1| Orapala

180 32 101
                                    

Follow ig author: @ochaayaa_

Judul awal, Candala.
Aku ubah menjadi Ansel.

Selamat membaca!

***

Derasnya hujan serta gemuruh petir tak kunjung henti sejak beberapa menit yang lalu. Wanita paruh baya yang tengah berkutik pada oven dan beberapa loyang kue bolu itu seketika memijit pelipisnya. Bagaimana tidak? Kue pertama yang ia buat hangus dalam oven. Kue kedua hancur seketika saat ia ingin membaliknya dari loyang.

Ketukan pintu membuat Zoya terperangah. Buru-buru ia melangkahkan kaki untuk melihat siapa yang datang saat hujan turun jauh lebih deras dari sebelumnya.

"Ansel?" tanya Zoya tak percaya. Anak sulungnya itu datang dengan badan yang basah kuyup serta menggigil kedinginan.

"Bun.."

Zoya menggelengkan kepalanya, ia berbalik badan mengambil handuk untuk Ansel. "Lewat pintu samping!" seru Zoya. Bantingan pintu yang keras membuat Ansel terkejut.

"Kenapa pulang telat?" tanya Zoya saat Ansel sudah terlihat berpakaian lebih baik dari sebelumnya. "Kamu lihat, nggak, cuaca hujan!?" bentaknya lagi.

"Maaf, Bun," ucap Ansel tertunduk. "Tadi Ansel masih ikut kumpulan eks-"

Belum sempat Ansel menjelaskan, Zoya sudah memotongnya. "Pencinta alam, pencinta alam! Untungnya ikut organisasi itu apa!?"

"Tapi Ansel suka, Bun."

Zoya membuka sarung tangannya, ia menampar pipi Ansel pelan. "Matematika kamu anjlok, Ansel! Harusnya kamu mikir!" pekik Zoya kesal. "Perempuan nggak diwajibkan untuk bisa mendaki gunung, ingat itu."

"Pencinta alam nggak melulu tentang mendaki gunung, Bunda." Bantah Ansel cemberut.

"Terserah. Pikirkan nilai kamu! Pencinta alam itu nggak penting, Sel!" Teriak Zoya. "Bunda udah daftarin kamu di les bahasa Prancis. Setelahnya, kamu lanjut les matematika," jelas Zoya yang kembali berkutik dengan kue-kue nya.

"Tapi waktu Ansel udah padat, Bun. Lagian apa pentingnya bahasa Prancis?" tanya Ansel mengerutkan keningnya.

Tatapan Zoya kembali mengarah kearah Ansel. "Jadi menurut kamu pencinta alam lebih baik dari pada bahasa asing, iya?" tanya Zoya menaikan sebelah alisnya.

"Bukan gitu, Bun. Ansel udah susah membagi waktunya. Tambahan waktu satu jam belajar di sekolah, seminggu tiga kali praktek, les matematika, ekskul." Ada jeda sebentar dari Ansel. "Belum lagi pekerjaan rumah yang nggak cuma satu atau dua pelajaran," jelas Ansel. "Kapan Ansel bisa istirahat?"

"Jangan banyak ngeluh! Lihat, Kak Mayang. Dia bisa kuliah di Universitas favorit, karena apa? Karena dia mau usaha, gak banyak bantah omongan orang tua!"

Ansel memejamkan mata. Meneguk salivanya susah payah.

Zoya menghembuskan napasnya berat. "Mau gitar atau piano?" tanya Zoya berkacak pinggang menatap anak gadisnya.

"Maksud Bunda apa?" Ansel baik bertanya.

"Mau gitar atau piano?" tanya Zoya sekali lagi.

Ansel menggeleng tak percaya. "Bunda.. Ansel nggak suka."

"Bunda mau, kamu bisa satu aja alat musik. Pilih salah satu, waktu pencinta alam kamu ditukar dengan ekskul seni." Ucap Zoya meninggalkan Ansel yang berdiri diam mematung.

"Bun!" Ansel meneteskan bulir matanya, ia menatap Zoya dengan tatapan nelangsa. Ia tak suka dengan situasi ini. Bundanya selalu memaksa untuk melalukan sesuatu tanpa pernah memberikan pilihan pada dirinya.

Ansel terduduk menekuk lututnya, terdengar isak tangis mendominasi ruang dapur.

"Kak," panggil seorang anak perempuan berumur sekitar 9 tahun dengan rambut panjang yang digerai. "Kakak nangis?" tanyanya polos.

Perlahan Ansel menoleh kearah sumber suara.

"Keliatannya gue ketawa apa nangis?" Ansel balik bertanya.

Perempuan kecil itu mendekati Ansel. "Kak Sela jangan nangis," katanya pelan. "Toko kue Bunda lagi sepi, jadi Bunda sering emosian."

Ansel hanya diam sembari menghapus bulir mata yang sempat membasahi pipi mulusnya.

"Kak Sela, boleh minta tolong?"

Ansel berdecak. "Apaan?"

"Ambilin Raya makan," ucap Araya menyatukan kedua tangannya memohon.

Araya Khalandra. Adik perempuan Ansela Khandra. Umur mereka berjarak sekitar 6 tahun, saat ini Araya masih duduk dibangku sekolah dasar.

"Lo gak dikasih makan tah sama Bunda? Sampe gue yang harus turun tangan ngasih lo makan! Sialan," ucap Ansel sebal. Dengan terpaksa, Ansel mengambil makan siang untuk adik kecilnya.

Nasi, kentang goreng dan sup jagung. Ansel memberikan piring itu pada Araya. "Makasih, Kak." Ucap Araya tersenyum.

"Ya."

Baru beberapa langkah Ansel berjalan, suara Araya membuat pergerakan Ansel terhenti.

"Kak Sela," panggil Araya.

Ansel menoleh dengan malas, "kenapa lagi?"

"Temenin Raya makan, boleh?"

🖤🖤🖤

Baru part awal, dikit dulu ya..

Btw, kalian dari kota mana aja, nih?
Komen disamping.

Salam sayang, Ocha.

ANSEL | On GoingWhere stories live. Discover now