Sana meletakan satu makalah itu yang baru dibacanya setengah. Gadis itu kemudian berdiri dan melemparkan diri pada sofa yang ada di ruangan itu. Ruangan kerja Bhumi cukup nyaman sekali. Ada sofa dan juga ada rak-rak buku yang dipenuhi dengan buku-buku. Kalau Nasa dibawa ke sini, pasti gadis itu tidak mau keluar seharian.

Pandangan Sana kemudian menjelajah pada dinding-dinding yang tertempel banyak potret di sana. Kebanyakan potret sebuah keluar. Lalu tangannya terulur mengambil satu bingkai yang tertempel di rak depannya.

Potret Bhumi dan dua perempuan lain yang menghimpitnya. Sana tahu salah satu perempuan itu adalah Lunar—kakak Bhumi. Mungkin yang satu lagi adalah adiknya. Setahu Sana Lunar itu memiliki dua adik.

Sana kemudian bangkit dari sofa. Melangkahkan kakinya menuju rak-rak buku kemudian mengambil salah satunya di sana. Sana membukanya. Ini bukan buku bacaan melainkan sebuah album. Lebih banyak foto-foto di sana.

Elunar Mirah Btari

Bhumi Sargio Darmawangsa

Mentari Skasih Purnama

Bulan, Bumi, Matahari. Sepertinya kalau Bhumi akan punya adik lagi, orang tuanya akan memberi nama 'Bintang'. Sepertinya juga orang tua Bhumi suka sekali dengan nama-nama benda langit. Atau diberi nama Tata Surya sekalian? Sana terkikik sendiri memikirkannya. Benar-benar luar biasa tidak sopannya isi kepalanya ini.

Padahal kedua orang tuanya lebih aneh memberi nama pada anak-anaknya. Banyak orang juga yang keliru dengan panggilan mereka. Kana sering dipanggil Sana dan begitu juga sebaliknya ataupun juga pada Naka dan Nasa. Bersyukurnya panggilan itu hanya ada di lingkup keluarga besar mereka. Karena sebenarnya nama depan Kana dan Naka bukanlah itu.

Arjuna Nakala Anugerah

Aruna Kanala Anugerah

Tetap saja, sih, masih setipe juga nama Kana dan Naka. Sama seperti Sanalia Afiyah Anugerah dan Nasafiya Aliyah Anugerah. Kalau Sana sudah punya anak nanti, dia tidak mau berkonsultasi nama anak dengan papinya. Pasti tidak akan memuaskan hasilnya.

Ah, Sana ini memang terkadang keterlaluan sekali pemikirannya. Bisa-bisanya di dalam pikirannya dia menistakan papinya sendiri.

"Oh, Mbak Lunar itu psikolog anak." Sana mengangguk-angguk saat melihat foto Lunar yang sedang duduk di meja kerjanya beserta papan nama yang tertulis nama lengkap dengan gelarnya di sana. Dia tahu Lunar adalah tunangan sepupunya. Tetapi tidak tahu Lunar itu apa pekerjaannya.

"Oh, papanya juga psikater." Kepalanya kemudian mengangguk-angguk saat melihat foto ayah Bhumi yang mengenakan sneli dan nametag-nya.

Kepalanya kembali mengangguk-angguk saat tahu bahwa Ibunya Bhumi juga merupakan sarjana psikologi. Pantas saja Bhumi juga mengambil master psikologi dan kini menjadi dosen fakultas psikologi di kampusnya. Begitu juga dengan Mentari yang ternyata calon dokter. Terlampir di sana sebuah foto wisuda Mentari dengan selempang wisuda.

Mentari Skasih Purnama, S. Ked.

Jangan-jangan Mentari juga akan ambil spesialis psikiatri nantinya? Wah, kalau benar, tenang sekali sepertinya keluarga mereka, ya. Kejiwaannya pasti tentram-tentram.

Sana terkadang suka heran. Kenapa bisa ya, satu keluarga itu memiliki minat yang sama semua? Hal itu juga banyak Sana dapati dari rekan-rekan ayahnya yang dari kakek nenek hingga anak cucu semuanya dokter. Seharusnya keluarganya juga termasuk, sih. Papi maminya adalah seorang dokter meski maminya tidak lagi menjadi dokter dan kini membuka beberapa klinik kecantikan. Kemudian Nasa yang dengan otak super dewanya itu bisa lulus lebih awal bahkan sudah co-ass di salah satu rumah sakit di Jakarta. Berikut juga Naka yang sedang belajar mati-matian agar masuk ke kedokteran. Hanya Sana saja yang tidak berminat. Sana mengambil Psikologi karena dia ingin bekerja kantoran saja menjadi HR. Bekerja di kantor almarhum opanya yang kini dikelola Daffa ataupun di kantor milik Daniel juga tidak masalah. Ada orang dalam, jadi tidak repot-repot mencari pekerjaan.

Bumi Milik SanaWhere stories live. Discover now