Part 22

9.3K 708 28
                                    


Mobil tersebut berhenti tepat di sebelahku. Tak ayal, aku pun tersentak kaget. Mau tak mau kuhentikan langkah dan menunggu si pengendaranya keluar.

Mas Arya membanting pintu mobilnya dengan kasar. Ia lalu berjalan memutari bagian depan mobil untuk mencapai ke arahku. Aku menunggu dengan jantung berdebar. Mau apa lagi dia?

"Apa yang kau laporkan pada mama?" tanya mas Arya setelah kami tak lagi berjarak. Oh, rupanya untuk alasan ini dia menyempatkan diri mencegatku di pinggir jalan seperti ini.

"Apa nggak kebalik kepada siapa pertanyaan itu harusnya ditujukan, Mas?" kujawab pertanyaannya dengan pertanyaan pula. Mas Arya mengacak rambutnya frustasi.

"Itu kulakukan karena aku tidak mau kita bercerai, Meira!" Suara teriakan mas Arya mengalahkan bisingnya suara dari kendaraan yang berlalu lalang di sekitar kami.

Urat-urat di lehernya menonjol saat ia berteriak tadi. Mas Arya sepertinya tak peduli kami sedang di mana saat ini.

"Aku nggak mungkin bisa menerima kamu lagi, Mas. Terlalu banyak kesalahanmu dan aku bukan Tuhan yang maha pengampun untuk bisa memaafkan semua itu." ucapku sambil menatapnya dalam.

"Aku akan meninggalkan Renita, aku akan meminta maaf pada keluargamu, dan aku juga akan menjadi suami dan ayah yang baik untuk kamu dan juga Valetta. Tolong, Mei. Terima aku, kasih kesempatan sekali lagi." Dengan tiba-tiba mas Arya berlutut sambil menangkupkan kedua tangannya di atas kepala, dalam posisi seperti sedang menyembah.

Tak ayal, ulahnya itu pun memancing perhatian dari pengendara yang berlalu lalang di sekitar kami.

Aku pun merasa malu saat beberapa pengendara bahkan nekat berhenti di dekat kami dan ada pula yang seperti sedang merekam apa yang tengah dilakukan mas Arya saat ini.

Hmm ... dasar licik. Ternyata ini taktiknya untuk mendapatkan simpati dari dari publik.

"Mei, aku mohon, terima aku lagi. Demi anak kita, Mei. Tolong beri aku kesempatan satu kali lagi!"

Merasa mendapat angin dengan makin banyaknya orang-orang yang singgah dan menyaksikan, mas Arya berseru lantang di depan orang-orang yang sedang menonton kami saat ini.

Dan aku makin terpojok ketika mereka mulai bersorak sambil menyemangati mas Arya, sebagian pula menyuruhku menerima kembali mas Arya tanpa ada yang mengerti duduk perkara yang sebenarnya.

Penting bagi kita yang kadang mudah sekali terkecoh dan menarik kesimpulan pada sesuatu yang kita lihat selintas lalu tanpa benar-benar tahu fakta sebenarnya.

Seperti yang sedang terjadi padaku sekarang ini, aku merasa terpojok oleh ulah mas Arya yang sangat nekat. Dia sungguh pandai bersiasat, memilih waktu dan tempat yang pas untuk membuatku mati kutu.

"Ayo Mbak, dimaafkan dong suaminya. Pikirin anak, Mbak."

Begitulah salah satu ucapan-ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mas Arya menyunggingkan senyum kemenangannya saat aku menatap penuh geram ke arahnya.

"Mas! Mas Arya apa-apaan sih ini?"

Seseorang tiba-tiba muncul dari kerumunan orang-orang yang berkumpul mengelilingiku dan mas Arya. Saat aku mengenali sosok itu, pertama kalinya dalam hidupku, aku ingin sekali mengucapkan terima kasih dan memeluk Renita.

Ya, perempuan itu datang tanpa diduga, namun kedatangannya merupakan suatu berkat buatku yang sedang terpojok saat ini.

Tanpa malu, Renita langsung menarik mas Arya yang masih dalam posisi berlutut.

"Tega kamu, Mas, tega!" Renita menangis sambil memukuli dada mas Arya yang tampak shock dengan kedatangan perempuan itu.

"Kamu janji mau nikahin aku kalau sudah menceraikan dia tapi kenapa kamu malah mengemis-ngemis padanya supaya dia kembali, Mas!" Renita kembali lantang berbicara.

BAHAGIA SETELAH PERCERAIANWhere stories live. Discover now