9. Menghadari atau memaki

461 21 4
                                    

9. Menghadiri atau memaki

Untuk kalian yang sedang berjuang sendirian. Tolong ingat ini, jangan memaksakan sesuatu yang sedari awal memang bukan takdirmu.

-Anna

***

[Now Playing]

Drivers lincense- Olivia Rodrigo

I know we weren't perfect but i'm never felt this way for no one.
And I just can't imagine how you could be so okay now that i'm gone?
Guess you didn't mean what's you wrote in that song 'bout me.
Cause you said forever now i drive alone past your street.

00:15 ━━━━⬤─────── 02:35
↺ << ll >> ⋮≡

***

"Dah Yon, Jen. Bye bye" pamit Anna sambil membuka pintu untuk keluar Apartemen.

"Ann-"

"Jen, bisa anter Anna gak? Gue sakit perut banget anjir gegara makanan lo itu" Ujar Leon di daun pintu kamar mandi menunggu mulesnya datang.

"Hmm. saya antar Anna dulu ya" kata Jeno sambil memakai mantelnya yang digantung dekat pintu lalu pergi mengikuti Anna.

Anna kebingungan melihat Jeno mengikutinya

"Kenapa? Ada yang ketinggalan?" ragu, Anna meraba ponsel yang ada di sakunya.

"Nggak. Saya mau antar kamu pulang" jawab Jeno sambil merampas kunci motor Anna.

Berjalan ke lift lalu turun ke basement menyalakan motor.

Membonceng Anna, entah mengapa rasanya senang sekali bagi Jeno. Terlihat dari lengkungan bibirnya yang jarang dia perlihatkan pada siapapun.

"Mampir ke kedai itu boleh?" tanya Jeno sedikit berteriak.

"Boleh!" sahut Anna.

Mereka mampir meminum teh menghilangkan sejenak pikiran mengenai kejadian tadi. Melemaskan otot yang tegang karena Leon yang tidak terkontrol karena ulah Alan. Merehatkan hati tentang cinta yang ternyata bukan.

"Na?" Jeno melirik Anna dengan seksama.

"Iya?"

"Selama kamu sahabatan sama Leon, apa gak pernah rasain sesuatu?"

"Rasain apa?" Anna mengernyit mulai memahami alur pertanyaan Jeno.

"Cinta? mungkin?" Kata Jeno sambil mengangkat bahunya.

"Karena sekarang kita sahabatan juga nih Jen. Gue jujur sama lo doang. Pernah, atau mungkin masih. Tapi kayaknya Leon nggak" jelas Anna datar.

"Anna, saya tau ini waktunya gak tepat. Atau bahkan terlalu cepat. Tapi kayanya saya jatuh cinta sama kamu" Pernyataan yang keluar dari mulut orang korea ini benar-benar membuat Anna tidak tahu harus merespon apa selain ekspresi bodoh dari raut wajahnya.

Juga dada yang tiba-tiba berdetak dua kali lebih cepat.  Tidak menyangka Jeno akan berkata seperti itu.

"K-kayanya?" Anna menetralkan detak jantungnya yang berdebar karena belum pernah ada yang menyatakan cintanya seperti itu. Bahkan Alan hanya menelpon saat menyatakan perasaannya dan berujung mereka pacaran. Menyedihkan.

Jeno membenarkan letak kacamatanya canggung. Tapi perasaannya juga belum dia pastikan benar atau tidak.

"Kalo lo belum yakin, lebih baik jangan" lanjut Anna. Jeno tampak berpikir sambil melihat ke tanah menunduk lalu menyeruput tehnya.

"Anggap saja saya tidak pernah bilang 'kayanya' gimana?" Jeno tiba-tiba menjadi yakin.

"Eung, gini aja deh. Gue kasih lo waktu buat mastiin perasaan lo seminggu dan lo yakinin gue bahwa itu nyata" Anna lalu bangkit dan berjalan menuju motornya menyalakan mesin. "Gue bisa pulang sendiri. Lo anter gue cuma mau nanya itu kan?" Anna melajukan motornya hati-hati karena licin sehabis turun salju.

Suasana hatinya tiba-tiba saja membaik. Jeno tersenyum setidaknya masih ada kesempatan untuk bersama Anna. Dia sudah benar-benar yakin bahwa Anna adalah yang dia pilih untuknya(?). Tapi tiba-tiba dia tersadar membiarkan Anna pulang sendirian.

"Bodoh" rutuknya pada diri sendiri. Jeno langsung berjalan cepat dengan sedikit berlari menuju rumah Anna. Terlihat motornya yang sudah terparkir manis di garasi membuat laki-laki yang sedang khawatir itu bernapas lega.

Dia kembali pulang dengan berjalan sambil sesekali melompat seperti anak kecil yang baru saja pulang main layangan tanpa di cari ibunya. Anna, Akhir-akhir ini pikiran Jeno selalu tertuju padanya. Selalu tentang Anna bahkan dia bisa melupakan masa lalu yang membuatnya datang ke Amerika walau susah payah.

Pulang ke Apartemen membuat Jeno sekelibat melihat Leon yang masih belum jelas apakah benar mereka bersahabat atau lebih. Membuat Jeno sedikit takut untuk kembali merasakan hangatnya kebahagiaan itu lagi.

***

Kaget? Mungkin itu yang dirasakan Leon saat mendengar pernyataan Jeno yang tiba-tiba terus terang mengenai perasaannya pada Anna. "Lo serius Jen?" Leon memastikan apa yang dia dengar tidak salah.

Jeno mengangguk pasti "Yap, tujuan saya bilang ini saya mau tanya sama kamu. Perasaan kamu ke Anna itu gimana? Bukan bermaksud bongkar rahasia Anna. Tapi dia bilang tadi, sebenarnya dia juga suka sama kamu" Jeno mengetuk-ngetuk pagar.

Mereka sedang berada di balkon Apartemen dengan secangkir teh dan kopi. "Gue sama Anna sahabatan kok Jen, Lo tenang aja. Gue gak ada perasaan lebih sama dia" ujar Leon membuat Jeno lega.

"Jadi cewe yang sering kamu cerita di chat bukan Anna?" tanya Jeno.

"Bukan" Leon menggeleng.

"Lo tau alasan kenapa tadi gue kesel banget sama Alan? Orang yang mau dia nikahin. Gue suka sama dia" Jelas Leon sesingkat mungkin. Dia tidak suka bercerita panjang lebar jika bukan untuk Anna.

"Alea? Sahabat Anna?" Jeno tidak percaya ini. Sungguh, kenapa bisa Leon malah menyukai sahabat Anna disaat Anna menyukainya.

***

┏━━━✦❘༻༺❘✦━━━┓

Jangan lupa untuk vote
karena itu membuat saya
semangat melanjutkan
cerita ini terimakasih

┗━━━✦❘༻༺❘✦━━━┛


Sebuah kesalahan [End] Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ