7| Nilai mathematics

26 7 0
                                    

"Mau balik bareng?" tanya seorang lelaki yang berhenti tak jauh dari Ansel berada.

Sontak Ansel menoleh. "Nggak deh," katanya. Netra hazelnya kembali fokus pada layar ponsel.

"Nunggu apa?" tanyanya lagi.

"Angkutan umum," jawab Ansel seadanya.

Glenn turun dari motor CB nya, membuka helm dan ikut duduk di bangku besi halte tepat di samping Ansel duduk.

"Lo ngapain?" tanya Ansel bingung.

"Nungguin lo," jawab Glenn enteng.

Ansel berdecak. "Gak perlu kali, gue juga udah biasa sendiri."

"Ah, masa?

"Pergi," ucap Ansel dingin.

"Gak."

"Pergi sekarang."

"Gak mau!"

"Pergi gue bilang!" seru Ansel geram. "Gue bukan anak kecil yang harus di temani karena takut di culik orang jahat," lanjutnya.

Tak ada pergerakan apapun dari Glenn.

"Lo pergi, atau gue yang pergi?" tanya Ansel menatap tajam sorot mata Glenn.

Glenn menggeleng pelan.

"Atau lo kasian sama gue? Kasian ngeliat perempuan menyedihkan kayak gue ini, kan, makanya lo sok berbaik hati kayak gini?"

"Buk—"

"GUE GAK SUKA DIKASIHANI!" pekik Ansel dengan napas yang memburu.

Glenn bangkit dari duduknya memegang kedua pundak Ansel untuk sekadar memberi ketenangan pada dirinya. "Cukup!"

"Gue peduli sama lo," kata Glenn.

"Lo gak bisa, ya, sesekali menghargai orang lain yang mau berbuat baik sama lo? Apa iya, lo akan selalu pukul rata bahwa semua orang sama jahatnya kayak yang lo pikir?"

"Nggak, Sel. Nggak!"

"Jadi?" tanya Ansel melipat kedua tangannya di dada.

"Apanya?" Glenn balik bertanya.

"Jadi maksud lo gue harus nyeleksi setiap kepala orang?" Ansel berdecih. "Dan kenyatanya, orang yang gue temui emang selalu jahat," jelas Ansel.

"Sel,"

"Lo tau apa, sih, Glenn tentang gue? Lo itu cuma anak baru yang ingin mencoba ikut campur ke dalam skenario hidup gue, tau nggak!?"

"Lo selalu berburuk sangka, Sela."

Ansel tak lagi menghiraukan ucapan Glenn, ia langsung memutar tubuhnya dan melangkahkan kaki meninggalkan Glenn yang masih berdiri disana. Baru beberapa langkah Ansel berjalan, netranya memanas, tubuhnya melemas.

Glenn berhasil menahan lengan Ansel yang diam mematung.

"Sel, are you okay?"

"Kenapa, hm?"

Mata Ansel berkaca-kaca. Glenn sempat terkejut mendapati iris hazel milik Ansel yang terlihat memerah dan sepertinya akan menumpahkan seluruh cairan bening pada pipi mulusnya dalam waktu dekat.

Teman organisasi, teman makan, teman jalan, teman dekat. Terlalu dekat.

Glenn mengikuti arah pandang Ansel. Benar. Lelaki itu, lelaki yang sempat bersiap-siap untuk meninju Glenn di kantin bawah tadi siang. Bintang, si KETOS famous, katanya. Mendapati Bintang yang sedang membonceng perempuan yang sama dengan perempuan yang duduk di bangku kantin tadi.

ANSEL | On GoingWhere stories live. Discover now