The Last Stage

Stage 11

Bintang tak selamanya paling terang
Luka tak selamanya berdarah
Dan maaf tak selamanya terucap.

______

Sebulan lewat Joonmyeon tidak tinggal bersama para member. Kesehariannya tak berubah, hanya rumah tujuannya kembali. Semenjak kejadian tempo hari Nyonya Kim menjadi lebih protektif. Ia memantau Joonmyeon melalui orang suruhan yang menempel seperti lintah. Setiap kata dan gerak yang dilakukan tentu sampai pada telinga sang Ibu. Menurut seperti anak anjing adalah jalan terbaik bagi Joonmyeon jika ingin karirnya selamat. Sejak awal rantai pada lehernya tak mungkin membuatnya lepas dari sangkar emas.

Nyonya Kim begitu marah pada malam itu, tanpa menunggu ia langsung menghubungi pengacara dan membuat kejutan lain pada keesokan hari dengan mengunjungi perusahaan. Aura seorang Kim yang begitu kuat membuat semua orang segan. Wajah dingin wanita paruh baya itu begitu mengintimidasi, menatap hina dengan begitu ketara. Obrolan panjang tak terlewatkan antara pihak perusahaan dan Kim. Beberapa pasang mata menjadi saksi bagaimana perusahaan dibuat bertekuk lutut. Peringatan dan tekanan keras yang wanita itu berikan cukup membuat perusahaan waspada.

Para member tak luput dari teguran yang perusahaan beri. Tak perlu bertanya bagaimana cara pandang mereka terhadap Joonmyeon. Imej anak manja dan pengadu selalu ada dalam tatapan mata dan cibiran disela kalimat. Perlakuan sopan yang mereka beri tak lebih dari sebuah lelucon. Rasa iri dan benci semakin bertambah besar setiap harinya. Semua yang dilakukan Kim tak memperbaiki keadaan.

Pada sore itu, Yifan datang dengan wajah penuh amarah selepas pertemuan. Ia menatap Joonmyeon dengan begitu segit. Seringaian di bibir jelas mencemooh Joonmyeon begitu jelas. Kalimat pedas selalu terlontarkan disetiap kesempatan yang ia bisa. Yifan tak akan pernah berhenti hanya dengan sebuah peringatan, lebih baik ia membungkam mulut Joonmyeon selamanya.

.
.

Jadwal comeback yang semakin dekat membuat duapuluh empat jam dalam sehari seakan tak cukup. Mereka hanya diberi waktu istirahat sekitar empat atau lima jam yang tentunya dimanfaatkan untuk tidur, namun tidak bagi Joonmyeon. Jam tidurnya adalah ketika ia tanpa sengaja terlelap dalam mobil. Peran Yifan sebagai pemimpin dilimpahkan sepenuhnya pada Joonmyeon. Perusahaan seolah ingin menunjukan taring pada Kim. Tentu dengan sifat Joonmyeon, semua urusan grup berada diatas kepentingannya.

Saat ini, Joonmyeon tengah berada dalam mobil menuju kediaman Kim. Jam telah menunjukan pukul tiga pagi, artinya ia telah menghabiskan waktu duapuluh satu jam untuk beraktivitas terhitung setelah meninggalkan rumah pada pukul enam pagi kemarin. Jalanan kota tampak lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas. Rasa lelah pada tubuh telah sampai pada batas. Hari ini ia begitu sibuk mengurus keperluan grup, berlatih, mengikuti rapat dan mengunjungi rumah sakit.

Joonmyeon cukup rutin menemui dokter Kang, insomnianya semakin parah. Ia dapat terjaga selama dua hari tanpa sekalipun menjemput mimpi. Psikis yang rusak jelas mengubah banyak hal. Wajah pucat dan tubuh kurusnya membuat tampilan Joonmyeon begitu menyedihkan. Harusnya sebagai seorang idol ia menjaga diri agar tetap menarik dan dapat menambah pundi-pundi uang milik perusahaan. Namun dunia Joonmyeon begitu sibuk walau hanya sekedar mengambil jeda nafas sejenak.

Mata bulan sabit milik Joonmyeon terpejam sesaat. Ia menikmati gelap dan kesunyian malam yang begitu syahdu. Tuan Lee, pria itu mengemudi dengan sangat hati-hati seolah membawa sebuah permata. Pria tua itu tahu betul bagaimana keadaan sang tuan muda. Dalam sekali melihat tentu semua orang tahu jika Joonmyeon tidak dalam keadaan baik, namun Tuan Lee tahu diri untuk tidak ikut campur selama si lintah masih menempeli Joonmyeon dengan erat.

Kim membangun benteng yang semakin tinggi. Setiap orang harus tahu diri jika masih ingin berada disekitar mereka. Dinding itu tentu membuat benteng Joonmyeon semakin tak tersentuh, membiarkan si pangeran terjebak dalam menara.