

Sebenarnya Sana masih ada uang. Tapi ya, terbatas sekali. Hanya cukup untuk naik taksi seperti yang Naka bilang. Dia sempat kepikiran untuk membeli e-money agar bisa naik transportasi umum.

Tapi ...

"Tapi gue nggak bisa naik kendaraan umum, Naka. Gue nggak ngerti. Nanti kalau nyasar gimana?"

Naka menatap kakaknya itu sembari memutar kedua bola matanya. "Ya, belajar dong, San. Lo kan pinter. Otak lo dipake kerja sedikit juga nggak bakal turun mesin."

Bumi Milik SanaKde žijí příběhy. Začni objevovat