16

22 5 0
                                    

Kenapa perutku terasa sangat berat dipagi hari?.

Aku merasakan deru nafas persis dibelakang leherku. Tangan kekarnya yang merengkuhku dari belakang dan jari jemarinya seakan mengusap perutku pelan.

Sial, apakah dia benar-benar tidur denganku semalam? lancang sekali. Bukankah sudah aku katakan dengan jelas kalau aku butuh waktu untuk sendiri?.

Dengan perlahan aku menyingkarkan tangannya dari perutku dan aku segera bangkit dari ranjangku dan bersiap untuk ke kafe.

Hari ini adalah sabtu pagi. Dan aku mendapat jadwal untuk bekerja dipagi hari. Aku segera bersiap dan segera berangkat ke kafe.

Tanganku menyisir rambutku perlahan, setelah itu aku menyemprotkan parfum ke beberapa titik ditubuhku. Aku beranjak dari meja riasku menuju tas selempangku.

"Kau mau kemana?" tanyanya seraya duduk di pinggir ranjang dan menatapku dari atas sampai bawah.

"Shift pagi di kafe"

"Well, kau tidak akan pergi kesana"

"Kenapa tidak?"

"Karena aku menyuruh managermu untum memberhentikanmu" jawabnya tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

Mataku melotot kaget mendengar jawabannya. Kenapa Vinnie selalu mengambil keputusan seenak hatinya sendiri. Apakah aku tidak berhak untuk melakukan apapun yang aku mau disini?.

"Kau bisa meminta uang kepadaku dan kau tidak perlu bekerja lagi" tambahnya.

Lidahku kelu. Ini bukan hanya karena aku tidak lagi bekerja disana. Bagaimana kalau Vinnie akan terus menerus melakukan hal-hal semacam itu kepadaku? dan kafe itu adalah salah satu tujuanku ketika aku sedang malas dirumah bersamanya.

"Kau pikir aku butuh uang?" tanyaku dan menatapanya tidak percaya.

Vinnie mengangguk yakin. "Kalau bukan karena uang, kau mungkin tidak akan bekerja disana" jawabnya.

"Apakah kau pikir aku ini wanita yang gila uang?"

Vinnie mengedikkan bahunya. "Mungkin, dan kau juga terlalu gengsi untuk meminta kepadaku" jelasnya.

Aku terduduk lemas di sofa disudut kamarku. Pikiranku berkecamuk tidak karuan.

"Apakah aku kurang jelas mengatakannya kemarin? aku ingin waktu untuk sendiri, apakah sesusah itu untukmu?" tanyaku dengan tatapan kosong menatap karpet dibawah kakiku.

"Kau benar-benar serius tentang kemarin malam?".

"Ayolah, Riana. Aku hanya mengatakan kalau kau adalah pacarku kepada semua orang, aku bahkan tidak merasa itu adalah sebuah kesalahan karena kita memang menjalankan hubungan yang bahkan lebih dari itu" tambahnya lagi.

Kepalaku menggeleng pelan. "Kalau kau berfikir aku tidak serius, lalu kau pikir aku ini hanya lelucon untukmu?" tanyaku tidak percaya.

Vinnie berdecak ringan dan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mengatakannya" elaknya.

"Kau mengatakannya secara tidak langsung. Sekarang kau ingin aku bagaimana?" tanyaku pasrah.

"Aku ingin kita bersama" jawabnya.

Aku menggeleng cepat. "Aku tidak bisa" ucapku spontan.

Dia berdiri dan berjalan menghampiriku. "Kenapa? karena kau masih berfikir semua ini adalah salahku karena aku sudah membuat hubunganmu dengan Mattia dan Brian berantakan?!" suaranya mulai meninggi.

Kakiku berdiri dan menatapnya berani. "Kenapa kau membawa mereka kedalam masalah ini?" tanyaku.

"Itu karena kau sendiri yang berusaha menjalin hubungan dengan mereka walaupun itu hanya sebuah hubungan pertemanan, tetapi tidak denganku"

Sour LifeWhere stories live. Discover now