Bab 38

6K 350 4
                                    

Cello POV

"Udah selesai galaunya dong semalem?"

Gue hanya bisa melirik Wilson jengah. Sialan dia! Ternyata diam-diam dia, Kak Marsha, Edward, Lita, BAHKAN Om Tommy udah tau tentang isi amplop yang dikasih ke gue.

Ck!

"Jangan ngambekan gitu Cel... Yang penting kan semua berakhir bahagia. Mama pergi dengan tenang, dia udah minta maaf sama kamu, merestui kamu dengan siapapun pilihan kamu, bahkan Mama kasih cincin turun temurun di keluarga kita! Hei, seneng dikit dong mukanya!" Tegur Kak Marsha.

Huh, gue juga maunya seneng. Awalnya juga gue seneng karena semalem gue sama Cella akhirnya punya suatu status. Pacaran! Tapi ga gue kira semua orang tau sebelum gue sempet kasih tau!

"Tapi semalem lu ga ngapa-ngapain sama Cella kan?" Tanya Edward penasaran, bahkan Lita sampai menajamkan pendengarannya.

"Maksud lu apaan sih! Gue ga ngapa-ngapain!"

"Mana mungkin ga ngapa-ngapain?! Lu berduaan di kamar sama Cella yang bahkan sampai jam delapan gini belum bangun! Pasti lu apa-apain, iya kan?!" Lita angkat suara dan nyaris ingin melompat menghajar gue.

Untung ada Edward yang menahan dengan sigap!

"Gue ga apa-apain!"

Serius! Gue langsung balik ke kamar setelah semua drama luar biasa, itu juga demi menghindari semua hal yang engga-engga. Cella belum tersentuh!

"Awas lu kalau Cella kenapa-kenapa. Lu ga akan selamat. Terutama dari Om Tommy!" Ancam Lita sambil berpura-pura menggorok leher dengan jari.

Errr... Itu ancaman yang ampuh. Dan itu juga yang membuat gue bertahan ga menyentuh Cella sama sekali tadi malam!

"Ngomong-ngomong, Om Tommy kemana? Bukannya mau sarapan bareng?" Tanya gue.

"Nganterin Ryan sekolah, lari pagi, dan....." Lita melihat jam tangannya. "Tiga.... Dua.... Satu.... Tuh pulang!"

"Selamat pagi. Maaf sarapan kalian harus tertunda." Sapa Om Tommy bertepatan dengan hitungan mundur Lita.

Bodoh! Kok gue sampai lupa kebiasaan Papanya Cella. Padahal gue pernah seminggu penuh bersama dia! Ck!

"Marcello... Bisa kita bicara sebentar?"

"Eh... Iya Om."

"Setengah jam lagi kita sarapan, dan Lit... Tolong bangunin Cella ya."

Lita mengangguk patuh dan dengan aba-aba dari tangan Om Tommy, gue mengikutinya ke halaman belakang. Gue yakin gue bakal dinilai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Matilah gue!

Apalagi kata Kak Marsha, Om Tommy udah tau tentangblamaran gue semalem!

"Jadi.... Semalam bagaimana?" Tanya Om Tommy tenang dan mengambil tempat duduk di bangku pinggir kolam.

Tuh kan?

"Mmm... Cella menolak saya." Jawab gue jujur.

Dan gue nyaris berteriak ga terima karena dia menolak gue! Berjam-jam gue mengurung diri di kamar tamu hanya karena surat dan cincin. Surat super panjang yang membuat gue bingung, sedih, senang sekaligus bersyukur. Mama memang sudah meninggal, dan dia ga mau siapapun menghadiri pemakamannya. Itu keinginan terakhirnya.

Dan satu lagi, Mama ingin gue dan Kak Marsha hidup lebih baik. Jangan pernah memikirkan seorang penjahat seperti dia. Dia tahu dia salah dan ga perlu memaafkan dia. Tapi sayangnya, gue memaafkan dia. Atas semuanya, GUE MEMAAFKAN. Lagipula, ga ada yang sempurna di dunia ini kan?

Tak lupa, di dalam amplop itu ada sebuah cincin. Mama bilang di dalam suratnya kalau cincin itu peninggalan keluarga Purnama yang berakhir di dia. Dan gue, sebagai penerusnya, harus melamar seseorang yang gue yakini untuk bersama gue seumur hidup. Yang mengenal dan juga mencintai gue. Sungguh tanggung jawab yang berat!

Tapi setelah menimbangkan semua risiko dan memberanikan diri, yang gue terima malah penolakan!

Semua orang bilang gue ga mungkin ditolak dalam presentasi dan melakukan kontrak kerja sama, tapi kenapa gue ditolak lamarannya?!

Huff... Memang sih itu dua hal yang sangat berbeda.

"Pasti dia mau pacaran dulu dan menyuruh kamu minta restu dari saya."

Gue langsung melotot menatap Om Tommy ga percaya. Bagaimana dia bisa tahu?! Ruangannya kedap suara, dan gue yakin ga ada cctv ataupun siapapun yang bisa mengintip!

"Sama seperti ibunya... Cella sama seperti mendiang istri saya." Kata Om Tommy pelan sambil menatap kolam renang.

"Maksud?"

"Dulu saya juga melamar istri saya tiba-tiba. Hahaha... Dan seperti kamu, saya ditolak mentah-mentah."

Benarkah?!

"Jujur saja, saya sama sekali ga menyukai kamu. Terlalu pekerja keras, terlalu mudah puas diri, terlalu muda. Ditambah lagi, kamu terlalu bermasalah. Kamu sama sekali ga termasuk ke dalam kriteria menantu yang saya harapkan.."

Ya ya ya. Gue juga tau itu, bahkan sebelum gue duduk berhadapan dengan Papanya Cella. Tapi gue hanya berusaha melakukan yang terbaik untuk kehidupan gue, dan gue yakin Cella adalah yang terbaik yang harus gue dapatkan!

Tuhan sudah rela repot-repot mempertemukan kami, jadi ga mungkin gue sia-siakan!

"Maaf kalau saya tid-..."

"Tapi ga masalah." Potong Om Tommy cepat.

Ha?

"Cintailah Cella. Sekalipun kamu tidak lebih kaya dari saya, tidak lebih hebat dari saya, tidak lebih tampan dari saya, bahkan tidak lebih jago dalam bermain basket dari saya..."

Ini apaan sih! Masih sempat memuji diri dulu ya?!

"Tapi saya yakin kamu bisa membuat Cella bahagia. Track record kamu lebih baik dari James kan?" Tanya Om Tommy dengan senyum miring meremehkan.

Pasti gue udah diselidiki latar belakangnya. Huff... Susah ya ternyata menjadi menantu bahkan hanya sekedar untuk mendapat restu dari keluarga ini. Tapi yang jelas, semua yang ga enak akhirnya sudah terlewati dengan sukses. Iya kan?

"Jangan menyesal sudah memberikan restu Anda!" Kata gue mantap.

"Tidak akan! Karena jika itu terjadi, kamu dipastikan meninggalkan dunia ini untuk selamanya."

Ck, selalu saja dengan ancaman nyawa!

"Pacaran saja dulu. Kalian bersenang-senang dan jangan lupa bertengkar. Lalui semua dengan penuh rasa syukur dan cinta. Kabari saya jika sudah bosan dan ingin lanjut. Dan yakinkan diri kamu dulu kalau kamu udah pantas buat putri saya!"

Pasti!

"Ck! Paaaa! Kelamaan ah ngobrolnya! Cella laper tauuuu! Ayo makan! Cello... Lu juga!" Teriak Cella yang tiba-tiba muncul. Bahkan sseperti anak kecil menarik-narik tangan Om Tommy.

"Ga malu sama pacar kamu?" Ledek Om Tommy.

"Ishhh... Apaan sih Pa. Apanya yang pacar?!"

Maksud Cella apa? Dia lupa semalem hah?

"Jadi.... Dia bukan pacar kamu?"

"Emang sih dia ganteng dan pinter. Cuma masih kurangggg!"

What?!

"Mmm... Kalau dia bisa ngalahin Papa main basket dan jadi CEO lebih keren dari Papa, boleh dipertimbangkan. Selama belum, ga dehhh...." Lanjut Cella sambil menarik Om Tommy pergi. Sebelum benar-benar menghilang ke dalam rumah, Cella meleletkan lidahnya ke arah gue.

Cella! Awas yaaaa!

Marcella & MarcelloWhere stories live. Discover now