Wattpad Original
Zbývají ještě 3 bezplatné části

LIMA

49K 5.8K 89
                                    

Oh Tuhan, bagaimana ini? Sana benar-benar menginginkannya. Kenapa pula, sih, baju menawan itu harus membuat Sana tertawan di saat dia sedang tidak memiliki uang? Aduh, bagaimana ini? Bagaimana cara mendapatkan uang 14 juta untuk membeli Lhamo Shirt dari Visvim itu? Andai saja Sana sedang tidak dihukum, dia pasti tidak akan sepusing ini.

Kini, melihat uang di dalam dompetnya saja sudah membuat Sana tersenyum begitu miris. Sebelum ketahuan dengan Papi dan Nasa memberi uang pada Sana sebesar 500 ribu kemarin itu, kini sudah tinggal 300 ribu. Itu pun Sana sudah bersusah payah mengirit sedemikian rupa. Astaga, dia benar-benar tidak bisa membayangkan hanya menghabiskan 100 ribu uang perhari.

Dua hari ini, Sana hanya keluar uang untuk naik taksi. Dia bahkan merelakan diri tidak makan di luar dan memilih memasak sendiri di dapur milik Bhumi ketika laki-laki itu masih di Bandung. Sana juga tidak membeli jajan yang aneh-aneh dan lebih memilih menikmati makan malam di rumah agar tidak keluar uang. Dia bahkan menahan keinginannya untuk membeli parfum baru.

"Del, kenapa, ya, uang nggak bisa turun aja dari langit?" Seperti biasa saat siang hari, Sana terdampar di kantin dengan menemani Adel yang sedang melahap makan siangnya. Kali ini menunya adalah nasi goreng.

Adel tidak menjawab. Gadis itu tidak perlu berpikir dan mengeluarkan tenaga untuk menjawab pertanyaan konyol dari Sana.

"Del! Hwaaaaaa ....... Del .... Gue butuh uang." Sana menjerit tiba-tiba, membuat beberapa mahasiswa yang ada di sana menatap padanya dengan aneh.

"Jangan malu-maluin gue ah, lo, San." Adel mencibirinya.

Hari ini sebenarnya Sana tidak ada kepentingan di kampus. Hanya saja Adel yang ada jadwal bimbingan dengan dosen pembimbingnya. Sedang Sana, dia bosan di rumah. Semua keluarganya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Hanya ada asisten rumah tangga yang ketika Sana tinggal tadi sedang memasak.

"Del, gue butuh uang." Sana menangis dibuat-buat sembari menatap pada layar ponselnya.

"Kan, gue bilang kerja, San. Lo nge-endors aja itu lumayan." Adel memutar kedua bola matanya. "Lo tau nggak Hanum tuh sekali posting bisa dapet 3 juta. Padahal followers-nya juga nggak sampe ratusan ribu."

"Tiga juta juga nggak cukup buat beli ini baju, Del."

"Ya dikumpulin, dong, San. Nabung. Nggak pernah berusaha, sih, lo." Adel menatap Sana jengah. "Followers lo kan banyak tuh. Manfaatin lah."

"Del, masalahnya banyak yang tawarin gue produk skincare sama kosmetik." Sana sering membaca DM-DM di instagram yang menawarkan endors padanya. "Lo, kan, tau, Mami gue bikin produk skincare sama kosmetik sendiri. Nggak mungkinlah gue nge-endorse produk orang lain."

"Ya, masa itu doang? Baju-baju, parfum, jam tangan pasti ada."

"Del ...." Sana menatap Adel jengah. "Ada, sih, emang. Tapi masalahnya nggak gue banget stylenya. Lo tau, kan, gue parfum termurah aja 3 juta. Belum lagi jam, baju, perlengkapan gue yang lain. Masa gue endorse barang puluhan-ratusan ribu doang?"

Adel memutar bola matanya. Susah sekali memang menasehati orang kaya yang tahunya hanya menerima uang saja.

"Ya udah lo cari gadun aja sana! Jadi sugar baby lo sana!"

"Del!" Sana menatap Adel tidak terima. "Bisa-bisa gue digantung sama Papi gue."

"Capek, San, ngomong sama lo." Adel memilih tidak lagi melanjutkan pembicaraannya. Dia terkadang bingung kenapa bisa mereka berteman? Adel memang orang yang berada. Bahkan setara lah dengan keluarga Sana. Tapi Adel tidak seperti Sana yang sombong dan belagunya ampun-ampunan. Adel bahkan tidak segan memakai kaos oblong seharga 25 ribu yang beli di pasar tradisional.

Bumi Milik SanaKde žijí příběhy. Začni objevovat