38. TANDA TANYA BESAR

279 44 177
                                    

Hai🧡

Absen 💗

Spam komen 💌

Happy Reading ❤️

38. TANDA TANYA BESAR.

"Hidup itu layaknya seperti kopi. Banyak rasa tidak itu-itu saja."

Semua orang berubah seiring berjalannya waktu. Namun ada pula yang sengaja tak ingin berubah agar semua luka yang ia alami tak pernah hilang. Dendam hanya akan membunuhmu di masa depan. Menolak untuk terima jauh lebih sulit daripada harus memilih.

Rafanizan mengetuk pintu kamar Kyra, tak ada sautan dari sang pemilik, Rafanizan membuka pintu. Ia melihat Kyra sedang tengkurap sambil membaca novel.

"Keluar ayo, Ky!" ajak Rafanizan, Kyra sedikit terkejut melihat Rafanizan berada di depan pintu kamarnya.

"Males, apalagi bareng temen-temen lo," tolak Kyra jutek.

Rafanizan menarik napas dalam-dalam, "Berdua doang sama gue, udah lama gue sama lo nggak keluar bareng. Gak bosen apa di kamar mulu?"

Kyra memutar bola matanya malas, sejujurnya ia juga sangat bosan di kamar. "Mau ke mana?"

"Kafe depan. Buruan ambil jaket, gue tunggu di luar," Rafanizan menutup pintu kamar Kyra.

Kyra keluar kamar dengan jaket ditangannya, ia berdecak ketika melihat Rafanizan memanaskan motor sportnya.

"Pakai mobil aja kenapa sih?" gerutu Kyra.

"Ngapain ke cafe bawa mobil? Enakan pakai motor," ucap Rafanizan, naik ke atas motornya.

Kyra bukan tak suka naik motor, namun setiap kali ia naik motor apalagi itu motor sport hanya akan membawanya pada kenangan indah bersama Andre. Terpaksa Kyra naik ke atas motor Rafanizan.

*****

Amara duduk santai di taman belakang, langit malam ini sangat indah. Akhir-akhir ini ia merasa kesepian, orang tuanya sibuk bekerja. Setiap pulang kerja mereka juga tak mengabiskan waktu bersama, setiap hari ia hanya dirumah bersama Ammar dan asisten rumah tangganya.

Ammar juga tak selalu di rumah, kakak laki-lakinya itu banyak mengikuti kegiatan, latihan bulutangkis untuk turnamen, latihan basket, volly, lari, dan banyak lagi. Hingga semua itu membuat Amara banyak menghabiskan waktu bersama Kivan.

"Gimana sih rasanya dihargai sama cowok?" tanya Amara menatap langit.

"Cowok mana yang nggak ngehargai cewek secantik lo?" celetuk seseorang yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Amara.

Amara memukul lengan orang itu, "Bang Ammar kebiasaan ihh! Mandi dulu! Bau tau!" omel Amara, Ammar baru pulang dari latihan bulutangkis.

Ammar mencium aroma tubuhnya sendiri, "Gak bau tuh, lo kali yang belum mandi."

"Ngaco! Orang gue udah mandi," sanggah Amara.

"Mama sama Papa belum balik?" tanya Ammar menoleh ke belakang.

"Mobilnya ada kaga? Enggak kan? Ya artinya belum pulang," ucap Amara sedikit sewot.

Ammar menyenderkan punggungnya, "Lo marah sama mereka?"

"Dikit. Lo sendiri marah? Jelaslah, itu juga alasan lo sering nggak di rumah," balas Amara terdengar melemah.

Ammar melirik Amara yang menatap langit, "Gue kakak yang buruk ternyata."

Amara menoleh kaget mendengar ucapan Ammar, "Siapa yang bilang? Lo Abang terbaik tau!"

Amara mendekap tubuh Ammar sebentar, lalu matanya menatap Ammar. "Bay the way Bang, Kyra serius nolak lo?"

RAFANIZAN [END] Where stories live. Discover now