Delapan Belas

58 8 2
                                    

"Toru, aku tidak tahu kau begitu brengsek!"

Rasa panas menjalari sekujur pipi di lengkapi cap lima jari yang mengotori kulit seputih giok. Aimer benar-benar marah.

Dengungan musik disko tak lagi mengundang puluhan insan untuk menari, melainkan suguhan sebuah perdebatan menjadi tontonan tabu nan gratis untuk sekedar mereka yang beruntung malam itu.

"Bagaimana kami bisa percaya padamu?" Vokal agak cempreng berhasil membungkam mulut-mulut yang tak berenti mengabsen seluruh penghuni kebun binatang Tokyo.

"Apa kau baru mengenalku satu jam yang lalu?" Suara berat tak sedikit pun menunjukkan keraguan, maupun mata sayunya menatap si lawan bicara seperti seekor ular yang di suguhi bayi tikus yang baru lahir.

Semua orang terdiam. Lidah begitu kaku, tubuh terasa seberat batu. Hanya mata yang tak kehilangan fungsinya untuk menatap lekat penuh ketidaksukaan saat putra tunggal Yamashita membawa putra sulung Moriuchi. Memapahnya tanpa kesusahan, betapa hebatnya pria ini atau keadaan kepepet meningkatkan kekuatan fisiknya sebesar 76%?

~.~

~.~

Mobil yang ia lajukan hanya memakan waktu kurang dari 20menit untuk sampai ke sebuah gedung apartment elit. Tentu tidak mungkin membawa tuan muda Moriuchi pulang ke kediamannya dalam keadaan hangover, juga tempat ini lebih dekat dari lokasi kejadian (bar Tomoya).

Toru Yamashita menggendong pria lebih kecil tersebut bagai kura-kura ninja yang hendak melaksanakan tugas. Beban tak seberapa yang lama-kelamaan berat tak menyusutkan langkah sepasang kaki jenjang menyusuri koridor setelah keluar dari eskalator.

Kedua sudut bibir tipis di tarik ala kadarnya saat berjumpa tetangga yang ia kenal, mengingat waktu masih belum terlalu larut.

"Ah, tidak apa-apa. Hanya banyakan minum." lelah lidah menuturkan kata yang sama. Tidak menjawab adalah tidak mungkin, karena dia seorang keturunan dari pasang orang tua 'yang mempunyai nama'.

"Nghhh."

"Iya, sebentar lagi kita sampai. Itu sudah terlihat." walau kemungkinan Taka tidak mendengar apa yang ia tuturkan, tetapi tidak masalah. Dia hanya ingin berbicara kepada teman lama.

Setelah menggesek sebuah kartu serta menekan beberapa tombol, pintu pun terbuka di ikuti lampu otomatis yang langsung menyala. Perjalanan pun tak berhenti di situ, dia harus menaiki beberapa anak tangga karena kamarlah tujuan utama.

Toru menidurkan pria tak sadar tersebut ke atas ranjang. Gerakannya begitu lembut seperti seorang ibu berpengalaman yang meletakkan bayinya setelah berjam-jam ketiduran di gendongan karena kelelahan menangis.

Toru menatap sekilas pakaian yang Taka kenakan. Basah, bahkan basahnya menembus baju yang Toru kenakan hingga punggung terasa lembab. Membuatnya tak nyaman.

Jika hanya basah sedikit saja membuat risih, apalagi hampir kuyup? Selain aroma tak sedap dari alkohol dan sisa muntahan pakaian lembab sungguh tak baik jika terlalu lama menempel. Harus segera di ganti!

Toru mulanya ragu-ragu saat akan melepaskan sandang yang Taka kenakan. Namun, pikiran aneh yang hendak mampir ke otak normalnya segera di tolak. Persetan dengan amukan Taka saat sadar nanti mendapati dirinya sudah berganti baju. Yang terpenting sekarang Taka harus di berikan perawatan yang tepat.

Mengganti pakaian saja sudah lebih dari cukup. Pria yang memiliki tanda tanda akan tumbuhnya kantong mata pun tak berani menyeka tubuh manusia tak sadar yang sesekali mengigau ini. Dia tidak mau melakukan hal yang kurang ajar. Lebih tepatnya, dia tidak mau di benci oleh Takahiro, walau mungkin sudah terlambat. Tetapi, berharap tidak ada salahnya kan?

Setelah mengganti pakainnya sendiri, Toru turut bergabung dengan pria bersurai jelaga. Duduk tepat di sampingnya. Lengan terulur menarik selimut hingga batas dada, menjaga agar tubuh kecil tetap hangat.

Tidak tahan melihat wajah tenang Takahiro, jemari lentik menyingkirkan anak rambut dari dahi "Nee Taka, kenapa kau sampai seperti ini?"

"Aku tahu kau memiliki toleransi tinggi kepada cairan pemabuk itu" Sedikit terkekeh, mengingat betapa payah dirinya "Tidak seperti ku, yang akan langsung pingsan dengan hanya seteguk anggur."

Angka dari jam digital berganti, "Hei Taka, kau tahu gadis Chen itu?" Toru lantas membaringkan tubuhnya, netra hitam menyapu langit-langit mencari jawaban atas pertanyaaannya sendiri. Napas halus terdengar sangat nyaring di ruangan kelewat sepi.

Menyerah karena Taka tak kunjung menjawab, dan itu hal bagus yang sudah Toru tahu "Dia menyukaimu." Hening cukup lama hingga kata selanjutnya terucap "Sebagai seorang laki-laki, bukan sebagai seorangm kakak yang selama ini kau pikirkan."

Menghela napas panjang, memiringkan tubuh untuk enikmati pemandangan Takahiro dari samping "Menurut mu kenapa dia mau repot-repot mengikutimu sampai Jepang saat dia mendapat banyak tawaran 'job', dia juga mendapat tawaran menyanyikan ost sebuah drama kolosal China yang akan tayang tahun depan. Dia menundanya, beruntung sekali produser di sana mau menunggu. Tidak seperti di Jepang"

"Menurut mu kenapa juga dia berkata bahwa menyukaiku, seorang pria asing yang baru dia lihat sekilas di kegelapan malam. Mengapa dia mau repot-repot menemuiku padahal dia tidak terlalu suka kepada orang asing? Dia tidak suka orang asing tetapi mengapa sangat dekat, cepat akrab dengan Ai?"

"Itu semua dia lakukan karena ingin membuatmu cemburu, mungkin sebuah tes. Dia juga ingin akrab dengan teman-teman mu, dia ingin di terima di sini. Dan kau tahu? Dia sadar mempunyai rasa yang berbeda padamu sudah sejak lama, sejak ibunya meninggal. Dia tidak mengatakan apa pun karena takut kau menjauh, karena..."

Kata-kata yang terpotong di sambung oleh lelehan bening dari retina yang memerah "Karena kau selalu..."

"...selalu"

"...selalu menyukaiku"

"Dia juga bilang, daripada menyukai seorang pria ini sedikit berbeda. Takahiro Moriuchi 'er hanya menyukai Toru Yamashita."

Mata Toru tetap terkunci pada bingkai almond yang terpejam, sebuah raut wajah damai yang menyembunyikan kelelahan fisik dan mental. Tidak terbayangkan oleh Toru apa yang di alami pria ini di negara sana. Apakah bahagia, apakah sengsara? Saat jarak sejauh itu, saat komunikasi tak lagi terjalin, pikirnya adalah Taka seorang kriminal asmara yang mencampakan perasaan Toru Yamashita.

Cinta monyet?

Iya, ini hanya rasa cinta egois yang timbul dari rasa sayang dan nyaman kepada Takahiro karena sehari-hari mereka sering bersama. Jika Taka juga memiliki rasa yang sama, maka rasa itu akan pudar begitu saja saat tak lagi bersama. Tetapi begitu mendengar cerita seorang Sherly Chen, gadis yang hidup sebagai keluarga, sangat dekat dengan Taka, mengisi posisi Toru Yamashita kala itu. Taka, Takahiro Moriuchi perasaannya tidak berubah mungkin bertambah besar di pupuk oleh rindu.

Air mata semakin deras, apa yang selama ini Toru lakukan? Mengapa dia memilih berpacaran dengan wanita lain? Berpacaran dengan pria pun pernah, tetapi dari mereka semua Toru hanya butuh sebuah status, tidak lebih. Toru tak ingin dan tak mau di sentuh. Kenapa dia bisa seperti itu?

"Ah, jika Chen tahu aku memberitahukan ceritanya padamu dia pasti akan membunuhku dengan cara menusukan jarum akupuntur ke titik vitalku. Itu yang dia katakan."

Toru lantas menarik mundur dirinya, bangkit dari ranjang setelah mengucapkan "Selamat malam Taka." Toru akan tidur di sofa ruang tamu malam ini. Membiarkan Taka mendapat waktu yang berkwalitas untuk istirahat.


Bersambung...

Hu hu hu, maaf ya kalo chapternya pendek (lagi) atau gabisa double update walau sudah hiatus lama 😭
Vio kangen kalian, kangen membaca, kangen produktip
Tapi rl belum mengijinkan ueueue

Jangan sungkan berkomentar ya bestie 😊


romeo dan julietWhere stories live. Discover now