"Apa kalian tau Ara itu siapa?" Nampak raut mereka berdua sedikit terkejut. Kedua gadis itu saling tatap, kemudian salah satunya menyuruh Leta untuk duduk di samping mereka.

"Kenapa tiba-tiba nanyain Ara?"

"Ngg-, tadi aku denger teman sekelasku ada yang bicarain dia. Terus pas aku nanya malah nggak dijawab." Bohong, jelas Leta sangat mengenal gadis yang bernama Ara itu.

"Sini," ucap salah satu gadis itu menyuruh Leta untuk lebih mendekat, Leta pun patuh.

"Dia itu gadis yang udah meninggal di sekolah ini, dan penyebabnya karena bunuh diri." Leta pura-pura terkejut seolah baru mengetahui kebenaran itu.

"Tapi, menurut gue dia pantas mati sih." Rahang Leta sedikit mengeras.

"Dia itu gadis munafik, tampangnya aja yang polos. Sok pura-pura pintar padahal aslinya bodoh, sampai nyuri kunci jawaban ujian segala. Apa ada orang yang lebih rendah dari dia?"

"Gue setuju. Apalagi yah, gue denger dia itu orang yang miskin gitu. Terus dia diterima di sini karena beasiswa, gue takjub sih karena dia bisa mendapatkan beasiswa. Tapi sayangnya, beasiswa itu bukan hasil kerja kerasnya sendiri melainkan hasil dari nyolong kunci jawaban."

"Sumpah, kalo inget tuh cewek rasanya jijik banget gitu."

"Bener-bener. Emang paling bener itu, dia pergi dari dunia ini. Kalo dia masih ada di sekolah ini, bisa-bisa nama baik sekolah ini tercemar." Napas Leta semakin memburu mendengar kalimat-kalimat itu. Kenapa bisa orang-orang menjelek-jelekkan Ara seperti itu?

"Terus yah, katanya. Dia memanfaatkan 'kepintaran'nya itu buat deket sama si-"

Brukk

Ucapan gadis itu terhenti karena suara buku yang jatuh dari rak di seberang mereka. Leta langsung berdiri dan menghampiri rak itu, dia tidak melihat siapapun di sana selain buku yang sudah tergeletak di lantai.

Lalu netranya tidak sengaja melihat seorang lelaki yang memakai jaket berwarna abu-abu dengan gambar sayap kecil di bahu kanannya. Lelaki itu baru saja keluar dari perpustakaan.

Siapa itu? Apa lelaki tadi mendengar pembicaraan kedua gadis tadi? Jika mendengar itu, mengapa lelaki itu langsung keluar? Leta tak ambil pusing, kemudian dia mendengar kembali kedua gadis itu membicarakan hal buruk tentang Ara.

Leta membuang napasnya kasar. "Jangan pernah jelekin Ara seperti itu lagi!" ucap Leta dingin lalu melangkah keluar.

Setelah keluar, dia mencari sosok lelaki tadi. Namun sialnya, dia sudah kehilangan jejak lelaki itu. Kemudian dia merogoh sakunya ketika mendengar ponselnya berbunyi mendandakan adanya pesan masuk.

Devinnnn

Ruang musik. Sekarang!

Leta mengernyit melihat pesan itu.

Devinnnn

Ngapain nyuruh aku ke sana?

Hanya butuh satu detik pesan yang dikirim Leta langsung dibaca oleh Devin.

Devinnnn

Permintaan pertama. Lo harus datang saat gue panggil!

Leta mendengus, cobaan apalagi yang harus dia hadapi? Dengan kesal dia melangkah menuju ruang musik seperti yang lelaki itu perintahkan.

Leta perlahan membuka pintu ruang musik, dia langsung mendapati sesosok lelaki yang tak lain adalah Devin berada di sana. Lelaki itu duduk dengan sebuah piano di depannya. Lelaki itu tersenyum ketika melihat Leta dia ambang pintu ruang musik. Detik berikutnya Devin mulai menekan tuts piano.

River flows in you, itu adalah lagu yang sedang Devin mainkan. Jari-jari lentik lelaki itu dengan indahnya menari di atas tuts piano. Sejenak, Leta ikut terhanyut ke dalam permainan piano Devin.

Entah mengapa, mendengar lagu itu membuat sedih menghampiri dirinya? atau perasaan apalah itu, intinya dia sangat terbawa oleh permainan piano Devin.

Leta mengarahkan kakinya untuk lebih mendekat ke arah Devin. Hal lain yang baru diketahui oleh Leta pada diri lelaki itu, Devin sangatlah pandai bermain alat musik yang bernama piano. Leta yang sangat terbawa dengan permainan Devin sampai tak sadar jika lelaki itu menyudahi permainanya.

"Heyy," ucap Devin menjetikkan jarinya di hadapan Leta. Gadis itu langsung mendapatkan kesadarannya kembali.

"Kenapa? Gue jago yah main pianonya? Jelas dong, Devin gituloh," ucap Devin dengan gaya sombongnya. Leta hanya terkekeh mendengar itu, ingin menyangkal tetapi apa yang diucapkan lelaki itu adalah kenyataan.

"Iya bagus." Devin langsung mengembangkan senyumnya ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulut Leta.

"Jadi, udah mau jadi pacar gue?"

"Heh?!"








Tbc...

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang