Dua

124 15 4
                                    

Jaman telah berubah.

Peradaban semakin berkembang.

Sejarah telah terkubur, apalagi kejadian yang belum tentu benar adanya. Tentu kejadian seperti perang dunia ke 2 lebih di kenang karena memang ada bukti nyata.

Generasi baru terus tumbuh, ingatan perlahan menghilang. Tetapi tidak untuk mukjizat yang melekat pada satu garis keturunan tertentu. Dan hanya menunggu waktu untuk di ungkap kebenarannya.

_._._._

Pemuda berusia 22 tahun berlari dengan tergesa gesa saat menaiki tangga sebuah rumah susun yang terletak tidak jauh dari sebuah universitas besar di sudut kota Tokyo.

Pemuda yang berjenis kelamin laki laki tersebut berteriak, suaranya melengking hingga mengusik ketenangan penghuni rusun di pagi hari. Beruntung hari ini adalah dari kerja, anggap saja suara itu sebagai alarm pagi hari "Toru san" sambil menggedor pintu bertuliskan angka 59 tanpa menunggu jawaban dari si pemilik, dia mengeluarkan kunci cadangan dan terbukalah sekat penghubung antara ruangan dan lorong yang menghadap langsung ke alam bebas.

Memang 2 anak yang sangat akrab. Sejak mengenal di bangku sekolah menengah atas, di tambah tempat duduk yang berdekatan, kegemaran yang sama, membuat mereka seperti anak kembar jika tinggi mereka sama.

Pria yang lebih tinggi gemar bermain gitar, sedang pria yang semoga saja dia tidak marah di sebut pendek memiliki suara emas.

Di tambah mengenal 2 anak lagi yang juga menyukai dan bisa sedikit memainkan alat musik.

Mereka adalah band tersohor pada masanya. Karena selalu tampil di acara live musik setiap malam minggu di alun alun.

Senyum cerah terukir di masing masing kepala, bercita cita menjadi sebuah band terkenal adalah hal yang mereka pikirkan. Namun manusia hanya bisa berencana, takdir ada di tangan Tuhan. Atau lebih tepatnya, profesi yang kau inginkan berada di tangan orang tua.

Beralaskan menjadi pewaris, atau sebuah band tidak bisa menjamin kehidupan di masa depan, mereka akhirnya memutuskan jalan hidup masing masing. Tetapi ikatan mereka tidak akan pernah terputus, mereka tidak akan membiarkan itu terjadi.

Menghela napas, saat melihat pemilik rusun masih tertidur dengan nyaman di atas ranjang.

"Toru san"

Geram menutupi cerahnya wajah pemuda ini di pagi hari. Dengan tak sabar ia menarik paksa selimut yang menutupi seluruh tubuh 'Toru san' sambil terus meneriakan nama "Toru san"

'Toru san' menggeliat, matanya masih terpejam. Lengan memeluk guling semakin erat, mengambil posisi lebih nyaman untuk kembali merajut mimpi.

"Toru san, kita bisa terlambat di upacara kelulusan"

"Mnnnn"

"Cepatlah bangun, aku akan memasak"

Mendengar kata 'memasak' membuat si pemuda yang masih tertidur sontak membuka mata. Memang masakan sahabatnya itu sangat lezat, maklumlah dia terbiasa mengolah makanan sejak sekolah dasar. Selain karena Ayahnya yang mengajarinya, dia tidak memiliki Ibu. Tidak terlalu jelas apakah sang Ibu meninggal atau pergi meninggalkan mereka saat masih kecil. Dia tidak suka jika membahas Ibunya, dan membahas itu juga membuat 'Toru san' tidak enak.

Tetapi 'Toru san' cukup mengerti apa yang di rasakan pria kecil yang kini sibuk memotong lobak dan wortel, karena 'Toru san' terkahir bersama dengan Ibunya saat masih sekolah menengah, setelah itu 'Ibu' pergi bekerja di luar negeri. Tentu saja jarang pulang, dan saat pulang pun 'Toru san' lebih memilih menghabiskan waktu di luar rumah bersama dengan ke 3 teman yang dia anggap seperti keluarga sendiri.

Seorang laki laki tidak pernah berlama lama di dalam kamar mandi.

Selesai bersiap siap, dia berjalan menghampiri orang yang sedang memasak di balik sekat "Ohayou" sapanya.

"Ohayou"

Pria itu menuangkan sup ke dalam mangkok, dan menyajikan bersama dengan nasi yang juga baru saja matang tak lupa omelette yang menjadi menu paten saat sarapan. Karena kau tahu lah, penghuni rusun yang masih mahasiswa tidak akan mau repot repot memasak sesuatu yang rumit. Dan telur menjadi pilihan utama setelah mie instan.

Aroma gurih membuat perut berbunyi, meminta agar segera di isi oleh makanan yang tersaji "Itadakimasu" ucapnya lalu menyesap kuah sup yang masih mengepulkan asap.

Gurih, manis, sedikit asam. Cita rasa yang sempurna. Dia selalu memuji masakan itu, karena hanya itu yang bisa dia makan untuk sekarang.

"Ini enak"

Pemuda di seberang meja mendengus "Kapan aku memasak tidak enak?"

Bibir tipis yang basah karena kuah sup melengkung "Kau tidak sarapan?" basa basi Toru karena hanya tersaji 1 porsi menu sarapan.

Pemuda di seberang mengangkat kotak susu uht bercita rasa strawberry yang menjadi kegemarannya. Selain mungil, pria ini memang sangat menyukai strawberry juga olahannya, dan itu semakin membuat Toru gemas.

"Aku sudah sarapan di rumah"

Sambil terus memasukkan makanan ke dalam mulut, alis Toru berkerut seakan bertanya, namun dia tidak ingin terlalu mencampuri urusan orang lain. Dia tidak mau di cap lancang atau sok pahlawan, mungkin yang lebih buruk 'pahlawan kesiangan'

Hanya dengan berjalan selama kurang lebih 10 menit, mereka tiba di lapangan kampus. Di sana sudah ada lautan manusia, dan yang paling menarik perhatian adalah pria dengan rambut panjang menutupi leher, dan pria bersurai ungu pudar.

"Selamat atas kelulusan kalian" teriak pria bersurai ungu pudar, dia sangat bahagia. Tetapi dia harus menunggu tahun depan untuk menyusul teman temannya yang sudah lulus terlebih dahulu.

"Kau kapan?" canda si pria pendek.

"Tahun depan, dan itu tandanya kau sudah tua" bela laki laki yang berusia lebih muda.

"Sudahlah Taka, Ryota ini hari bahagia. Jangan bertengkar terus, aku pusing"

Plak

Sebuah tamparan mendarat di kepala pria yang baru saja melerai.

"Itaiii" teriak pria itu sambil meringis kesakitan.

"Aku akan merindukan memukul kepala mu Tomoya" ucap pria pendek tanpa rasa bersalah.

Ryota pun melakukan hal yang sama, memang membully Tomoya sudah menjadi tradisi.

'Toru san' menggeleng melihat 3 sahabatnya yang berkelakuan seperti anak kecil "Ayo Taka, Tomo" suara itu menginterupsi "Ryota, kami tinggal sebentar"

Ryota yang di tinggal sendirian melambaikan tangan, bibirnya terus mengulas senyum.

Toru, Taka, Tomoya diam diam menyelinap pergi walau acara masih belum selesai. Mereka bertiga mengendap endap menghampiri Ryota yang duduk di tepi lapangan.

Tanpa menjelaskan atau bertanya mereka membawa Ryota menjauh dari keramaian.

"Malam ini kita rayakan dengan minum" saran dari pria berambut ikal panjang.

"Toru san yang traktir" sahut Taka.

Yang di sebut namanya hanya bisa membulat kan mata lebar.

"Setuju" ucap mereka serempak.

Bersambung...

Dah segitu dulu










romeo dan julietWhere stories live. Discover now