4| Taman bermain

55 8 1
                                    

"Lo? Ngapain sama Raya?" tanya Ansel tak suka.

Laki-laki itu bangkit dari duduknya. "Lo siapanya Raya?"

"Menurut lo?"

"Tadi dia sendirian, jadi gue samperin," kata laki-laki itu. "Maaf, bukan ngajarin. Tapi lain kali jangan ditinggalin sendiri, takutnya kenapa-kenapa." Lanjutnya.

"Makasih," ucap Ansel tersenyum kaku.

Laki-laki itu tersenyum. "Gue Glenn," ungkapnya.

"Tau."

Perut Ansel mendadak sakit, ia memejamkan mata seakan menahan diri untuk tidak tumbang. "Ahhk," Glenn yang sadar dengan perubahan gadis itu, ia langsung memegang bahu Ansel. "Lo kenapa?"

"S-sakit."

"Apanya? Yang mana yang sakit?" Tanya Glenn khawatir.

"Perut gue," kata Ansel.

"Mau gue anterin berobat dulu gak?"

Ansel tak langsung menjawab. Ia menatap wajah Glenn, "gak usah. Gue udah gakpapa kok."

"Kak Sela kenapa?" Araya bertanya dengan nada khawatir.

"Gakpapa, udah ayo."

Begitu Ansel dan Araya hendak melangkahkan kaki, Glenn langsung menahan lengan Ansel membuat ia kembali menghadap Glenn.

"Kalau sakit jangan dibiarin. Berobat."

Ansel menghembuskan napasnya. "Iya makasih. Permisi," pamit Ansel dan segera membawa Araya pergi menjauh dari sana.

"Kak Glenn, makasih ice creamnya!" Teriak Araya sambil menoleh ke arah belakang, dimana Glenn masih berdiri menatap kepergian mereka.

Glenn hanya tersenyum sembali melambai ke arah Araya.

"Emang pake uang siapa beli ice creamnya?" tanya Ansel saat mereka sudah berada dilapangan bermain.

Araya menunduk. Ansel bisa melihat tangan adiknya yang sedang meremas ujung dress selututnya.

"Jawab, Ray! Gue nggak pernah, ya, ngajarin lo buat minta-minta."

"Nggak, Kak. Raya dibeliin Kak Glenn. Awalnya Raya udah nolak, tapi dia tetep mau beliin," jawab Araya menjelaskan.

Ansel membuang pandangannya ke sembarang arah. "Jangan pernah nerima pemberian dari orang yang nggak kita kenal, Ray," tekan Ansel.

"Maaf, Kak."

"Ayo pulang," ajak Ansel.

Araya menggeleng kuat. "Kak, Raya mau naik perosotan," pintanya pada Ansel.

"Gak bisa."

"Jungkat-jungkit, Kak?" tanya Araya.

"Gak bisa, Raya!"

"Maaf, Kak. Kalau ayunan aja, boleh ya?" pintanya sekali lagi.

Ansel seperti menimbang-imbang, apa ayunan adalah pilihan yang tepat untuk Araya. Ia menatap permainan yang ada disana, sepertinya ayunan tak terlalu buruk, pikirnya.

ANSEL | On GoingWhere stories live. Discover now