20

18 3 0
                                    

"Whoo aku sangat suka lasagna" jelas Jacob dan menatap lasagna buatan Vinnie itu dengan tatapan laparnya.

Vinnie memutar bola matanya malas. "Dasar bocah, siapa bilang kau akan makan? kau tidak akan memakan apapun disini" sewotnya dan menatap Jacob tajam.

Aku menatap Vinnie marah. Kenapa dia sangat tidak suka dengan mereka. "Aku bersumpah, jika kau melakukannya sekali lagi, kau akan tidur dikamarmu" ancamku dan Vinnie bersikap seakan-akan tidak peduli dengan itu.

-

"Biar aku ambilkan untukmu" tawarku dan segera membagi lasagna itu keatas piring milik Jacob.

"Hey! Aku membuatnya untukmu, Riana. Kau seharusnya-" ucap Vinnie terpotong.

Aku menatapnya dalam agar tidak membuat Jacob merasa tidak nyaman disini. "Biarkan saja, memangnya kenapa?" tanyaku sewot.

"Aku membuatnya untukmu, setidaknya kau yang harus mengambil bagian pertamanya" bantahnya lagi.

"Seriously? kita bertengkar saat makan malam dan dihadapan tamu kita?" tanyaku tegas.

Vinnie hanya diam dan mengambil beberapa makanan untuknya. Dia marah, aku tau itu.

Jacob memakannya dengan sangat lahap. "Kau menyukainya, Jacob?" tanyaku senang.

Dia mengangguk antusias. "Mhm, pacarmu sangat pandai memasak" pujinya secara tidak langsung.

Aku tersenyum menanggapinya. "Dia bukan pacarku" ungkapku.

Jacob menatapku bertanya-tanya. "Lalu?"

"Dia suamiku"

"Dia? suamimu? yang benar saja" ejeknya.

Kepalaku menggeleng ringan. "Iya, dan kau tidak boleh mengatakan hal seperti itu tentang suamiku" ucapku mengingatkannya.

Mataku tidak sengaja melirik Vinnie sekilas. Wajahnya sedikit memrah dan seperti menahan senyumnya. Apa ini karena aku memanggilnya 'suamiku' ?

Suara tangisan bayi terdengar sangat keras dari meja makan. Benarkah bayi itu bisa menangis sekeras itu? bahkan dari lantai atas.

Aku segera berlari kecil menghampiri Daniel yang sudah menangis sekencang-kencangnya. Dengan segera, aku membopong Daniel dan turun kebawah.

Jacob terlihat memutar matanya malas. Bocah yang berumur 5 tahun itu sangat menggemaskan dengan tingkahnya yang ada-ada saja.

"Kenapa dia harus bangun saat sedang makan?" tanyanya dan terlihat sangat cemberut.

Aku menggendong dan mengayunkannya pelan disamping meja makan. "Um Jacob, apakah adikmu sudah bisa memakan bubur atau yang lainnya. Sepertinya dia lapar tapi ibumu lupa untuk membawakannya susu karena tidak ada ditasnya" jelasku.

"Ya, dia makan sangat banyak. Dia memakan biskuit, roti, bubur dan bahkan dia menggigit jariku" jawabnya sekaligus mengadu.

Aku menanggapinya dengan senyuman singkat. Telapak tanganku menepuk-nepuk pantatnya seraya mengayunkannya ringan sedangkan mereka berdua bisa dengan santainya tetap melanjutkan makannya.

Vinnie meminum segelas air dan duduk bersantai dikursinya. Aku menghampirinya dan memberikan Daniel yang masih menangis kepadanya.

"Riana, aku tidak bisa memegangnya"

"Tahan dia sebentar, aku akan membuatkannya sesuatu" jawabku seraya sibuk dengan oat dan pisang yang akan aku buat untuk Daniel.

"Riana, suruh dia diam"

"Riana, dia menendangku"

"Dia mengeluarkan air liurnya, Riana"

"Kau sangat berisik. Dia sedang menangis wajar kalau begitu" jawabku setengah marah.

Sour LifeWhere stories live. Discover now