28

459 92 31
                                    

Bab 28
.

fib

.

Keesokan harinya, Natha belum berangkat, dia mengabari lewat pesan singkat. Pun dengan Anin, ketika Deluna bertanya ada apa, Anin menjawab jika dia keluar kota, salah satu sepupunya ada yang menikah katanya.

Seperti biasa, Deluna berangkat bersama Rega, jalanan aspal maupun tanah terlihat basah, musim hujan di akhir tahun yang tidak pernah terlewatkan. Bau petrichor mengiringi kendaraan, cuaca dingin dengan sedikit gerimis kecil seolah tidak mengurangi kepadatan kota barang sedikit saja.

Yang paling menyebalkan dari semua adalah ketika mereka terjebak di belakang traffic light yang menunjukkan warna merah, sementara waktu terus berlalu. Tidak cukup dengan menunggu sabar, mereka mengutarakan sebal lewat tombol klakson yang ditekan, menghasilkan bunyi memekakkan telinga, semua seolah berlomba-lomba untuk didengar tanpa mau mendengar.

"Berisik banget." Deluna menggumam kecil, memilih menatap seberang jalan yang kendaraannya berhamburan, keluar dari penjara traffic yang menunjukkan lampu hijau.

Rega menoleh sekilas, kali ini mereka menggunakan mobil lantaran gerimis yang sepertinya tidak berniat untuk berhenti jatuh. "Ya nggak papa, namanya juga manusia yang lagi terpenjara."

Deluna yang tengah mengusap kaca berembun menoleh. "Apa hubungannya?"

"Hubungan manusia sama klakson?"

"Hubungan manusia sama berisik."

Rega menjalankan mobilnya, suara klakson tidak sabaran semakin terdengar. "Hubungannya karena mereka berlomba-lomba buat jadi yang paling cepet keluar dari kemacetan. Nyoba nglaksonin kendaraan lain berharap yang diklakson bakal minggir. Tapi yang ngeklakson juga nggak mikir mereka juga buru-buru, akhirnya terjadilah aksi saling klakson mengklakson."

"Klakson klakson klakson." Deluna tertawa kecil. Mobil Rega yang berjalan pelan lantaran padatnya kendaraan membuat dia bisa memperhatikan wajah-wajah dengan alis menukik serius, yang sesekali melirik lampu lalu lintas di perempatan.

"Oh iya, kemarin malem.. lo kemana?" Tanya Deluna pelan, mencoba mencari topik.

Rega terdiam sebentar. "Nganter Kak Vina."

"Ohh."

Rega dalam hati bergumam mengucap maaf. Semalam, dirinya dihubungi oleh gadis yang waktu itu ditolongnya. Dalam empat hari terakhir setelah kejadian di halte waktu itu, intensitas pertemuan antara Rega dengannya seolah bertambah. Cewek tersebut selalu menghubungi Rega pukul delapan malam dalam keadaan menangis.

Tadi malam, Rega tengah bermain sosial media, sebelum kemudian si cewek menelpon dengan sesenggukan.

"Ga.. lo bisa ke taman samping halte waktu itu? Tolongin gue." Katanya.

Dan karena Rega tidak memiliki alasan untuk menolak, juga karena dia membayangkan jika perempuan-perempuan disekelilingnya mengalami hal serupa, maka Rega menghampiri.

Ketika sampai di taman yang disebutkan, tidak seperti hari pertama dihalte, cewek itu hanya langsung berdiri, kemudian menangis sesenggukan.

"Maaf, gue ngerepotin elo lagi."

Rega diam, seperti malam-malam yang lalu sebagaimana si gadis bercerita sampai puas, dan Rega hanya diam mendengarkan, lalu setelah itu mengantar pulang. Selesai.

Tapi perasaan bersalah dalam hati Rega seolah menolak selesai. Meskipun dia sudah berbisik dalam hati jika dia tidak melakukan apa-apa, apalagi mengkhianati.

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang