Part 9 - Hampir di Culik

Start from the beginning
                                        

Untung saja mereka lewat di sana tepat pada waktunya, kalau tidak mungkin saja hal yang buruk akan terjadi.

Syila yang sudah terlanjur takut langsung berlari kearah Adelia yang sudah siap kabur dengan sepeda motor Gilang. Melihat Syila yang berjalan dengan sudah payah membuat Adelia harus mendekat ke arena pertarungan dan dengan secepat kilat membawa Syila kabur ke rumahnya terlebih dahulu.

"Kamu langsung masuk! kakak mau nyelamatin Gilang dulu," Dengan sigap Adelia langsung menghubungi Shandy, Fiki dan Fenly untuk memolong Gilang, dan untungnya mereka memang sedang dalam perjalanan menuju kerumah Adelia.

"Astaga anak mama kenapa? Mana Gilang? Kenapa bisa seperti ini? Ada apa Kakak?" Vera yang sedari tadi meminta penjelasan seketika membuat Adelia pusing. Saat ini ia sangat khaatir terhadap Gilang, dan yah daripada ia menjawab pertanyaan mamanya satu persatu, Adelia lebih memilih untuk pergi ke tempat tadi berharap Gilang selamat.

"Ambulance? Polisi?" Hal itulah yang pertama kali dilihat oleh Adelia saat ia sampai di tempat kejadian. Dengan hati yang tidak tenang Adelia menangis dan berlari mencari keadaan Gilang, namun yang ia temukan hanya Shandy, Fiki, Fenly dan ketiga penjahat tersebut.

"Dimana Gilang?" tanya Adelia dengan air mata yang masih mengalir sembari melihat sekelilingnya.

"Pak, tolong bawa mereka ke kantor polisi sekarang! Mereka tadi mau menculik adik saya, tolong bawa mereka pak!" Pinta Adelia sembari menangis sesegukan. Mendengar kesaksian Adelia, para Polisi pun langsung membawa ketiga penjahat itu untuk diproses lebih lanjut, dan diikuti oleh Ambulance yang langsung pergi membawa Gilang menuju Rumah sakit terdekat.

"Kenapa semuanya terjadi secepat ini!" Tangis Adelia terus pecah saat itu. Shandy, Fiki dan Fenly hanya bisa menenangkan Adelia yang terus menangis sesegukan.

"Fenly, lo kerumah Adelia, pastiin nyokap Adel gak panik. Gua, Adelia sama Fiki mau kerumah sakit dulu," Ujar Shandy dan langsung mendapatkan anggukan dari Fenly.

"Yaudah hati-hati, Adel jangan sedih terus, gua tau si Gilang pasti kuat kok," Dengan wajah yang juga babak belur Fenly berucap demikian supaya Adelia tidak terlalu khawatir. Adelia tak menjawab sama sekali, karena yang ada dalam pikirannya hanya Gilang.

"Adel yuk masuk!" Pinta Fiki yang menyadarkan lamunan Adelia. Ia pun masuk ke dalam mobil tersebut dan kembali melamun sembari menatap kearah luar.

'Kenapa hal ini tiba-tiba terjadi? Gue gak berharap ini akan terjadi. Apa yang mau gue jelasin sama mamanya Gilang? Karena anggota keluarga gua sekarang Gilang ada di rumah sakit. Hiks bodoh! bodoh! bodoh! Kenapa gue ninggalin dia sendirian tadi,' Batin Adelia sembari terus mengeluarkan air matanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Fiki yang melihat hal tersebut hanya bisa mengusap-usap pundak Adelia berharap hal ini bis menenangannya.

'Gue udah merasa kisah kalian gak akan mudah, Del. Gua tau perasaan lo sama Gilang lebih dari sahabat, karena saat ini gue bisa lihat itu dari mata lo. Arghh shit!!! Persahabatan ini menghambat kalian! Tapi ya sudahlah, mau bilang apa lagi kalau hukum kehendak yang diatas sudah bekerja,' Batin Shandy yang sesekali melirik dari spion dalam mobilnya sembari menyetir dengan sangat lihai sampai ke rumah sakit yang tempat Gilang mendapatkan penanganan.

♡♡♡

Saat mereka baru tiba di rumah sakit, tanpa aba-aba Adelia langsung berlari ke meja resepsionis untuk mencari keberadaan Gilang.

"Permisi, atas nama Gilang ada di ruangan mana sekarang?"

"Gilang korban barusan ya? Dia ada di UGD karena masih dalam proses penanganan lebih lanjut," ujar suster dan langsung membuat Adelia berlari menuju bilik UGD rumah sakit tersebut. Shandy dan Fiki yang melihat Adelia setengah berlari langsung mengikutinya dari belakang.

"Adel tunggu! Lo ga bisa masuk ke sana, kita tunggu di sini ya," Pinta Fiki yang terus menerus menenangkan Adelia.

"Ta-tapi Fik!" Seru Adelia yang langsung terduduk lemas lantai. Adelia sungguh tak kuat lagi untuk menopang tubuhnya sendiri.

"Adel! Jangan sedih, ini semuanya bukan salah lo, gua bantu duduk di kursi ya," Ujar Fiki menawarkan bantuan dan langsung menopang Adelia dan membantunya duduk di kursi.

Sementara itu, Shandy sedang sibuk mencari kontak kedua orangtua Gilang di ponsel milik sohibnya itu. Ia langsung menelpon mereka untuk memberitahukan kabar tersebut, dan yah, tak perlu waktu yang lama akhirnya papa dan mama Gilang sudah datang dan juga mengurus segala biaya administrasinya.

Hal pertama yang dilihat kedua orangtua Gilang adalah Adelia yang terdiam dan terus menangis dalam diam. Mata mereka seakan sedang bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi. Merasakan tatapan yang penuh dengan pertanyaan tersebut, Shandy segera mengambil alih dan meminta kedua orangtua Gilang untuk mengikutinya menuju taman rumah sakit tersebut.

"Nak, apa kau bisa menjelaskan semuanya?" Tanya Heru yang sedari tadi sudah menyimpan banyak pertanyaan di dalam kepalanya.

Dengan sekali anggukan, Shandy pun langsung menjelaskan semuanya, dari awal hingga akhir dan tentunya tidak ada yang dikurangi dan dilebih-lebihkan. Orangtua Gilang sepertinya berkepala dingin, mereka tak ingin memperpanjang masalah ini, bahkan mereka akan membantu keluarga Adelia dalam hal ini.

"Ah baiklah kau boleh pergi, katakan pada Adelia kami tak marah, katakan saja terimakasih banyak kepadanya," Heru yang berkata demikian malah membuat Shandy bingung dan langsung pergi sembari menggaruk-garuk kepalanya.

"Akhirnya anak kita berubah Ma, dia menepati kata-katanya," Ujar Heru sembari tersenyum lembut seakan tak percaya, bahwa Gilang yang biasanya berkelahi tanpa alasan, kini rela berkorban demi orang lain.

"Ya kau tau dia berubah karena siapa? Karena anak perempuan itu, ah aku bahkan sangat ingin menjodohkan mereka berdua. Kau tahu, dia sangat baik, aku sangat senang ketika pertama kali bertemu dengannya,"

"Hei kau kenapa tak bilang, aku bahkan sama sekali belum mengenal calon menantuku," Heru protes dan langsung mencubit lengan istrinya. Dinda yang tak mau kalah langsung membalas cubitan itu dengan lebih keras.

"ADUH ADUUH! AMPUN MOM!"

"KAU SELALU PROTES, HEI KENAPA TAK BILANG, PADAHAL KAU SENDIRI SIBUK DENGAN BISNISMU!" Dinda tak peduli dengan keadaan suaminya saat itu dan langsung pergi meninggalkannya sendirian di sana. Heru yang tak ingin di tinggal langsung mengekori istrinya menuju rumah sakit.

'Galak bener, nanti malam pasti ga jadi deh main sampai pagi, arghh sial sial sial!!'

♡♡♡

double part untuk kalian yeei^^

maaf ya, belakangan ini authornya sibuk

tapi tenang, sesibuk apapun itu, aku bakal up yang rajin kok

Ya walaupun lelah letih dan lesu tiap pulang sore, gapapa suer gapapa

APA SIH YANG ENGGAK DEMI KALIAN

jadi kalau kalian gak rekomen cerita ini ke temen-temen kalian, udah lah kalian terlalu:'|

Oke yaa, sampai ketemu lagi di part selanjutnya ma luvv♡

Dengan Caraku (On Going^^)Where stories live. Discover now