10 - Aldrich vs Nindys

3.9K 342 46
                                    

HAI, SEMOGA SUKA PART INI DAN SELAMAT MEMBACA KALIAN <3

•••

Mata Nindys berbinar gembira ketika sampai. Tempat yang cukup lama rasanya tidak ia kunjungi. Banyak perubahan, apalagi dari segi pengunjung. Karena dulu tak seramai sekarang.

Saking fokusnya enggak sadar ada seseorang yang memperhatikan. Mendadak dia terjengit merasakan tepukan dari belakang.

"Hadeh orang jauh akhirnya dateng juga. Kamana wae sia sok sibuk pisan ih!?" Tara menyambut sekaligus menyindir.

"Ck! kirain siapa, ngagetin tau." Nindys berdecak. "Maklum strict parents nih gue."

"Alah gaya bahasana. Aing tebak, maneh kadieu modal minggat betul teu?" ucapan Tara kadang suka campur pake logat sunda, se-moodnya aja. Untung Nindys sedikit-sedikit dapat mengerti.

"Cenayang gak sih lo, Kak? HAHAHA bener tapi. Abisnya kalo bukan gitu mana boleh gue ke sini." gadis itu manyun, ekspresi yang jarang banget muncul. Hanya pada orang tertentu.

"Cocok ngedukun berarti gue. Ganti profesi dah nih lama-lama,"

"Eh jangan dong. Yang biasanya maenan obeng entar berubah sesajen. Ngeri ah," Nindys dengan polos menganggap beneran, malah ngebayangin. Betapa bodohnya.

"Bisaan maneh ah. Ya henteu atuh becanda doang." elak Tara cekikikan akibat muka Nindys nampak lucu menurutnya.

Nindys tersenyum. Kemudian bertanya mengganti topik baru. "Pelanggan gimana? Rame lah yaa,"

"Alhamdulillah aya wae tiap harinya. Ini aing lagi punya waktu free. Baru pengen kabarin maneh eh keburu ngajak ketemu duluan. Kangen ya, ngaku hayooo!"

"Geer. Gue kangen sirkuit bukan lo," gadis itu mengelak padahal aslinya kangen dua-duanya, eh.

"Parah aing di lupain." Tara mendrama. Wajahnya dibuat semurung mungkin, cari perhatian.

"Kalo sama lo bukan kangen lagi. Tapi rindu hahay," ia mengedipkan mata menggoda Tara sampai dia salting sendiri.

Jarang orang ketahui, Nindys tuh anaknya suka ngegombal, entar kalo mangsanya baper tinggalin deh. Nggak canda seriusan!

"Eta panon kunaon ngadisko? Hayang aing colok?" laki-laki itu mengancam. Tepatnya mengalihkan lantaran salah tingkah.

"Nggak jadi rindu sama lo deh Kak, meni geuleuh." Nindys menyetus meniru logat Tara dua kata terakhir.

Tara tertawa. "Lucu pisan ikutan nyunda. Ngambek yeuh ceritanya??"

"Tau ah males," dia pura-pura acuh.

"Ih kenapa nambah gemes yee? Gak kuat bawaannya pengen meluk—" merentangkan tangan berencana memeluknya.

Nindys sontak bergeser, menghindari serangan Tara. Ia mengangkat jemari yang udah terkepal kuat. "Heh berani?!"

"Sieun," Tara terbahak lagi hingga perut sakit kebanyakan ketawa. "Boongan lagi ge. Yakali gue seriusan nyentuh lo bisa-bisa diamuk almarhum Bil—"

Ucapan Tara terhenti saat sadar. Dalam hati mengumpat sebab kalimat yang tidak sepatutnya keluar. Melirik seksama Nindys yang terdiam kaku. Aduh jadi ngerasa bersalah kan!

"Lupain. Gue nggak bermaksud—maaf," dia mengusap lembut bahu Nindys.

"Gakpapa." gumamnya pelan sembari tersenyum samar.

"Oiyaa, si merah gue lihat-lihat kinclong bener." Tara mengubah topik supaya pikiran gadis itu teralihkan.

"Wah iya dong. Gue rawat sepenuh hati." Nindys menjawab dengan bangga. "Yang mandinya sehari sekali kalah sama motor gue, mandinya sehari dua kali."

ALDRICHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang