7. Bagaimana Kabarnya?

75 21 0
                                    

Aku nulis sprtinya tidak ada yang baca...

Tapi buat yang baca :
Jangan lupa voment sebanyak-banyaknya! ><

***

Dengan langkahnya yang lebar, Shaula memasuki pekarangan sekolah setelah turun dari atas motor ojol yang mengantarnya. Tidak disangka, bersamaan dengan empat motor yang kini sudah terparkir rapi di area parkiran tempat para siswa-siswi SMA Centauri menitipkan kendaraannya. Dari yang biasa saja, Shaula menjadi tergesa.

Pagi tadi ia baru mengingat bahwa kemarin siang ia sengaja memberikan nomer palsu yang tak lain adalah nomer jasa sedot wc pada Maramma. Dapat dipastikan, pasti cowok itu akan.... ah! Shaula menggeleng kuat-kuat. Mencoba membuang pikiran negatifnya tersebut.

Jika kalian bertanya-tanya dapat nomer jasa itu dari mana, tentu saja dari Audra, Bundanya. Walaupun tidak sering, tapi sudah beberapa kali Bunda menggunakan jasa tersebut pada orang yang sama. Shaula-lah yang harus memesannya lewat chat. Sampai hapal dengan nomernya!

"Shaula!"

Gadis itu tidak mempedulikan pekikan melengking dari Larissa yang di belakangnya. Teman sebangkunya itu datang bersama Maramma dan kawan-kawan. Sebisa mungkin hari ini Shaula harus menghindar dari sosok Ramma.

Larissa tidak mengatakan apa-apa lagi pada Janus. Ia segera menghampiri Shaula ke dalam kelas dengan napas yang terengah-engah karena menyusul langkah Shaula. "Budek ya, lo?!" tanya Larissa dengan ngegas. Ia segera meletakan tas cokelat mudanya di atas meja.

"Nggak, lah!" jawab Shaula, tidak kalah tinggi. "Gue keluar dulu, mau kumpulin formulir." pamit gadis itu. Shaula segera menemui Rani, di kelas MIPA 6.

"Gimana, Ran, banyak yang jadi ikut?"

Rani tampak tersenyum sumringah. Ia mengangguk antusias. "Lumayan, Sha. Yang kembalikan formulir, udah ada 15 orang kurang lebih."

"Wah, bagus deh kalo gitu. Makin seru, banyak yang masuk ekskul seni lukis!" seru Shaula, kegirangan. Mereka menunggu di koridor dekat mading. Sampai bel masuk kelas berbunyi.

***
Maramma menghela napas panjang. Ia masih menimang-nimang tawaran dari Janus. Katanya, Janus mau Maramma menggantikan Martin anak dari kelas IPS 4, untuk pertandingan basket nanti. Jikalau Martin kemarin tidak mengalami kecelakaan motor yang membuat kakinya cidera, Janus tidak akan meminta hal itu pada Maramma. Pertandingan diselenggarakan 2 hari lagi.

"Rik, lo mau nggak?" tanya Janus pada Yerikho.

"Nggak, gue nggak jago main basket," balasnya sambil menggulir layar ponsel.

"Lagi pula, udah cocok tuh si Ramma. Sekali-sekali lah, Ram, non-akademik." Hoku ikut menimpali.

Janus mengangguk menyetujui, "Baju basket Martin juga misalnya huruf M. Nggak ribet ganti-ganti lagi."

"Ya," Maramma melanjutkan menulisnya lagi. Waktu istirahat bukannya untuk segera pergi ke kantin, empat cowok itu malah hanya mengobrol dalam kelas. Terlebih Maramma, yang memilih melanjutkan tulis materi yang belum sempat ia selesaikan, malah keburu bel duluan.

"Ya apa, anjir? Singkat banget kayak balesan chat dari cewek gue!" ketus Hoku, sembari geleng-geleng kepala.

"Cewek lo yang mana dulu?" ledek Yerikho. "Nabila, Seerin, Salwa?" Hoku mendengkus kesal. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya lagi. Membalas pesan dari para cewek-cewek yang mendekatinya.

"Ayolah, Ram. Bukannya lo pernah ikut basket waktu SMP? Gue yakin, lo jago!" seru Janus sembari menyengir memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Maramma meletakkan bolpoinnya di atas meja. Ia beranjak bangun, "Pikir-pikir dulu." katanya kemudian berjalan keluar kelas.

LEGIO [✔]Where stories live. Discover now