"Gue aduin Mas Chrys nih?" ancam Vanes dengan ekspresi serius seakan paham kelemahan Nindys.

"Sana gih. Lagian Papa belom pulang kerja."

Betepatan Vanes hendak berbalik badan, terdengar suara mesin mobil memasuki halaman rumah. Selang beberapa detik Chrys langsung berujar, "Papa pulang."

Nindys membolakan mata. Sedangkan Vanes sudah berlari untuk menemui suaminya. Takut wanita itu mengadu lalu di lebih-lebihkan, alhasil ia berencana menyusul sekalian menyapa Papanya.

"Mas!" panggil Vanes manja.

"Mas capek sekali. Bisa buatkan Mas kopi?" Chrys menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan muka lesu. Jarinya bergerak melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya.

"Aku juga sekalian, Ma. Teh anget hehe," tiba-tiba Nindys melengos melewati Vanes dengan santainya.

Vanes memaksakan senyum. "Oke. Tunggu sebentar."

"Papa akhir-akhir ini sering pulang lambat. Lagi banyak kerjaan, yah?" tanya Nindys perhatian sembari melangkah mendekat dan duduk tepat di sebelah Chrys.

"Ya begitulah." jawab Chrys seadanya. Mengangkat sebelah tangan untuk mengusap puncak kepala putrinya. "Bagaimana sekolah kamu, sayang?"

Kesibukannya di kantor membuat Chrys kurang memantau aktivitas putrinya. Padahal biasanya setiap saat ia suka menanyakan Nindys pada Pak Dion. Beruntung kini orang kepercayaannya tersebut melapor bahwa baik-baik saja.

Mengetuk dagu pura-pura berpikir. Nindys membalas. "Aman kok, Pa. Tapi tugasnya aja yang nggak aman."

"Memang ada apa dengan tugas kamu?"

"Gak ada abisnya. Selesai di kerjain satu tumbuh seribu,"

"Butuh bantuan Papa?" Chrys menawarkan diri sungguh-sungguh.

"Sejauh ini Nindys masih bisa nge-handle. Aku kan strong." iya strong, stress tak tertolong!

Tidak berselang lama Vanes datang membawa nampan berisi segelas kopi dan teh. Bibirnya mengulas senyum yang dibuat semanis mungkin. Justru membuat Nindys memincingkan mata merasa curiga.

Papanya menyeruput kopi dengan nikmat. Ia pun berniat mencicip tehnya, tidak lupa di tiup terlebih dulu. Gadis itu melotot ke arah Vanes bahkan hingga terbatuk. Benar dugaannya ada yang tidak beres sejak awal. Sialan.

"Loh kenapa, Nindys? Teh buatan Mama nggak enak?" ujar Vanes sedih.

"Lo ngerjain gue ya?! Rasanya asin!" semprot Nindys ngegas seolah lupa akan kehadiran Chrys yang memberikan tatapan bingung.

Dia mengelak. "Masa sih? Perasaan seinget aku yang di masukin gula deh. Oh jangan-jangan aku salah ambil."

"Bilang aja lo bales dendam sama gue gara-gara baju, kan? Mata lo nggak rabun, segala pake alesan salah ambil." timpal Nindys tidak mau kalah.

"Jangan asal nuduh. Emang kenyataannya gitu kok!"

"Ada apa sebenarnya?" suara Chrys sontak melerai. Agaknya sesuatu yang tak ia ketahui telah terjadi sehingga istri dan putrinya bertengkar.

"Nindys tuh Mas bikin baju aku bolong gara-gara gosoknya terlalu panas," adu Vanes memulai aksinya.

"Gue—"

"Nindys, bahasa kamu yang sopan." sela Chrys menegur Nindys tidak suka dengan gaya bicara lo-gue di dalam keluarga.

"Aku nggak sengaja, Pa. Aku juga udah minta maaf sama dia."

"Minta maafnya nggak ikhlas,"

"Apa lo bilang?"

"NGGAK IKHLAS. Masih kurang jelas? Atau perlu gue ejain hm?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 05, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ALDRICHWhere stories live. Discover now