¤33¤

98 32 12
                                    

Chapter ini sepenuhnya berisi flashback



Bau lumut basah menyeruak memasuki indra penciuman Hoyoung. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya duduk tegak di dahan pohon rindang itu. Hoyoung mengernyit ketika mendapati dirinya masih berada di dahan pohon bersama Dongheon yang masih tidur pulas disampingnya.

Tunggu, tidur?

Hantu bisa tidur ya?

Hoyoung ingat betul bahwa ia dan Dongheon duduk di dahan pohon ini pada sore hari. Mereka berdua berdebat tentang benar dan salah ketika meneruskan balas dendam mereka. Lalu setelahnya Hoyoung tidak mengingat apapun. Saat bangun pun matahari telah bersinar terik di atas sana.

Ia tidak bermimpi sama sekali.

Akan tetapi, jika benar ia tidur, apa mungkin ia tidak mengingat apapun selain perbedebatannya dengan Dongheon sebelum ia tidur? Seharusnya ia mengingat rasa kantuk yang menyerangnya hingga ia memutuskan untuk tidur.

"Kok rasanya aneh..." batin Hoyoung seraya menatap lumut-lumut yang tumbuh subur di batang pohon itu.

Sosok di samping Hoyoung mulai bergerak. Sosok itu menggeliat sebentar sebelum akhirnya membuka matanya. Dongheon bangun layaknya seorang manusia yang masih hidup.

"Gue tadi tidur ya?" tanyanya masih setengah mengantuk.

Hoyoung mendengus. "Kok tanya gue? Lo sendiri ngerasain tidur nggak tadi?" jawabnya sedikit ketus.

Dongheon mencibir. "Ya kan gue nggak yakin. Selama belasan tahun jadi hantu baru kali ini gue ngerasa tidur nyenyak banget."

"Sama." ujar Hoyoung menyetujui ucapan sang sahabat. "Mana nggak mimpi lagi, kayak damai aja gitu selama beberapa saat."

"Aneh ya?"

"Hu'um."

Dongheon mulai melayang, sepertinya ia sedang menguji tubuhnya sendiri, apakah ia masih hantu atau secara ajaib kembali menjadi manusia seperti belasan tahun lalu. Dongheon menatap matahari terik diatas sana. Sinar matahari itu menembus tubuhnya tanpa beban. Baru kali ini Dongheon merasakan suatu perasaan yang aneh.

Selama tidur tadi ia seperti melewatkan banyak momen.

"Hoyoung?"

"Hm,"

"Perasaan aneh yang lo rasain sekarang, bisa lo deskripsikan ke gue?"

Hoyoung ikut melayang. Ia bergerak kesana-kemari, sesekali menembus dedadunan rimbun di pohon. "Gue gak bisa deskripsiin secara tepat, tapi gue merasa kayak sebenarnya gue enggak tidur."

Dongheon tidak menjawab, ia memilih diam agar Hoyoung dapat kembali melanjutkan ucapannya.

"Sepertinya kita dipaksa tidur."

"Dipaksa tidur?" tanya Dongheon dengan dahinya yang mulai terlipat.

"Otak kita memang tidak mengingatnya. Akan tetapi, tubuh kita tidak bisa melupakannya begitu saja kan?"

Dongheon melebarkan kedua matanya. "Lo benar!" serunya seraya membuka lengan kemejanya.

Di sana ada lebam yang memang di dapat Dongheon sewaktu dia masih hidup dan saat tubuhnya menghantam tanah ketika ia dan Hoyoung bunuh diri. Namun yang membuat Hoyoung ikut terkejut adalah ada dua lebam kecil tambahan di sana.

Ini benar-benar di luar nalar. Logikanya mereka adalah hantu yang mana setiap benda yang mengenai mereka akan menembus badan mereka --kecuali jika benda itu telah dimantrai terlebih dahulu. Hanya saja Dongheon dan Hoyoung ingat betul bahwa mereka tidak pernah merasa ada benda yang dapat menghantam mereka selama mereka menjadi hantu.

[iii] Connect | VERIVERYWhere stories live. Discover now