2

42 9 1
                                    

Sinar matahari pagi di negara bagian Florida mulai menembus jendela kamar ku. Apakah aku sudah memberitahu kalian kalu aku kuliah di Stanford University? sepertinya belum hahaha.

Aku mahasiswi semester 4 di salah satu universitas terbaik di negri ini. Perjuangan belajarku sangat membuahkan hasil karena aku bisa mendapatkan beasiswa di unversitas sebagus ini.

Mataku berkedip berkali-kali guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Aku melirik ranjang Brian yang masih rapi dan bersih seperti tidak tersentuh sedikitpun. Brian tidak pulang semalam?

Memang sudah beberapa kali Brian tidak pulang dan itu bukan hal yang biasa lagi bagiku. Tapi, sejujurnya aku merindukannya. Dia satu-satunya temanku disini.

Aku rindu mengobrol dengannya, menonton film bersama, dan jalan-jalan bersama. Tapi itu bukan berarti aku menyukainya. Jujur saja, aku sangat sulit untuk menyukai seseorang.

Seingatku, terakhir kali aku menyukai seseorang adalah saat aku pertama kali masuk SMA dan dia adalah seniorku. Lalu tidak lama setelah itu, dia lulus dan kami tidak pernah bertemu atau pun mendengar kabarnya lagi.

Aku bangkit dan berjalan kearah kamar mandi untuk menyegarkan badan serta pikiranku. Tidak butuh waktu lama aku segera keluar dari kamar mandi dan langsung memakai celana jeans dan kaos putih polos.

Rambut yang sudah aku sisir rapi dan menyingkirkan anak rambut ke belakang telingaku dengan rapi. Aku rasa aku sudah siap dan aku segera menyambar tote bag yang berada di meja belajarku lalu segera memakai sepatuku dan segera berjalan menuju kampus.

Setelah kakiku menginjak area kampus aku segera masuk ke kelas pertamaku dan duduk diam seraya mendengarkan musik kesukaanku sembari menunggu dosen yang mengajar datang.

Aku menatap kosong arah pintu dan sedikit memikirkan apa yang harus aku lakukan kalau Brian benar-benar pergi meninggalkanku. Kalian pasti tahu kalau orang-orang disini memiliki sifat individualisme yang tinggi, kan? itulah kenapa aku sangat sulit mendapatkan seorang teman.

Tidak seperti di Indonesia, aku dulu memiliki sangat banyak teman. Entah itu teman sekolah, teman rumah, teman les, teman bermain dan masih banyak lagi.

Tanpa sadar aku melihat seorang yang sepeetinya aku peenah bertemu dengannya, tapi kapan dan dimana?

Dia terus menatapku setajam elang, aku terus menatapnya untuk memastikan apakah dia menatapku atau menatap orang lain di belakangku.

Kakinya terus berjalan dan aku terus mengarahkan pandanganku mengikutinya sampai dia duduk di kursi tepat di belakangku.

Setelah kesadaranku kembali sepenuhnya aku langsung mengarahkan kembali pandanganku ke depan dan mendapati seorang dosen yang sudah bersiap untuk mengajar.

Kelas pun dimulai seperti biasa dan aku bahkan mulai memfokuskan mata dan pikiranku ke pelajaran yang tengah berlangsung.

"Baiklah, sekarang mulai berpasangan karena akan ada sebuah proyek dan aku yakin kalian membutuhkan seorang partner untuk itu. Saya beri waktu lima menit untuk itu" ucap sang professor lalu segera duduk di kursinya dan langsung membaca bukunya.

Kepalaku celingukan mencari seseorang yang bisa aku ajak untuk mengerjakan proyek ini bersamaku. Tapi nihil, semua orang di kelas ini sudah tampak berbincang satu sama lain yang artinya mereka semua sudah memiliki seorang partner untuk proyek ini.

Hm baiklah, aku bisa mengerjakan ini sendiri atau mungkin aku bisa meminta Brian untuk membantuku.

"Sudah selesai? baiklah, cukup untuk hari ini" ucap Prof. Anderson dari mejanya.

Sour LifeWhere stories live. Discover now