Ulah Kanya

7 2 0
                                    

Semua Dokter sudah angkat tangan untuk menangani penyakit yang diderita oleh Kanya. Mereka bilang, waktu Kanya sudah tidak akan lama lagi. Meskipun begitu, kedua orang tua Kanya tidak akan menyerah begitu saja, namun sayangnya justru Kanya lah yang memutuskan untuk menyerah.

"Kamu kenapa gak mau lanjutin pengobatan kamu ke Amerika sih, Ra?"

"Karena aku tau, aku gak akan pernah bisa sembuh total. Kalau pun aku pergi ke Amerika, selain cuma buang-buang uang Papa dan Mama, aku juga akan kehilangan kamu lagi, Langit. Mungkin aku gak akan bisa liat kamu di saat-saat terakhir aku."

"Ra! Stop bilang kayak seakan-akan kamu akan pergi, aku gak suka. Kamu harus yakin, kalo kamu akan sembuh."

"Sekalipun semua Dokter udah angkat tangan sama penyakit aku?"

"Gue mau bicara sama lo," ucap Arum, memotong pembicaraan Langit serta Kanya.

"Kamu bisa ke kelas sendiri, kan?"

"Manja amat, kalo lo jawab ngga," timpal Arum, lalu pergi meninggalkan kedua remaja tersebut.

"Aku duluan, ya?" Kanya hanya mengangguk sebagai jawaban.

°°°

"Kenapa putus?"

"Gue sama Senja udah gak cocok."

"Bulshit! Karena si cewe penyakitan itu, kan?!"

"Jaga omongan lo ya, Rum!"

Arum menyeringai penuh arti.

"Omongan gue ada yang salah, kah? Kanya, si cewek gak tau diri yang tiba-tiba aja datang lagi di saat semuanya udah baik-baik aja. Dan yang paling bodohnya, sepupu gue yang satu ini lebih milih ninggalin berlian yang selama ini udah dia milikin."

"Gue rasa ini adalah keputusan yang paling baik untuk saat ini."

"Terserah! Terserah, kalo lo lebih pilih pake logika dari pada hati lo. Saran gue cuma satu, jangan pernah nyesel sama keputusan yang udah lo ambil sekarang, karena gue adalah orang yang akan paling pertama menentang lo untuk balikan lagi sama Senja."

"Lo bisa ngomong kayak gitu, karena lo gak ada di posisi gue, Rum. Gue udah gak punya pilihan lain."

"Bukan gak punya pilihan, lo cuma terlalu buru-buru untuk ngambil keputusan." Arum bangkit dari duduknya. "Gue harap, setelah lo putus sama Senja, lo masih bisa simpan rahasia orang tua Senja yang dulunya seorang pembunuh bayaran."

"L-lo tau juga?"

Arum tertawa meremehkan. "Lo lupa? Bahkan kasta seorang sahabat bisa aja lebih tinggi dari seorang pacar. Kayak lo ke Kanya gitu contohnya."

°°°

"Senja!" Senja menoleh.

"Lo liat Langit gak?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh Kanya seketika membuat Senja merasa kikuk.

"Em... Senja gak tau, dari pagi Senja belum ketemu sama Langit."

"Lah, kok bisa? Lo kan pacarnya Langit. Pantes aja tadi pagi Langit jemput gue, kalian berdua lagi berantem, ya?" Entah Kanya benar-benar tidak mengetahuinya atau gadis itu sedang berusaha untuk meledeknya dengan pertanyaan barusan.

"Senja udah putus sama Langit."

"Hah? Kok bisa?" Sungguh, Senja sudah tidak tahu lagi harus menjawab dengan seperti apa untuk pertanyaan yang sedang ditanyakan oleh Kanya sekarang.

"Ja!" Senja menoleh ke arah sumber suara. "Iya, Arum, kenapa?"

"Kantin, yuk! Gue laper, rasanya pengen makan manusia-manusia yang gak tau diri!" Sindir Arum secara terang-terangan.

"Kita berdua ke kantin dulu ya, Kanya," pamit Senja yang dijawab anggukan kepala oleh Kanya.

"Gue jadi gak sabar buat nunggu bel pulang sekolah bunyi," gumam Kanya seraya menarik senyum penuh arti.

°°°

Di lorong-lorong sekolah yang dipenuhi oleh seluruh siswa-siswi, Senja beserta dengan Arum berjalan berdampingan seraya membawa sebuah ransel pada pundaknya.

"Ups..." ucap seorang gadis, karena minuman yang gadis itu pegang telah jatuh mengenai seragam putih yang dikenakan oleh Senja.

"Lo punya mata gak, sih?! Ini jalan udah segede gini dan lo bisa-bisanya masih nabrak Senja!" Geram Arum.

"Lo gak liat mata gue ada di sini?" Tanya gadis itu balik seraya menunjuk kedua matanya. "Lagian gue juga gak sengaja, kenapa malah lo yang ribet sendiri sih, Rum?"

"Lo yang bikin ribet! Kalo lagi jalan tuh mata lo fokusnya sama jalanannya, bukan sama handphone!"

"Udahlah, Rum, lagian Senja juga gak apa-apa, kok. Noda ini masih bisa Senja bersihin pas udah di rumah."

"Gak bisa, Ja, cewe kayak dia tuh harus ditatar dulu biar paham. Lagian, gue juga tau, kok, lo sengaja kan ngelakuin hal ini sama Senja?!"

"Loh, lo kok malah jadi fitnah gue gini sih, Rum?!"

"Gue udah perhatiin gerak-gerik lo dari jauh. Dan yang paling bikin gue makin percaya, kalo lo itu sengaja adalah lo langsung pura-pura main handphone sambil jalan saat kita bertiga hampir berpapasan. Masih mau ngelak, hah?!"

"Tentu, karena omongan lo barusan cuma omong kosong dan gue gak pernah ngerasa melakukan hal yang dituduhkan sama lo barusan!"

"Lo tuh ya, udah salah masih ngelak lagi! Gue cuma butuh lo buat ngakuin kesalahan lo dan minta maaf ke Senja. Cuma hal sederhana, kan? Tapi gue sangat yakin, kalo dua hal itu sangat sulit dilakukan sama cewek kayak lo!"

"Maksud lo cewek kayak gue tuh, cewek kayak apa, hah?!"

"Stevi!" Gadis yang sedari tadi berdebat dengan Arum langsung menoleh.

"Lo lagi ngapain, sih?"

"Nih si Arum ribet banget, gue udah bilang ga sengaja numpahin minuman gue ke seragamnya Senja, tapi dia malah gak percaya." Kayla membisikkan sesuatu hal ke arah telinga Stevi.

Stevi membulatkan kedua bola matanya. "Serius lo?" Kayla mengangguk.

"Sumpah, Ja, gue minta maaf ya sama lo. Gue ngaku, gue emang sengaja nunpahin minuman gue ke seragam lo. Sekali lagi gue bener-bener minta maaf sama lo ya, Ja." Setelah mengatakan hal tersebut, Stevi serta Kayla langsung pergi meninggalkan Senja dan Arum.

"Dih, kenapa dah tuh anak?" Bingung Arum.

"Mungkin sesuatu yang ada di mading bisa menjawab semua kebingungan lo barusan."

"Maksud lo?"

"Lo liat aja sendiri, gue balik duluan." Setelah mengatakan itu, Kanya kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

°°°

"Misi-misi..." ucap Arum membelah kerumunan yang menutupi mading sekolah.

Deg!

Jantung Senja berpacu dua kali lebih cepat saat membaca sebuah berita yang tertempel di mading sekolah.

"Gila sih, Ja, ternyata dulu orang tua lo ngebiayain hidup lo pake uang haram, ya?"

"Gokil, sih, sampe rela jadi pembunuh bayaran gitu. Kalo gue jadi lo mungkin gue akan kabur dari rumah dari pada gue harus makan dari uang hasil ngebunuh orang."

"Rum, lo gak takut apa berteman sama Senja? Saran gue mending lo jauh-jauh deh dari dia, gue takut jiwa-jiwa psikopat dari kedua orang tuanya bakal turun ke dia."

"Lo gak usah banyak bacot, kalo gak tau gimana keadaannya!" Peringat Arum, lalu menyusul Senja yang lebih dulu pergi meninggalkannya.

Ya Tuhan... setelah ini apa lagi?







TBC,







FR.

SENJA'S WORLDWhere stories live. Discover now