8. Bukan Aku

62 22 12
                                    

Jangan lupa voment sebanyak-banyaknya, ya! 🔥❤

***
Namanya juga gagal move on dari mantan. Baru dikirimkan pesan menanyakan kabar saja, Shaula seexcited itu! Tidak ada hentinya untuk mengukirkan senyuman pada bibir tipisnya. Berawal dari sore kemarin Elio mengirimkan pesan, sampai malam itu pun, mereka tengah asyik mengobrol lewat ketikan.

Larissa menutup wajahnya menggunakan buku tulis dengan sengaja. Ia membuang arah dari teman di sampingnya. Membuat Shaula berdecak, karena Larissa sama sekali belum merespon ceritanya.

"Shaula, Larissa, jangan ngobrol terus. Teruskan catatannya," peringat guru perempuan dari meja depan. Kemudian melanjutkan membuka lembaran buku absennya.

"Berisik banget, lo. Itu mulu yang diomongin. Bosen, tau!" decak Larissa.

"Larissa, Larissa. Lo juga begitu kok, setiap main, pasti Januuss terus yang dibahas. Lagian, gue bukan cuma ngomongin Elio. Tapi ... kesenangan gue juga."

Cewek berambut kecokelatan lurus panjang itu memutar bola matanya malas. "Lagian, gue bukan cuma ngomongin Janus. Tapi ... kesenangan gue juga." Larissa mengikuti gaya bicara Shaula.

Mereka berdua sibuk adu omong, sedangkan teman-teman yang lainnya terdengar ricuh, membuat Bu Susan beranjak bangun dari duduknya dan memberi interupsi. Satu kelas pun, terdiam. Yang keluar dari bangkunya, cepat-cepat duduk di tempatnya masing-masing.

"Ibu mau kasih tau, kal--"

Ucapan Bu Susan terpaksa tak dilanjutkan tatkala mendengar suara bel istrahat berdering keras. Semuanya bersorak ria, Bu Susan terlihat menghembuskan napas pasrah. Guru perempuan itu, pamit keluar kelas. Setelah mengatakan, bahwa pembicaraannya barusan akan disampaikan nanti lewat ketua kelas.

Shaula dan Larissa berjalan beriringan. Dari kejauhan saja, mereka bisa melihat kantin kelas sebelas sangatlah ramai. Orang-orang berdesakan, tak sabar ingin membeli bakwan buatan Ibu kantin yang baru saja diangkat dari penggorengan.

"Gue nggak ke kantin dulu," ujar Shaula, membuat Larissa menghentikan langkahnya.

Cewek itu mengangkat alisnya, "Kenapa? Memang lo nggak lapar?" tanya Larissa setengah berdecak.

"Udah, lo duluan aja, nanti gue nyusul, deh!" setelah mengatakan itu, Shaula berlari kecil melewati tikungan meninggalkan temannya yang satu itu. Larissa mempercepat langkahnya, ketika ada seorang cowok yang melambaikan tangan dari meja kantin.

Di lain sisi, Shaula membuka lebar pintu yang sudah sedikit terbuka. Sudah lama sekali ia tidak menginjakan kaki di sini. Tempat di mana teman-teman satu sekolahnya datang untuk membaca buku, atau mengembalikan buku yang dipinjamnya di hari kemarin-kemarin. Setelah mengisi absen kunjungan, Shaula berjalan ke arah rak-rak yang berisikan buku-buku tebal.

Cukup ramai, tetapi duduknya berpencar-pencar. Shaula menyeret kursi dengan cepat. Menimbulkan suara gesekan pada lantai terdengar. Membuat yang sedang fokus membaca, pandangannya menjadi teralihkan ke arah gadis itu.

Shaula tersenyum kikuk, "Maaf, maaf." Ia segera duduk dan mulai membuka lembaran buku yang barusan ia ambil dari tempatnya.

Sebuah buku tentang motivasi semangat untuk belajar. Dirinya sendiri pun, menyadari. Bahwa akhir-akhir ini nilainya kian menurun. Rasa malas belajar selalu menghantuinya setiap malam. Seperti kemarin malam, Shaula tidak membuka buku sekali pun, karena terlalu sibuk dengan gadget- nya.

"Menjadi bodoh adalah sebuah pilihan," ia bergumam membaca kalimat tersebut. "Gue nggak mau jadi orang bodoh, gue nggak mau!" Shaula membuka lembaran selanjutnya.

Namun, fokusnya teralihkan karena melihat saku seragamnya menyala. Shaula merogoh sakunya, menunduk hingga kepalanya di bawah meja. Diam-diam agar tidak ketahuan bahwa dirinya tengah bermain ponsel.

LEGIO [✔]Where stories live. Discover now