23. Love poem

165 10 1
                                    

23. Love poem

No matter how far i go from home, i will always miss my sweet home.

-Annα

[Now Playing]

No Problem - Dvwn

03:25 ━━━━⬤─────── 04:22

↺ << ll >> ⋮≡

***

Jeno langsung mengabari Anna setibanya di Korea. Dia selalu mengingat Anna yang berteriak mencintainya sepanjang perjalanan.

"Oppa Nado Saranghae!" kalimat itu seperti kaset rusak yang terus berputar di kepalanya. Setelah kejadian tadi Jeno makin merindukan suara lembut gadis cantik keluaran limited edition asal Indonesia itu.

Baru saja dia menekan ava telepon ke nomor Anna, hanya dalam 2 detik anak itu langsung mengangkat teleponnya. Apa dia tidak tidur?
"Jen? Udah sampe?" Suara itu membuat bibir Jeno yang baru saja ingin membuka suara menjadi terkatup. "Udah, baru aja" Jawab lelaki jangkung dengan kacamata yang masih bertengger di hidungnya itu. Dia Lee Jeno, anak tunggal keluarga Lee dan kebanggaan Papanya tentu saja.

"Udwah mwakan? Akwu Laggwih Makwan nasgwor, mau gak?" Suara Anna terdengar seperti sedang mengunyah sesuatu. Jika menggunakan headset mungkin akan terdengar seperti Asmr nasi goreng.

Tunggu jam berapa sekarang? Jeno mengaktifkan jam otomatis waktu setempat di hpnya. Jika di Seoul masih jam 16.04 berarti disana sekarang jam 02.04 dini hari. Astaga, sudah larut dan Anna masih memakan nasi gorengnya?

"Sudah malam, kenapa gak tidur?" Interupsi Jeno yang selalu memarahi Anna jika anak itu tidur larut atau ketahuan sedang scrool ig tengah malam.

"Laper, drakor kemaren juga belum selesai marathon sisa 3 episode lagi nanggung, hehe ... "

Samar terdengar suara orang Korea saling memaki dari tv yang disetel Anna. "Besok sekolah, tidur sana. Nonton drakornya besok lagi" Jeno melangkah menuju mobil hitam yang sudah menunggunya daritadi. Sang sopir terus melambaikan tangan hingga akhirnya Jeno sadar bahwa itu sopirnya yang dikirim Tuan Lee untuk menjemputnya. Ah ya, Papanya.

Lihat? Bahkan Jeno hampir melupakan Papanya yang sedang kritis di rumah sakit, hampir saja melupakan apa alasannya terbang jauh hingga kesini. Wajah Jeno kembali murung mengingat apa yang akan terjadi nanti.

Kekhawatirannya bukan tentang Papanya yang sekarat di rumah sakit mungkin ia khawatir, tapi hanya sedikit dibanding ke khawatirannya soal apa yang akan terjadi selanjutnya.

Jeno segera masuk ke mobil sambil terus menempelkan hp di telinganya. Masih belum mendengar jawaban Anna, Apa anak itu tertidur? Padahal tadi dia sedang lahap makan nasi goreng.

Setelah Jeno memastikan Anna benar-benar tertidur karena hanya terdengar suara nafas teratur, dia mematikan sambungannya dan menatap Jalanan Seoul yang membuatnya merindukan sesuatu—atau seseorang?—disini.

Tak lama setelah mobil berjalan dengan kecepatan rata-rata. Mereka sampai di rumah sakit Hanguk, kamar VIP I yang dulu pernah ia kunjungi beberapa kali untuk menjenguk Papanya. Pemandangan pertama depan ruang VIP I yang mengejutkan, bahkan pamannya—Lee Sung si— yang sudah lama berseteru dengan Papanya ada disini sedang mengobrol bersama bibi Ma-ri adik perempuannya.

Dulu pernah ada perdebatan tentang hak waris kakek yang membuat sedikit, ralat. Banyak perpecahan yang terjadi diantara papanya dan paman Sung si. Bibi Ma-ri tidak memihak siapapun, dulu suaminya kaya jadi tidak terlalu mementingkan masalah warisan itu. Lalu ada apa gerangan mereka berdua kemari? Menunggu Papa Jeno mati lalu merebut kembali haknya?

"Yaa! Keponakan! Sudah lama tidak bertemu. Apa kabar? Paman sangat merindukanmu!" Sapaan dari Sung si membuat Jeno tersenyum kecut dan terpaksa menjawab sapaan itu untuk menghormati pamannya. "Kabarku baik, bagaimana dengan paman dan bibi?"

Bibi Ma-ri menyunggingkan senyuman psikopatnya "Baik tentu saja. Sudah lama tidak ketemu ya?" Lihatlah mereka, keadaan Papa Jeno sedang kritis tapi masih bisa tersenyum selebar itu? "Mau apa kalian kesini?" Tanya Jeno to the point tidak ibgin berbasa-basi lagi.

Berada disini saja sudah sangat memuakkan baginya. Bau obat yang menusuk kuat hidungnya membuat kepalanya sakit dan sedikit pusing. Ditambah lagi dengan paman dan bibinya yang sangat mencurigakan dengan tiba-tiba ada disini. Belum lagi apa yang dari tadi Jeno pikirkan dari tadi.

"Apa maksudmu? Tentu saja menjenguk kakak tertua kami" Jawab sang bibi santai sambil masih terus tersenyum di akhir kalimatnya. "Papamu sudah sadar, dia ingin menemuimu katanya. Ayo masuk!" Sung si merangkul keponakan semata wayangnya itu menggiring Jeno masuk ke dalam. Ini dia, mimpi burukmu akan dimulai. Lee Jeno.

Seorang pria tua terbaring di ranjang rumah sakit dengan berbagai alat medis melekat di tubuhnya. Tersadar akan keadaan Jeno dia tersenyum kecil. Pamannya kembali keluar setelah membantu Tuan Lee duduk, dan membiarkan hanya tersisa mereka berdua di dalam ruangan. Jeno menutup matanya sebentar mempersiapkan jawaban yang bersarang di pikirannya sedari tadi.

"Jeno anakku, aku punya satu permintaan sebelum aku meninggalkan dunia untuk selama-lamanya ..." Ujar Papanya dengan suara bergetar lemah khas orang sakit.

"Papa—"

"Tolong dengarkan dulu aku hingga aku selesai bicara"

"Aku ingin kamu menikah dengan Yubi secepatnya. Sebelum aku pergi"

"Papa aku—"

"Permintaan terakhirku, Lee Jeno-ssi!"

***

Bonus Foto Anna Girlfriendable :

Jangan lupa vote ya sayang-sayangnya lala <3

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa vote ya sayang-sayangnya lala <3

┏━━━✦❘༻༺❘✦━━━┓

Jangan lupa untuk vote
karena itu membuat saya
semangat melanjutkan
cerita ini terimakasih

┗━━━✦❘༻༺❘✦━━━┛

Sebuah kesalahan [End] Where stories live. Discover now