Enam

66 10 6
                                    

8 tahun kemudian...

*

*

...

Kembali ke rutinitas membosankan seperti setiap hari yang dia jalani.

Di dalam sebuah ruangan mini, agak luas sebenarnya jika tidak ada rak yang penuh akan dokumen dan tumpukan kertas memualkan di atas nakas yang berada di samping perangkat komputer.

Pemandangan bunga kertas yang berdiri ponggah di pojok ruangan serta mini sofa berkulit krem seolah mencemooh si pemilik ruangan karena begitu lemah hingga tidak bisa mengangkat bokong dari kursi, pun tidak bisa berpisah dari perangkat komputer, walau sinar radiasinya bisa menurunkan fungsi penglihatan dalam jangka panjang.

Seorang pria masih senantiasa menggerakkan 10 jarinya di atas keyboard. Sirine tengah hari yang menjadi penanda jam makan siang di abaikan. Berpikir sebentar lagi, mungkin 5 menit setelah ini dia akan beranjak dan memakan sesuatu di kantin. Tapi apakah kau tahu, bahwa jika dia sedang keasikan bisa lupa waktu?

Tok, tok

Membuang napas, merasa ada yang mengusik ketenangannya "Masuk" sahutnya malas.

Tanpa jeda, daun pintu terbuka. Menampilkan rentetan gigi rapi di wajahnya yang berseri seri. Memang seperti itu lah dia di lahirkan, di anugerahi wajah ceria, tidak seperti manusia di dalam ruangan "Toru chan, kau tidak makan lagi?" mencoba berbasa basi, walau dia sudah paham jika Toru hampir setiap hari membawa sebungkus roti dan air mineral yang dia letakkan di bawah nakas.

Tak mengindahkan pertanyaaan pria yang mempunyai sedikit janggut, ia tetap bersikap sok sibuk dengan perangkat nya.

Di abaikan oleh Toru adalah hal biasa, dia memang orangnya seperti itu. Tetapi tetap saja, walau pun menyebalkan Toru itu orang yang baik. Begitu pendapat nya.

Jika sofa adalah magnet, maka punggung orang itu adalah besi.

"Ne Toru, nanti malam kau datang kan?" tanya nya lagi sambil mengeluarkan sebuah roti dari kantung.

Masih menetap kan atensi pada layar datar "Kemana?"

Bungkus roti yang mengembang di tekan dengan kuat oleh kedua tangan, hingga lipatannya sobek dan menimbulkan suara ledakan. Seringaian bangga terukir jelas di bibir merah muda. Di tanggapi dengusan aneh oleh orang yang bernama lengkap Yamashita Toru.

Memasukkan potongan roti ke dalam mulut "Kaoo upa kao nti mlam da sta Ohei"

"Bisakah kau menelan dulu makanan mu?" pada akhirnya Toru meninggalkan perhatiannya pada PC dan menatap lurus ke arah sumber suara yang membuatnya menahan napas karena tak suka "Itu sama sekali tidak sopan Ryota Kohama!" penekanan di berikan kala ia menyebut nama lengkap lawan bicara.

Ryota menahan tawanya, hingga tersedak saat akan menelan remahan roti di mulut. Tenggorokan terasa terbakar, air mata hampir jatuh dari sudut. Dengan cepat ia meraih botol air mineral mini, untung saja dia sudah menyiapkan air. Jika tidak dia akan mati dan itu tidak lucu, mati karena tersedak roti?

"Maaf" salah satu tangannya memegang perut menahan kram karena gelak tawa dan makanan maut .

Toru mendecah sambil memutar bola mata malas. Merasa cacing di perut meminta jatahnya, dia mengambil roti dan air di kolong nakas.

"Nanti malam pesta bujangan Shohei, apa kau lupa?"

Pesta bujangan yang di maksud adalah tradisi aneh Toru dan teman temannya. Saat akan ada yang menikah, maka mereka akan berkumpul di bar. Menghabiskan waktu untuk bercanda, dan tentu saja minum.

Toru sedikit tertawa geli "Kita semua tahu kalau Shohei sudah mempunyai pasangan, bahkan dia sudah mempunyai anak. Jadi untuk apa kita merayakannya?"

"Hee, mulut mu pedas seperti biasanya Toru chan"

"..."

"Kau tidak boleh seperti itu, dia akan berubah status setelah ini" tampiknya sambil meremat bungkus bekas roti, kemudian dia melemparnya ke tempat sampah. Bak pebasket professional, jika tembakannya tidak meleset.

Toru melotot karena ulah Ryota.

"Ini bukan tentang dia punya pasangan atau berubah status Toru chan" Ryota bangkit dari sofa, menyeret tungkainya untuk memungut apa yang baru saja dia buang. Sebelum Toru mencucinya dengan caci maki "Ini tentang ikatan persahabatan kita"

"..."

Setelah selesai dengan urusan sampah, Ryota berjalan ke arah pintu. Tangan dia ulurkan untuk meraih knop pintu "Ingat, bar Tomoya jam delapan tepat" tangan yang lain terangkat, tanda ucapan sampai jumpa.

Mendengar penuturan Ryota, entah mengapa Toru kehilangan selera makannya. Roti yang baru di makan satu suap, dia buang ke tempat sampah.

Dalam hati, ada sesuatu yang terasa janggal. Namun dia sendiri tidak terlalu mengerti apa itu. Dan juga, dia lebih memilih mengabaikan nya hingga tenggelam di sela sela kesibukan.

><

><

Perut mengembang kala terisi penuh oleh oksigen, dan mengempis saat paru paru melepaskannya.

Ribuan manusia berlalu lalang mencari tujuannya sendiri.

Suara lembut seorang wanita dari announcers menambah kebisingan selain dari mulut manusia, maupun mesin.

Sepasang netra malam yang indah memindai setiap jengkal dari tempat ini. Jantung berdendang karena merasa bahwa ini seperti mimpi.

Rasa mual akibat jet lag sirna seketika saat sepasang kaki kembali menginjak tanah kelahiran.

Tubuh yang di balut jaket hoodie hitam oversize, serta topi yang pula berwarna hitam melindungi keringat agar tak bebas terekspos.

"Taka" teriakan seorang wanita membuat sang pemilik nama menoleh.

Wanita bertubuh mungil dengan pakaian serba pink ter-engah engah seperti baru saja menyelesaikan marathon musim panas.

Sudut bibir terangkat hingga membentuk senyum sumringah, merasa tidak mempunyai rasa bersalah.

"Aku mencarimu kemana mana"

"Sudah ku bilang, aku akan menunggu di dekat loket" ucapnya tanpa berpikir.

Wanita, ah terlalu tua, sebut saja gadis, karena dia berusia jauh di bawah Taka "Tch, aku kan tidak pernah ke tempat ini"

Mengabaikan keluh kesah orang yang mengikutinya, Taka melangkahkan kaki membawa 2 koper raksasa. Salah satu berwarna merah, dan satunya berwarna hitam.

"Ayo cepat, atau aku kan meninggalkan mu"



Bersambung

Aku nyicil pelan pelan ya 😸




romeo dan julietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang