PROLOG

180 178 150
                                    

Jika orang terdekat kita saja sudah berdusta. Lantas siapa lagi yang harus dipercaya?

-Len&Fad

"Maaf, ya. Aku telat. Sekalian anter Mami ke rumah temennya." Pemuda dengan rambut sedikit ikal itu menyapa seraya tersenyum di hadapan kekasihnya. Dia baru saja sampai di restoran tempat mereka berjanji untuk bertemu dua jam yang lalu. "Kamu udah pesen?" lanjutnya berujar dan duduk di kursi.

"Aku mau kita putus!"

"Nar, kamu, tuh lucu ya kalau lagi ngambek gini," Fadril merespons dengan tenang. "Kamu pasti lagi nge-prank aku, kan? Baru juga telat berapa menit."

Nara berdesis dibarengi tawa sinis lantas berdiri dari duduknya. Mengambil tas jinjing bermerek LV favoritnya di atas meja.

"Nar," sapa Fadril ikut berdiri.

"Kamu nggak denger aku tadi ngomong apa? Aku mau kita putus!"

Nara pun bergegas pergi meninggalkan restoran langganan mereka. Di mana, restoran ini adalah tempat pertama kali hubungannya dengan Fadril dimulai. Dan di tempat ini pula hubungan mereka berakhir. Hubungan yang sudah terjalin kurang lebih tujuh bulan itu.

• • •

"Kenapa kita harus pindah rumah, sih, Ma? Padahal Alen betah banget tinggal di sini. Masa Alen harus ninggalin temen-temen Alen, Ma." Terlihat jelas sekali di raut wajah lugu gadis yang baru saja menginjakkan umur duabelas tahun itu. Ada sebuah harapan yang tergambar jelas di sepasang bola matanya yang bulat. Agar kedua orangtuanya dapat membatalkan untuk pindah rumah.

Memang masih berada di sekitaran Jakarta. Namun, untuk mendapatkan tempat nyaman dan damai seperti lingkukannya saat ini, bagi Alen pasti sangat sulit.

"Sayang, nanti kalau kamu sudah besar, kamu akan tahu alasan Mama dan Papa pindah rumah," jelas Messy. "Di daerah rumah kita yang baru nanti juga pasti akan banyak temen-temen baru, kok. Jadi Alen nggak usah sedih lagi, ya."

Setelah kurang lebih 5 tahun Alena dan keluarganya pindah rumah, gadis polos yang dulu masih mudah untuk dibohongi karena masih berumur duabelas tahun, kini sudah tidak dapat dibohongi lagi. Dirinya sudah semakin beranjak dewasa. Dan memang benar kata mamanya-setelah besar nanti, dirinya akan tahu alasan mama dan papanya memilih untuk pindah rumah.

Bagi Alena, akan lebih baik jika dirinya tidak mengetahui alasan tersebut. Tapi nasi sudah menjadi bubur dan Alena menyesal sudah mengetahuinya.

Gadis berambut cepol dengan poni selamat datang itu menjadi tidak betah jika harus berlama-lama berada di rumah. Sepulang sekolah setelah berganti pakaian dan makan siang, Alena akan kembali pergi ke taman di dekat kompleks perumahannya. Tidak lupa membawa novel untuk ia baca di sana.

Meskipun sedikit pendiam dan tertutup, tapi Alena bukanlah gadis yang ragu untuk menyapa kembali jika disapa lebih dulu. Entah saat berada di sekolah, maupun di luar sekolah. Lain hal jika dirinya sedang berada di rumah. Alena lebih suka menyendiri dan mengunci rapat pintu kamarnya. Saat sedang makan malam bersama kedua orangtuanya saja, Alena hanya akan fokus dengan sepiring makanan di hadapannya. Setelah selesai makan, gadis itu akan kembali masuk ke dalam kamar.

Seperti malam ini, usai melaksanakan ritual makan malam keluarga seperti biasa, Alena langsung naik ke lantai dua di mana kamarnya berada. Gadis itu lebih memilih berdiri di balkon kamarnya dan memandangi bintang-bintang yang menggantung indah di langit malam.

Di pikiran Alena saat ini, pasti akan lebih seru jika dia memiliki beberapa saudara. Atau satu saudara saja juga tak apa. Agar dirinya bisa membagi beberapa cerita. Entah itu tentang luka, atau bahagia. Namun itu hanyalah harapan. Karena pada kenyataannya, gadis itu adalah anak tunggal dari pasangan Galih Wibowo dan Messy Wulandari.

•••

Usai pulang dari restoran, Fadril meletakkan kunci mobil di atas nakas ruang tamu. Tidak butuh waktu lama dan langsung melemparkan tubuhnya di atas sofa. Saat ini pikirannya benar-benar kosong namun masih waras. Syukurlah karena Fadril bukan orang yang mudah tersulut emosi. Fadril sudah terbiasa menangani masalah apapun dengan tenang. Seperti saat ini, yang benar-benar tidak tahu karena alasan apa, Nara tiba-tiba memutuskan hubungan dengan sepihak.

Fadril merogoh benda pipih di saku celananya. Bermaksud hendak menghubungi wanita yang baru saja ia temui. Lantas Fadril menarik kembali rencananya saat mengetahui bahwa Nara sudah memblokir nomor ponselnya.

Fadril menghela napas seraya meletakkan benda pipih itu di atas perut. Perlahan, kedua kelopak matanya tertutup rapat.






Salam

Ifa Shaffa

Len & FadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang