Chapter 03 - Tugas Teman

En başından başla
                                    

"Yuk!"

Kanaya dan Gladis pun melangkahkan kedua kakinya menghampiri siswa-siswi lainnya yang sedang berkerumun di papan mading sekolah. Mereka berdua berhasil menerobos gerombolan teman-temannya yang berdesakan ingin tahu apa yang terjadi.

Kanaya berhasil membuka matanya lebar-lebar, ia pun langsung mendekap mulutnya dengan kedua tangannya. "Agam .... " Kanaya sangat kesal saat ini, mengapa ada fotonya di situ? Ini pasti perbuatan laki-laki sialan itu, batinnya.

"Na---nay, lu, lu pacaran sama Kak Agam? Cowok keren di sekolah ini?" Kanaya menundukkan wajahnya malu.

Gladis menarik tangan temannya Kanaya, membawa pergi dari tatapan-tatapan tidak suka dari siswi-siswi lainnya. Mereka memberhentikan Langkahnya di toilet. "Gua butuh penjelasan, Kanaya!"

"Penjelasan?, ceritanya panjang banget, Dis," jawab Kanaya tampak lelah. "Lu, bukan temen gua. Katanya, temen itu selalu dijadiin tempat curhat sama temen lainnya. Temen itu bukan sekedar orang yang bisa diajak nongki, Nay. Namun, sama orang itu kita bisa cerita masalah hidupnya. Lu, anggap gua apa selama ini? Temen? Bullshit!" Kesal Gladis.

"Bukan begitu, Dis. Oke, oke gua jelasin. Namun, lu jangan marah kaya begitu. Lu, temen gua dan gua temen lu, Dis." Gladis menerbitkan senyum manis di wajahnya. Ia langsung memeluk Kanaya senang.

"Maafin gua, Nay. Gua ngegas mulu sama, Lu. Gua kesel aja, gua ngerasa gak dianggap temen kalau lu punya masalah, tapi gak cerita sama gua. Meskipun semua masalah memang gak harus diceritain," ucap Gladis.

Kanaya melerai pelukannya, "Dis, lu gak salah. Gak perlu minta maaf, gua ngerti posisi, Lu. Gua ceritain, tapi kita taruh tas dulu ke kelas. Abis itu, kita izin ke UKS, gimana?"

"Tumben murid pinter kaya lu, ngajak bolos," tukas Gladis membuat Kanaya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.


***

"Lu serius, Nay? Kenapa gak gua aja, Nay? Gua suka banget sama Kak Agam," ucap Gladis frustrasi mendengar runtutan kejadian kemarin.

"Kalau bisa gua bakal kasih lu dari kemarin, Dis. Gua nanya kenapa harus gua ke dia, kata dia aku maunya kamu, gitu."

Gladis membuka mulutnya tidak percaya. "Lu, gak bercanda kan sama gua? Gua masih ngerasa kalau ini mimpi."

"Seriusan, ngapain gua bohong. Gua juga udah tanda tanganin surat kontraknya kemarin," ungkap Kanaya.

"Terus, berapa tahun lu dikontrak jadi pacar dia?" tanya Gladis penasaran. "Enam bulan di kertas itu, yang pada intinya. Gua nemenin dia, sampai perjodohan dia sama sahabatnya dibatalin. Gua gak ngerti kenapa gua harus terlibat di masalah hidupnya. Masalah gua juga udah banyak, tapi karena gua inget orang tua gua. Mereka kasihan harus cape-cape, demi bayarin biaya sekolah gua yang mahal ini. Lumayan gua kaya kerja sama dia, dan uangnya bisa buat bantuin keluarga gua," jelas Kanaya dengan tatapan kosongnya.

"Nay, lu kuat. Tuhan gak akan kasih ujian ini kalau lu gak mampu ngelewatin nya. Ini ujian spesial yang Tuhan kasih buat, Lu." Kanaya melihat temannya itu.

"Gua sayang sama lu, Dis. Gua bangga punya temen yang selalu ada buat gua, sekalipun keadaan gua lagi jatuh sejatuh-jatuhnya," ucap Kanaya.

"Apaan sih, Lu. Udah tugas temen kaya gitu. Udahlah kenapa jadi sad gini, sih. Pokoknya kalau lu butuh apa-apa bilang sama gua, siapa tahu gua juga bisa bantu." Kanaya mengangguk-angguk sebagai jawaban dengan senyuman di wajah cantiknya.

"Gua khawatir aja sama lu, Nay. Kalau lu sayang sama Kak Agam beneran gimana? Kasihan hati lu, nanti sakit," celetuk Gladis membuat Kanaya tertampar. Benar, mengapa aku tidak memikirkan hatiku? , pikir Kanaya.

"Biarin, selagi gua bisa ngontrol perasaan gua. Gua gak akan biarin rasa cinta tumbuh di hati gua buat Agam," tekad Kanaya.

Kedua mata Gladis berkaca-kaca, ia mengusap bahu kokoh Kanaya yang mungkin di dalamnya sangat rapuh menahan beban hidup yang berat. "Gua percaya sama keputusan lu, Nay. Gua yakin, lu bisa lewatin ini secepat mungkin. Gua selalu ada buat, Lu. Jangan pernah sungkan sama temen lu sendiri, ya? Gua udah biasa direpotin sama, Lu."

Kanaya memukul pundak Gladis dengan bantal, "Sehari aja lu gak bisa bikin gua kesel, Dis. Ada aja perasaan."

Bukannya marah, Gladis malah tertawa terbahak-bahak melihat Kanaya yang marah. Jika, Kanaya marah, dia terlihat seperti anak kecil yang tidak dapat mainan.

"Gladissss ..., gua marah sama, Lu!"

"Ampun de jago."

.
.
.
.
.

Klik bintang di bawah ini, ya ⬇Kami sangat mengapresiasi dukungan kalian

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.


Klik bintang di bawah ini, ya ⬇
Kami sangat mengapresiasi dukungan kalian. Jangan lupa komen, biar author semakin semangat dan up sesuai dengan waktunya.
Maaciw😍

Agnaya (On going)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin