¤06¤

174 56 41
                                    

Setelah makan malam tadi Kim Kangmin memilih untuk duduk diam di sofa ruang tengah. Televisi didepannya menyala, menampilkan kartun pororo kesukaannya. Namun anak itu justru melamun. Tidak biasanya Kangmin diam tetapi Yongseung dan Soora memilih untuk tidak menghiraukan.

Kapan lagi si anak aktif dan lincah itu diam seperti papanya?

Saat melewati ruang tengah sebelum naik ke lantai atas menuju kamar, Yongseung melirik sedikit ke arah Kangmin. Ia tersenyum simpul lalu dalam hati berkata, 'Itu baru anakku.'.

"Kak?" panggil Soora dari pucuk tangga. Wanita itu mengernyit heran lalu setelahnya berkata dengan nada setengah mengejek. "Terus selama ini kalau bukan anaknya kak Yongseung, Kangmin anaknya siapa?"

Yongseung membelalak. Dia mengibas-ngibaskan tangannya tanda tidak setuju. "Bukan gitu..."

"Aku tahu ya apa yang ada dipikiran kak Yongseung barusan." tuding Soora berpura-pura menghakimi Yongseung.

"Eh tapi, kok bisa tahu?"

"Efek main sama sahabat kakak kali dulu pas lawan sang iblis."

Setelah itu Soora menuruni tangga. Langkahnya itu semakin membuat Yongseung heran. Seharusnya mereka sekarang ke kamar, mengemasi beberapa pakaian dan barang yang mungkin dibutuhkan selama perjalanan mencari tempat tinggal baru keluarga Gyehyeon.

"Kok malah turun?" tanya Yongseung mengikuti langkah Soora.

"Mau ngecek Kangmin, kayaknya ada sesuatu yang lagi dia pikirin."

"Mungkin dia lagi mikirin tabel periodik unsur kimia." celetuk Yongseung yang disambut helaan nafas dari Soora.

Jujur saja kadang Soora muak ketika Yongseung mulai berkhotbah tentang nama-nama unsur kimia beserta nomor atom, massa, titik didih, titik leleh, dan sejenisnya. Apalagi jika ditambahi dengan celotehan seperti 'Mengapa manusia menghirup oksigen?', 'Kalau coba nggak minum seminggu gimana ya?', 'Harusnya aku menghitung dulu besaran vektor yang dihasilkan.', 'Eh tali jemurannya jangan langsung dipasang, dihitung dulu gaya pegasnya.', dan lain-lain.

Hal itu tidak jauh beda dengan Kangmin ketika Soora berusaha menidurkannya setelah membaca dongeng. Bukannya tidur Kangmin justru lebih sering bertanya, 'Ma fungsi bolongan di donat itu apa?', 'Ma kenapa ya manusia itu dimulai dari bayi? Kenapa nggak langsung gede aja kayak papa?', 'Ma, kok papa dinamai Yongseung ya sama nenek kakek?', 'Ma, hantu itu mahkluk halus ya? Tapi kok wajahnya nggak halus malah pada jelek-jelek dulu pas kita nyerang ke kastilnya sang iblis?', dan masih banyak lagi.

Soora berhenti sejenak di anak tangga lalu berbalik menghadap Yongseung. "Papa sama anak sama aja!"

"Lah, salah aku dimana hei?"



***



Kim Kangmin menghela nafasnya. Ia diapit oleh kedua orang tuanya sekarang dan mereka menatapnya penuh perhatian. Kangmin sebenarnya ingin segera mengatakan pada kedua orang tuanya tentang pertemuannya dengan seorang anak bernama Jo Gyera tadi. Namun sampai saat ini Kangmin masih bimbang harus memulai ceritanya darimana.

Mengulurkan tangan, Yongseung mengusap lembut punggung anaknya. Sejujurnya ia tidak tahu mengapa Kangmin jadi melamun seperti ini. Apakah harinya buruk di sekolah? Apa ia mengalami perundungan seperti para sahabatnya dahulu? Tapi buru-buru Yongseung menghilangkan pikiran itu karena ia tahu betul bagaimana teman-teman Kangmin mengajaknya bercanda tempo hari.

Berbeda dengan Yongseung, Soora berpikir dengan agak rasional. Mungkin penyebab Kangmin lebih banyak melamun sejak pulang sekolah tadi karena ia melakukan sesuatu yang tidak memenuhi ekspektasinya. Meski Kangmin masih duduk di Taman Kanak-Kanak ia selalu menargetkan sesuatu dalam mengerjakan suatu hal. Sama seperti Yongseung, jika Kangmin tidak tuntas dalam melakukan sesuatu ia pasti berubah jadi murung dan banyak melamun selama sehari penuh guna evaluasi diri.

[iii] Connect | VERIVERYWhere stories live. Discover now