41 | It's Only Me

1.3K 360 262
                                    

Cie dighosting hampir dua bulan🥰
Jangan lupa baca part sebelumnya ya
Siapa tau udah lupa sama alur ceritanya hehehe

Happy reading✨

• • •

RAFKA

"Mau gue antar? My lil sister."

Cewek itu hanya diam dengan sorot mata ketakutan. Cukup lama dia menatap gue dengan tatapan itu dan gue mengartikannya sebagai penolakan.

Gue pun berbalik badan. "Yaudah kalau ngga ma-"

Pergelangan tangan gue ditahan olehnya. "Mau."

Gue menatapnya lalu beralih menatap tangannya yang masih menggenggam pergelangan tangan gue sebelum akhirnya dia lepaskan perlahan. "Oke."

Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Dia duduk di boncengan gue tanpa suara dan kami pun membiarkan hening tercipta begitu saja.

Demi apapun, ketimbang harus hidup berdampingan dengannya sebagai kakak dan adik, gue lebih memilih untuk tidak bersamanya sama sekali. Maka inilah yang gue pilih, menciptakan dinding tinggi yang tidak bisa diraihnya dan mengambil jarak yang tidak akan mampu ditempuhnya. Jika dengan cara itu gue tidak berhasil untuk berhenti mencintainya, maka setidaknya gue akan berhasil membuat dia berhenti mencintai gue.

"Jangan tidur. Gue nggak tanggung jawab kalau lo jatuh."

Dari kaca spion gue melihat cewek itu mengangguk pelan. Gue tersenyum miring. Demi menahan kantuk dan badannya agar tidak jatuh, tangan cewek itu berpegangan pada ujung motor. Kenapa cewek suka banget menyusahkan diri sendiri, sih?

"Lo kalau-"

Puk!

Sesuatu yang berat tiba-tiba menimpa bahu gue. Gue tersenyum kecil. Tanpa menoleh pun gue tahu kalau cewek itu sudah jatuh tertidur.

Gue menarik tangannya dan melingkarkannya di pinggang gue. Sebuah ide terlintas begitu saja saat gue melihat persimpangan di depan sana. "Kalau gue belok kanan, harusnya itu lebih jauh kan?"

• • •

ALFY

"Tuan putri sudah bangun?"

Aku menatap punggung ibu sambil tersenyum manis. "Sudah, dong. Pagi ini sarapannya apa, Penyihir Jahat?" sahutku setelah menarik kursi makan lalu mendudukinya.

Ibu menghampiriku dan meletakkan piring berisi nasi goreng ke atas meja makan. "Nasi goreng, Tuan Putri."

Sepertinya suasana hati ibu sedang baik karena dia tidak marah setelah kupanggil penyihir jahat. "Apakah ini beracun?" tanyaku kemudian sambil mengamati nasi goreng buatannya.

Ibu menggeleng. "Makanlah, Tuan Putri. Sebelum wajan panas ini melayang ke wajahmu."

Aku terkikik pelan lalu segera mengambil sendok untuk menyantap nasi goreng itu. Enak, seperti biasa. Tapi kalau aku tidak salah ingat, sudah semingguan ini sarapanku selalu nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya.

"Semalem lu pulang sama Rafka, kan? Pake ketiduran segala, belum move-on lu ya?"

Uhuk!

Aku langsung tersedak mendengar celetukan ibu yang semena-mena itu dan buru-buru mengambil gelas air putih di dekatku. Aku meminumnya sambil menatap ibu dengan sebal.

"Ya emangnya kenapa kalau lu belum move-on?" Ibu malah bertanya padaku yang membuatku terhenyak seketika. "Perpisahan itu bukan berarti dua orang berhenti saling mencintai, kan?"

IneffableWhere stories live. Discover now