Sebelum mengetuk pintu tersebut. Terbukalah pintu kamar milik Jeva, dan nampak sang empunya sedang menatap Lila kebingungan.

Sedang apa Lila di sini? Begitu pikirnya sembari mengernyit keheranan.

"Ah itu." Lila masih dengan susah payah memikirkan kalimat untuk menjelaskan kepada Jeva sependek mungkin.

"Tante tadi bilang mau keluar kota tapi gak sempet bilang ke kamu. Katanya kamu disuruh buat jagain aku. Tapi gak perlu dijagain juga gak papa kok. Lagian aku juga udah gede, gak masalah lah kalo gak dijagain. Terus juga gak ada makanan sama sekali. Jadi, yuk keluar cari makan. Mau gak Jev?" Ucap Lila dengan agak cepat saat pengucapannya. Padahal tadi ia memikirkan untuk memberi kalimat yang sedikit saja, tapi tak tau ketika berhadapan dengan Jeva semua seolah sirna dan berganti dengan sisi dirinya yang sebenarnya.

Jeva terdiam sejenak. Ia terlihat memikirkan hal tersebut dengan sangat dalam, membuat Lila sedikit gugup.

"Gak, males!" Balasan singkat dari Jeva membuat Lila melunturkan senyumannya seketika.

Hal itu tentunya tak lepas dari pandangan Jeva, ia tersenyum di dalam batinnya.

Mari kita lihat, seberapa inginnya Lila untuk pergi bersamanya!

"Ya udah kalo gak mau." Membuat Jeva terbengong. Sungguh di luar dugaannya. Ia kira Lila akan memohon dengan memasang wajah melasnya. Ternyata malah kebalikannya.

Lila segera beranjak dari sana. Pupus harapannya seketika saat Jeva berkata tidak kepadanya.

"Bentar." Ujar Jeva sembari menangkap pergelangan tangan Lila.

Padahal ia hanya merindukan raut wajah Lila saat memelas. Namun, ya sudahlah. Ia turunkan terlebih dahulu gengsinya.

"Ayo, tapi pake cara gue." Jeva menyeringai dalam diam.

"Oke. Aku siap-siap dulu deh." Jawab Lila setelah Jeva melepaskan pergelangan tangannya.

Jeva sebenarnya sadar tidak ya? Kalau Lila sedang grogi setengah mati. Makanya ia buru-buru pergi dari sana untuk segera menenangkan dirinya sendiri.

Lila segera beranjak dengan cepat. Tadi ia sudah mandi, sehingga sekarang tinggal bersiap-siap saja mengganti pakaiannya.

Berasa seperti pergi jalan saat pertama kali berpacaran dengan Jeva, bahkan dulunya ia tak merasakan rasa groginya sebesar pada saat ini.

"Ayo Jev!" Setelah hampir setengah jam lamanya menunggu, akhirnya yang ditunggu datang juga.

Namanya juga cewek. Gerutu Jeva dalam hati.

Lila mematung sejenak, tatkala Jeva langsung menggenggam tangannya saat berjalan keluar. Wisata masa lalu.

Hal itu membuat Lila tak sadar selama beberapa saat, ternyata mereka berdua malah berjalan menuju halte yang jaraknya dari rumah Jeva ada sekitar lima menitan.

Tumben, pikir Lila. Untuk apa pula mereka akan menaiki Bus kota. Sedangkan Jeva juga tidak memperjelaskan niatnya saat ini yang lebih memilih Bus kota daripada menaiki motor ataupun mobil miliknya.

Lila hanya mengamati Jeva dalam diam, melihat Jeva yang sepertinya sudah mengenal dengan baik dalam mengetahui arah-arah dari Bus kota yang akan mereka naiki nantinya.

Tak menunggu lama, Bus yang ditunggu pun datang. Terlihat sekali jam sudah menunjukkan pukul 17.40, di mana biasanya untuk jam segini terdapat banyak orang yang pulang dari kerja. Membuat Bus kota menjadi ramai oleh orang.

Di dalam Bus sendiri hanya menyisakan satu bangku saja. Jeva lalu segera menyuruh Lila untuk duduk di sana. Sedangkan Jeva berdiri di depannya, masih dengan genggaman tangan yang terkait.

JevalWhere stories live. Discover now