9# BURU-BURU YANG UWUW

93 100 79
                                    

Perasaanku padamu sungguh nyata. Percayalah. Takkan pernah kadaluarsa.

- Len& Fad

"Lo ngapain, sih, Fad! Mondar-mandir, bolak-balik kayak cari alamat palsu!"  ujar Hariz pada sahabatnya yang tengah sibuk tak menentu.

Sementara Hariz sedang santai menikmati indahnya langit sore dari atas balkon rumah Fadril. Sambil menyantap beberapa irisan mangga di atas piring yang tadi dihidangkan oleh Bi Rumi.

Fadril mengembus napas gusar. "Bego banget gue."  Fadril merutuki dirinya sendiri. "Lo tau, nggak?"

"Nggak."

"Gue belum selesai cerita," kesal Fadril karena tiba-tiba saja ucapannya dipotong seenak jidat oleh Hariz.

"Oh iya. Next!"

"Bisa-bisanya gue nggak tahu kalo lima hari yang lalu Alena ulang tahun," ucap Fadril memberi tahu.

"What!" tiba-tiba saja mangga yang sudah masuk ke dalam mulut Hariz tersangkut. Hingga membuat dirinya mendadak tersedak. "Terus lo tahu dari mana kalo Alena ulang tahun?" lanjut Hariz bertanya.

Sebelum melanjutkan ceritanya, Fadril berjalan mendekat dan duduk di atas kursi. Dengan dihalangi meja bundar, Hariz sudah duduk di sana sejak tadi.

"Tadi pagi waktu gue pinjem buku catatan bahasa Indonesia sama Alena, gue nggak sengaja nemuin kartu pelajar di dalem tasnya. Sial banget! Kenapa gue baru tahu coba."

"Terus sekarang gimana?"

Fadril mengedikkan bahu lemah. "Gue sama sekali nggak punya ide. Otak gue nge-blank."

"Udah-udah. Nggak usah bingung. Mending lo makan dulu, nih, mangga yang dihidangin sama Bi Rumi," ucap Hariz seraya menyodorkan sepotong mangga ke dalam mulut Fadril menggunakan garpu.

Mau tak mau, Fadril menerimanya. Sambil mengunyah, isi kepalanya terus bekerja tak bisa diam memikirkan bagaimana memberi kejutan untuk Alena yang sudah terlambat lima hari.

"Pantes Alena baru-baru ini bawa mobil ke sekolah. Jangan-jangan itu hadiah dari bokap nyokapnya."

Fadril mengangguk setuju. "Itu emang dari ortunya. Seva kasih tahu gue tadi."

"Seva itu yang duduk di belakang bangku, lo, Fad?" tanya Hariz ingin tahu.

"Hmm."

"Yang mana? Yang rambut sebahu apa yang rambut panjang?"

"Rambut panjang. Kalo rambut sebahu namanya Kiara."

"Ooh, namanya Kiara." Hariz tersenyum tipis sambil mengangguk-angguk mengerti.

"Kenapa, lo?" tanya Fadril seraya memicingkan matanya curiga.

"Kenalin, dong, gue sama Kiara. Jomlo nggak dia?"

Fadril berdesis ngeri. "Boleh-boleh aja. Asal lo bantuin gue dulu cari ide untuk kejutan Alena."

Jawaban singkat, padat, jelas pun terlontar dari mulut Hariz tanpa menunggu waktu lama. "Oke."

•••

Rutinitas Alena malam ini seperti biasa. Tidak ada yang beda. Sebelum pergi tidur, gadis itu duduk di depan meja rias. Mengambil sebotol micellar water lalu ia tumpahkan beberapa tetes ke atas kapas wajah. Mengusapnya perlahan ke kulit mulusnya.

Usai melakukan itu, Alena pergi ke toilet untuk menyikat gigi, membasuh kaki, juga membasuh wajahnya dengan facial wash.

Alena pun mengambil beberapa tisu untuk mengeringkan wajahnya sebelum keluar dari toilet.

Len & FadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang