¤25¤

105 37 2
                                    

⚠ Chapter ini sepenuhnya flashback




Suara tamparan menggema di ruang keluarga yang temaram itu. Sang kepala keluarga menatap anak sulungnya tajam. Matanya menunjukkan sorot amarah dan kekecewaan yang mendalam.

Sang Ibu yang merasa harus melindungi anaknya tidak bisa berbuat banyak karena sang kepala keluarga mencekal tangannya dengan erat. Begitu pula sang adik yang saat ini tak lebih dari seekor anjing yang sedang diikat lehernya.

Sedangkan sang anak sulung yang baru saja menerima tamparan dan pukulan hingga sudut bibirnya robek, tak melawan sama sekali. Jemarinya hanya menekan sudut bibirnya yang berdarah. Matanya tak menunjukkan perlawanan dan tubuhnya bergeming seolah dihajar oleh Ayahnya jauh lebih baik dari apapun di dunia ini.

Tidak, ia tidak merasa bersalah.

Hanya saja, ia merasa bahwa dihajar Ayahnya jauh lebih baik ketimbang diteror sosok mengerikan itu.

"Mengapa..., mengapa bisa terjun bebas seperti ini?!" bentak sang Ayah tepat di depan matanya seraya tangannya meremat nilai ujiannya.

"Aku memaklumimu saat nilai kuismu tidak seperti biasanya. Tapi tidak untuk kali ini. Ini keterlaluan! Ini ujian!" lanjut sang Ayah menatap nilai ujian anaknya tak percaya.

Jo Gyehyeon yang selalu di posisi pertama tiba-tiba menjadi siswa terbodoh dikelasnya.

Jo Inseong murka. Ia meraih pipi anaknya dengan jemari kanannya. Ia menekan pipi sang anak, memaksanya untuk menatap matanya yang berkabut karena amarah.

"Katakan padaku, apa yang membuatmu jadi seperti ini?!"

Gyehyeon tidak tahan.

Ini telah melebihi batasannya.

"Mereka--ah tidak, dia, aku tidak tahu ada satu atau lebih..." racau Gyehyeon.

"Jo Gyehyeon!"

"Mereka mengangguku! Aku tidak bisa belajar! Mereka menganggu semua kegiatanku. Bahkan mereka tidak mengizinkanku untuk tidur! Aku selalu memimpikan hal yang buruk. Aku tidak sanggup, Ayah. Semua ini terlalu berat," jawab Gyehyeon cepat seolah mengatakan hal tersebut adalah hal terlarang.

"Aku telah mengeluarkan banyak uang untuk mengobatimu. Kamu pikir biaya ke psikiater itu murah?!"

Gyehyeon mengenggam lengan Ayahnya erat. Kali ini ia menyingkirkan semua egonya. Ia hanya butuh bantuan. Tidak peduli siapa, ia hanya butuh seseorang untuk membantunya, sekalipun ia harus berlutut di kaki sang Ayah yang notabene adalah sosok yang ia benci.

"Ini bukan tentang psikiater atau keadaan psikisku yang tidak baik," jawab Gyehyeon dengan air mata yang mulai keluar dari sudut matanya. "Sungguh, aku berani bersumpah, kalau aku tidak gila!"

"Tidak, kamu memang tidak gila. Kamu hanya stress karena sebentar lagi akan mempersiapkan diri untuk masuk universitas." elak sang Ayah seraya menepis tangan Gyehyeon.

Sang Ibu menangis ketika suaminya itu tetap mengelak pada sesuatu yang sudah sangat jelas terjadi di depan matanya.

Karena Ibunya tak mampu berucap di saat seperti ini, sang adik pun berkata. "Ayah, kak Gyehyeon tidak gila, dia juga tidak stress seperti apa yang selama ini selalu Ayah doktrin pada diri Ayah sendiri. Kak Gyehyeon mengalami sesuatu yang tidak bisa dijelaskan secara sains. Kita harus membantunya, Ayah. Kita harus cari seseorang yang mampu menyingkirkan sosok-sosok yang menganggu kak Gyehyeon."

Mendengar hal itu Jo Inseong justru menatap tajam anak bungsunya. "Sudah berani menggurui Ayah kamu?!"

Benar kata orang. Tidak ada gunanya mengatakan sesuatu di hadapan seseorang yang berpikiran tertutup.

[iii] Connect | VERIVERYWhere stories live. Discover now