27. Belum Siap Kehilangan

44 17 0
                                    

Shaula dan Rani melangkahkan kakinya menuju ruang ekstrakurikuler seni lukis. Setelah hampir satu jam di rumah Rani, ternyata hal itu membuat Shaula cukup merasa lega. Karena ada orang yang mau mendengarkan ceritanya.

Masih dengan menggunakan seragam sekolah, Shaula tetap kukuh tak mau pulang terlebih dahulu, walau Rani terus mendorongnya. Jadilah sekarang ini, ia menggunakan sweater berwarna abu yang kebetulan ia bawa dalam tasnya.

Mata Shaula menangkap sosok Maramma yang tengah berdiri di ambang pintu ruangan. Rani menyapanya, mereka masuk bersama-sama. Entahlah, perasaan Shaula jadi tidak enak begini.

"Sudah jam 13.00, jadi kita mulai saja, ya!" kata Bu Shila, sembari melirik jam tangannya.

Dari 42 orang yang ada, kelompok pun dibagi menjadi 8 dengan masing-masing 7 orang anggota. Semuanya setuju-setuju saja, tetapi berbeda dengan Shaula.

Sial! Ia satu kelompok dengan Maramma. Sedangkan Rani yang sudah berpindah tempat tampak meledeknya dari kejauhan.

"Baik, semuanya sudah ada kelompoknya masing-masing. Tahap selanjutnya adalah; Ibu akan bahas bersama kalian tentang penjelasan seni lukis, sejarahnya dan lain-lain." tutur Bu Shila.

"Kalian pasti sudah mempelajarinya sewaktu Sekolah Menengah Pertama. Bahwa yang kita tahu, seni lukis adalah perkembangan dari kegiatan menggambar. Yang diwujudkan dalam bentuk dua dimensi dengan media kanvas atau media datar dari objek tiga dimensi."

Satu orang di belakang Shaula mengangkat tangan hendak bertanya, "Sejarah masuknya seni lukis ke Indonesia itu gimana awalnya, Bu?"

Bu Shila mengangguki dan kembali bersuara, "Sejarah seni lukis di Indonesia, dimulai dari masuknya penjajahan Belanda. Saat itu juga, pelukis di Indonesia banyak mengembangkan aliran romantisme, sesuai kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu."

"Bu, Bu! Kalo sejarah umumnya, ada?"

"Tentu ada. Contohnya, zaman prasejarah, seni lukis zaman klasik, zaman pertengahan, zaman renaissance dan terakhir ada nouveau. Bagaimana, paham nggak penjelasan dari saya?" Serentak mengangguk paham.

"Bagus. Ada yang tahu nama para pelukis yang terkenal di Indonesia?"

Shaula hendak menjawab, tetapi Maramma sudah mengangkat tangan duluan.

"Djoko Pekik, Dullah Suweileh, Barli Sasmitawinata, Agus Djaya, Trubus, Affandi, Sri Warso Wahyono, Herry Dim...." Maramma menjeda jawabannya sebentar dan tampak berpikir.

Namun, sudah lebih dulu diambil alih oleh Shaula, "M. Idris, Mario Blanco, Otto Djaya, Raden Saleh, Popo Iskandar, Bagong Kussudiardja, Ferry Gabriel, S. Sudjojono, Atim Pekok, E. Darpo. S, Kartika Affandi, Jeihan, Hendra Gunawan..." Shaula tampak memainkan jemarinya.

"Ayo, lagi, ada yang tahu?" tanya Bu Shila pada semuanya.

Rani di pojok sana mengangkat tangan, "Lee Man Fong!"

"Ya, betul! Masih banyak lagi sebenarnya. Kalian bisa cari tahu sendiri lewat media apa saja nantinya. Sampai sini sudah paham, bukan?"

"Paham!"

Shaula melirik ke arah Maramma dengan ekor matanya. Gadis itu dapat merasakan degup jantungnya berdetak tak seperti biasanya. Sedangkan Maramma tampak tak acuh. Hari ini, benar-benar berbeda dari hari sebelumnya.

Hanya satu yang Shaula takuti saat ini; lama-kelamaan beberapa orang-orang di sekolah pasti akan mendengar bahwa Shaula ada pacar dari seorang Maramma, anak donatur SMA Centauri.

Shaula keheranan, Maramma sama sekali tidak membuka obrolan duluan. Sebuah ingatan terlintas dalam benaknya. Tentang, kemarin malam di depan rumah.

Maramma ingin menjadikan Shaula sebagai pacar, sungguhan. Namun Shaula menolaknya mentah-mentah.

LEGIO [✔]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon