Epilogue

764 89 11
                                    

EPILOGUE

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

EPILOGUE. LAST SCENE

⌭⌭⌭


Mereka bilang, East Row adalah sepetak nirwana yang dijatuhkan Tuhan untuk umat manusia fana. Setelah menyesuaikan diri dan menyadari betapa tempat ini menyediakan begitu banyak hal yang tak ia temukan di pusat kota, Kanna jadi mau tak mau berubah menyetujuinya.

Sebagian besar dataran East Row membentang sewarna emerald yang tumbuh dan dihidupkan guna melengkapi ketenangan. Perbukitannya menjulang, pepohonannya rimbun, saling berkelindan dan membentuk kanopi. Di beberapa bagian, sinar matahari nyaris tak bisa menyentuh tanah, sukses menjadikannya rumah untuk lumut pada akar serta berbatuan. Ini sukses membuat Kanna jadi super berhati-hati kalau hendak melangkah sementara Taehyung akan mengawasinya penuh seolah tengah memperhatikan bocah empat tahun yang tengah bermain di halaman rumah. Terakhir kali Kanna nyaris terpeleset jatuh, Taehyung bisa merasakan seluruh engsel di tubuhnya seakan-akan hendak terlepas.

Perlahan mengembalikan kesadaran ke dalam realita, Kanna menarik napas. Gadis yang tengah mendudukkan diri di kursi meja rias tersebut perlahan melepaskan ikatan rambutnya, mencium aroma samar sabun dengan ekstrak mawar yang dibuat Taehyung sepekan yang lalu. Sudah delapan minggu lamanya ia mencoba menyesuaikan diri di sini. Aroma tanah, dersik tumbuhan yang tertiup angin, atau bahkan suara langkah kaki si Kim sekalipun. Semuanya diingat, terekam, dan menjadi kepingan krusial untuknya.

Sensoriknya juga semakin membaik—itu jelas terhitung sebagai kabar bagus. Tak hanya mampu mendeteksi benda-benda di sekitarnya, jika ia terus mempertahankan kemampuan atau mungkin mengasahnya lebih mahir lagi, barangkali Kanna bisa kembali meneruskan pekerjaannya seperti di LifeCO. Informasi terakhir yang ia dapatkan, agaknya para penduduk East Row membutuhkan jasa semacam itu untuk memperbaiki humanoid yang mengalami masalah sistematis. Well, mungkin ide yang satu itu akan mendapatkan sedikit pertentangan dari ibu dan kakaknya.

Menahan senyum membayangkan ekspresi sebal Yoongi yang mendadak menelisik masuk ke dalam kepala, Kanna menarik napas. Ia lantas bangkit, nyaris menutup jendela sesudah mengganti pakaiannya dengan sepotong gaun tidur satin. Matahari sudah tenggelam sejak beberapa jam yang lalu, menyisakan cahaya redup dan kumbang yang berderik dalam gelap. Gadis itu memandang bentangan East Row yang berwarna hitam, diisi percikan cahaya rumah dan kunang-kunang yang nyaris terlihat sama. Terdiam di sana seraya menghirup petrikor yang samar-samar mencuat menelisik masuk, si gadis mengerjap perlahan. Hujan, pikirnya. Sebentar lagi pasti hujan.

Nyaris menutup jendela dan memutar langkah, sepasang tangan yang mendadak melingkari pinggulnya sukses membuat si gadis tersenyum. Taehyung menjatuhkan dagu pada bahu Kanna, menghirup aromanya, mendekapnya hangat sebelum bergumam lirih, "Kenapa tidak mengenakan mantel?"

"Aku baru saja hendak menutup jendelanya." Kanna menyandarkan berat tubuhnya pada si pemuda, mengusap lengan si pemuda sebelum balas berkata, "Ah, dan jangan beri Potchi makan lagi, ya. Aku tadi sudah mengisi mangkuknya, kok."

HumanoidWhere stories live. Discover now