13

21 4 0
                                    

Tanganku dengan cepat menata semua masakanku diatas meja makan agar tertata lebih cantik dan mungkin bisa menambah selera makan. Kepalaku dan hatiku terus berperang karena apa yang baru saja aku lakukan.

Ah bodohnya aku, kenapa aku harus seperti itu tadi. Seharusnya aku tidak bersikap terlalu ramah padanya. Dan dia bahkan hanya bertingkah biasa saja. Apakah dia sudah menyerah denganku?.

Kursi makan itu segera aku tarik dan aku segera mendaratkan pantatku disana. Sekarang aku harus bagaimana?.

Suara derap langkah kaki itu membuyarkan lamunanku. Vinnie berjalan kearahku dengan santai dan tatapapanya sama sekali tidak bisa aku baca.

Tangan kekarnya menarik kursi yang berada di sampingku dan segera duduk disana. Haruskah aku memulai percakapan lagi? bagaimana kalau dia hanya diam dan dingin?.

Deheman ringan darinya seakan menginterupsiku untuk segera melalukan sesuatu. Mungkin menyiapkan makan malam untiknya.

Aku berdiri dan menghampirinya. Membalikkan piringnya dan segera menaruh masakanku diatas piringnya.

Tanganku terhenti ketika aku sudah merasa porsi ini cukup untuknya. "Tambah lagi atau dikurangi saja?" tanyaku gugup.

Dia hanya terus menyatukan tangannya diatas mejanya seraya menatap piringnya enggan menatapku. "Sudah cukup" jawabnya singkat.

Tuhan, kenapa dia sangat dingin? bukankah ini yang dia mau? untuk memperbaiki hubungan kami.

Aku kembali duduk dan segera mengambil sesuatu untuk diriku sendiri. Mataku terus tertunduk, aku hanya akan merasa canggung kalau aku menatapnya.

Uhuk! uhuk!

Segera aku ambilkan segelas air untuknya dan kuberikan padanya. Wajahnya merah padam dan terus berusaha menahan batuknya.

Setelah kurasa dia baik-baik saja, aku kembali duduk diatas kursiku.

"Bagaimana rasanya?" tanyaku yang tiba-tiba saja keluar dari mulutku dengan mudahnya.

Vinnie mengangguk ringan dan berlagak seperti chef yang sedang mencicipi rasa masakanya. "Taste like shit" jawabnya yang cukup mengejutkanku. (rasanya seperti kotoran)

Amarahku tiba-tiba langsung meledak setelah mendengarnya. Beraninya dia mengucapkan itu didepanku.

"What the fuck?!!" teriakku dan menatapnya nyalang.

Badannya menegang untuk beberapa detik, mungkin saja Vinnie terkejut dengan teriakkanku. "Jangan berkata kasar" ucapnya memperingatiku.

Dahiku mengernyit dan menatapnya marah. "Kau yang memulainya" ucapku dan berusaha kembali tenang mengingat ini kali pertamanya aku makan bersamanya.

"Enak, hanya ini pedas" komentarnya lagi.

"Memangnya kau ini bayi? ini sama sekali tidak pedas, bodoh" sewotku dan segera mencicipi makananku dan ini sama sekali tidak pedas seperti dugaanku.

Vinnie memutar bola matanya malas. "I'm white, i can't eat spicy food" jelasjya singkat. (aku berkulit putih, aku tidak bisa memakan makanan pedas)

Aku menghela nafasku singkat. Rasa kecewa menjalar dihatiku. Makanan yang aku buat khusus untuknya tapi dia menolaknya.

"Ah aku membuatkanmu spagetti mungkin kau akan suka, mau aku ambilkan?" tawarku dengan sedikit riang karena aku baru saja mengingat kalau aku memasakkan itu untuknya.

Vinnie terus menyendokkan masakanku kedalam mulutnya. "Setelah aku menyelesaikan ini, ambilkan untukku" jawabnya yang terus terfokus dengan piring dihadapannya.

Sour LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang