Stage 13

302 53 45
                                    

Setelah menyulut api maka mustahil untuk kembali padam. Dunianya hancur dalam hitungan jari. Benteng yang berdiri kokoh pada akhirnya menjadi rapuh.



****

Joonmyeon baru saja tertidur setelah menelan paksa obat pereda nyeri. Sejak dua jam yang lalu ia terus mengeram kesakitan, menahan rasa nyeri yang mungkin akan membunuhnya. Fractura vertebra, kata yang terus membuat Minho kembali tersulut amarah.


Bugh!



Tembok yang tak bersalah menjadi korban atas tangan Minho. Emosinya tak kunjung surut bahkan setelah menghajar habis-habisan ketiga juniornya. Nafas yang memburu terdengar jelas dalam lorong yang sepi. Ia mengusak rambutnya kasar, meninju angin dihadapan dengan keras. Pikiran buruk terus berputar bersama ingatan tentang Joonmyeon yang berteriak kesakitan. Ia tahu jika sahabatnya itu sungguh tidak baik-baik saja.

Pada sudut lain manager hyung sibuk berdiskusi dengan beberapa dokter dan staff. Jalan tercepat harus mereka lakukan saat ini juga. Dibawah sana para wartawan tengah menanti dengan segudang tanya. Uap dingin dan awal hari sungguh tak mereka pedulikan. Berita menyebar begitu cepat, seperti membakar sumbu kering. Semua tentang EXO seperti keharusan untuk diulik. Pena tajam siap menggiring opini publik.

Tuan Park berdiri dengan resah walau sedikit bernafas lega ketika berhasil menutupi kebenaran. Urat wajah pria itu menegang sempurna dengan sumpah serapah yang terus  terucap. Pria itu takut, resah dan kacau, namun bukan karena kondisi Joonmyeon. Dalam kepala ia terus memikirkan posisi dalam perusahaan. Demi Tuhan ia tak peduli dengan duduk masalah yang terjadi dan bagaimana detail kejadian. Tak akan ada untung baginya dengan mendengarkan dongeng tidur itu.

"Kau pulanglah, Min! Tak ada gunanya terus berdiri disana."

Minho menatap Tuan Park dengan tajam, amarah masih tergambar dengan jelas. Kalimat protes hanya bisa Minho tahan. Ia tidak bodoh untuk semakin memperburuk citranya. Bukan tidak mungkin pula jika Minho kembali membuat masalah. Pria muda itu hanya marah dengan keadaan.

Pria setengah baya itu kembali mengangguk, menyakinkan Minho untuk segera bersembunyi. "Pulang dan beristirahatlah untuk beberapa hari!" Ia menepuk punggungg Minho dengan hangat. Senyum harus ia pasang untuk tetap menarik simpati salah satu anak didiknya.

"Aku titip Joonmyeon, Tuan!" Ucap Minho sebelum mengenakan tudung jaket miliknya.

Minho pun menghilang dibalik pintu darutan bersama manager-nya. Bersamaan dengan itu satu serapah kembali lolos dari bibir, menyumpahi Joonmyeon dengan begitu kasar. Ia sungguh tidak peduli bahkan jika Joonmyeon harus mati sekalipun. Namanya sungguh dipertaruhkan disini dan sialnya para anak bodoh itu dengan mudah meruntuhkan nama baik yang susah payah ia bangun.



****




Bola mata Sehun terpaksa ia buka saat ribut-ribut terdengar dari luar. Ia mendengus kesal. Ia baru tertidur pukul 2 dan kini pukul 7  harus terbangun. Dengan malas ia bangkit, menyibak selimut yang menutupi tubuh jangkungnya. Rambut berantakan dengan wajah sayu khas bangun tidur tak mengurangi ketampanan pada wajah.

Ia dapat mendengar dengan jelas suara manager hyung yang mengomel. Tidak tahu apa yang sedang mereka bahas namun Sehun yakin jika mereka tengah membahas masalah serius. Dengan langkah perlahan ia mendekat, "Hyung!"

Semua mata menatap kearah si adik kecil. Sehun mengedarkan pandang pada semua penghuni dan melotot terkejut saat menatap wajah ketiga kakak tertuanya. "Ada apa dengan wajah kalian?"

The Last StageWhere stories live. Discover now