Sembilan belas

87 9 7
                                    

Satu malam telah berlalu bersama dengan mimpi aneh yang sering menghampiri, entah hanya sebagai bunga tidur atau memori dari aktivitas sehari-hari yang masih terjebak di dalam pikiran.

Matahari mulai terbit dari ufuk timur, menggantikan posisi bulan untuk menghiasi langit kota Tokyo.

Sinar emas membuat korden serasa menyala, membawa suhu yang terkesan agak panas. Mereka pun bekerja sama menjalankan tugas mengusik ketenangan seorang pria yang terkesan malas karena masih tertidur pulas saat 'jam produktif'.

Kira-kira seperti itulah tanggapan orang jika tidak mengetahui apa yang selalu di sembunyikan di balik senyum lebar ranum merah muda tebal.

Mata mengerjap merasakan tusukan dari cahaya ruangan, butuh beberapa saat untuk membuat netra akrab dengan suasana sekitar.

Pandangan mengedari ruangan, "Dimana ini?"

Punggung ia tegakkan, saat nyawa sudah berkumpul kembali ke dalam raga, Takahiro dengan pikiran kacau menyibak selimut di atas tubuhnya.

Mata almond melebar mendapati dagingnya tak terbungkus kain yang ia kenal.

Aroma tidak sedap seketika menusuk indra, membuat jemari tak tahan untuk tidak menekan hidung.

Takahiro beranjak dari ranjang dengan gila menghampiri cermin besar di sudut ruangan. Memandang pantulan diri sendiri dengan gila pula. Membuka kancing satu persatu sambil sesekali memiringkan kepala. Ke kanan, ke kiri. Menunduk, tak percaya oleh biasan cermin, maka ia memastikan dengan mata kepalanya sendiri. Berbalik, melihat punggung dengan tulang menonjol di sepanjang pinggang. Bahkan menurunkan celana.

Udara yang tertahan di paru-paru terhembus dengan lega saat ia sama sekali tidak mendapat sesuatu atau mungkin jejak yang aneh di tubuhnya. Celana boxer yang ia kenakan pun masih celananya sendiri, hanya di tambah kan celana lain untuk menutupi paha. Padahal dia jelas terbangun dengan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuh.

Betapa lucunya orang yang membawanya ke tempat asing ini.

Tetapi saat sudah bisa bernapas dengan lega, ada sesuatu yang menganggu hidungnya. Bau aneh, yang ternyata berasal dari dirinya sendiri.

Di kepalanya yang pusing Takahiro mencoba mengingat kejadian semalam. Memesan minuman, menghabiskan beberapa botol—tidak mau repot-repot menghitung karena minuman itu akan ia bayar dengan 'tenaga'.

Tungkai di seret mengelilingi ruangan. Menghampiri pintu kokoh yang semoga saja tidak terkunci.

"Ah sial" Sepertinya Takahiro mengalami keberuntungan yang buruk akhir-akhir ini.

Teringat sesuatu, dengan cepat ia mencari ke seluruh kamar orang asing ini. Ponsel yang sejak kemarin terlupakan.

Tanpa perjuangan lebih, satu-satunya benda yang di kenal berada di atas meja belajar. Apakah orang asing ini masih seorang pelajar? Atau hanya seorang workaholic? Tapi pikiran kedua tidak mungkin, karena tidak adanya tumpukan dokumen atau perangkat komputer. Tetapi siapa yang tahu, ada kemungkinan juga bahwa ada ruangan lain khusus untuk menumpuk benda berupa dokumen kantor atau yang lain.

Saat ponsel berpindah ke tangan, sebuah goresan pena dan sayatan benda tajam yang sebelumnya tertutup kini terlihat.

Mengambil sikap tak acuh, Taka tidak perlu memperhatikan detail kecil semacam itu.

Sungguh tidak berarti.

Umpatan lembut lolos dari bibir. Jika ini tempat yang ia kenal sebelumnya, berbicara lebih lantang tidak masalah, tetapi untuk berjaga-jaga jika 'penculik' ini marah dan membunuhnya sekarang juga. Lebih baik membuat suara halus dan tutur kata yang baik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 23, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

romeo dan julietWhere stories live. Discover now