¤05¤

185 55 46
                                    

Tanpa sadar Yongseung mulai menggigiti kuku jarinya. Gelisah? Ya, saat ini ia sangat gelisah. Tadi pagi ia tidak jadi pergi karena Soora melaranganya untuk pergi pagi-pagi sekali, terlebih ia telah menyetujui keikutsertaan Soora untuk pergi ke alamat baru rumah keluarga Gyehyeon yang informasinya ia dapat dari salah satu mahasiswanya.

Yongseung gelisah karena ia tak yakin apakah ini keputusan yang terbaik bagi mereka. Jika Soora tidak ikut itu artinya Yongseung egois. Ia telah menyuruh Soora untuk mengeruk informasi tentang masa lalu para sahabatnya dan Soora juga secara tidak langsung telah memiliki ikatan kekeluargaan dengan para sahabatnya ketika jiwanya dibawa berkelana oleh kakek Hong. Yongseung tidak sampai hati jika harus melarang Soora ikut disaat keberadaan Soora posisinya hampir sama dengannya dimata para sahabatnya.

Lalu Kangmin, tentu saja anak itu akan ikut jika kedua orang tuanya pergi. Yongseung tak akan tega membiarkan orang tuanya atau orang tua Soora merawat Kangmin di saat mereka seharusnya telah menikmati waktu istirahat di masa tua mereka. Terlebih Kangmin juga berkali-kali berkata bahwa ia merindukan sosok papa-papanya yang lain.

Semuanya terhubung, terasa begitu kompleks, hingga Yongseung tak sanggup memutus salah satu dari mereka.

Namun sisi negatif terhubungnya semua tali ini adalah, jika salah satu dari mereka terbakar maka yang lain ikut terkabar. Jika Yongseung tidak pandai menjaga keluarganya maka semuanya akan berubah menjadi berantakan.

Sang iblis memang sudah tidak ada tetapi rintangan mereka bukan hanya ada pada sang iblis.

Sekarang musuh mereka adalah keluarga dari kelima sahabatnya. Keluarga yang meski wujudnya manusia tetapi sesungguhnya mereka itu sama dengan sang iblis. Orang-orang jahat yang sama sekali tidak pernah mementingkan anak yang mereka lahirkan.

Yongseung yakin perjalanan ini tidak akan mudah. Beribu penolakan harus siap ia terima. Musuh baru juga akan silih berganti datang mengusik setiap rencana yang telah ia buat.

TAKK!!!

Yongseung menatap datar kukunya yang patah. Darah segar mulai mengalir tetapi ia memilih untuk membiarkannya. Ia mendongak menatap para mahasiswanya yang masih sibuk mengerjakan ujian.

Ada beberapa mahasiswanya yang nampak gelisah, melirik kanan-kiri guna mencari jawaban. Beberapa dari mereka juga diam-diam melirik Yongseung, entahlah mungkin takut kepergok membawa contekan. Sedang sebagian dari mereka terus menunduk seraya tangannya tak henti menulis, benar-benar fokus pada ujian dan menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur sesuai kemampuan.

Dari sana Yongseung memahami bahwa sifat manusia itu berbeda-beda. Dibalik semua sifat itu pasti ada pemicunya, ada alasan dibalik semua tindakan manusia. Jika dunia ini hanya diisi orang-orang baik, mungkin dunia yang Yongseung kenal sekarang tidak akan pernah ada.

Terkadang sebuah noda itu perlu dibubuhkan di atas kain putih untuk membuat sebuah keseimbangan.

Kakek Hong yang terpaksa melakukan sebuah dosa demi mengimbangi kesedihannya. Dongheon dan Hoyoung yang pertama kali melakukan sebuah dosa diantara para sahabatnya pun terpaksa melakukan itu demi mengimbangi penderitaannya. Sama seperti mereka, mungkinkah keluarga para sahabatnya tega menelantarkan anaknya demi mendapat sesuatu yang mereka inginkan demi mengimbangi sesuatu hal yang belum Yongseung ketahui?

Apapun itu pasti ada alasannya. Yongseung tak ingin gegabah dengan menuduh keluarga para sahabatnya.

Bisa saja kan tragedi masa lalu itu terjadi karena ulah para sahabatnya sendiri?



***



Kim Kangmin mengayun-ayunkan kaki pendeknya di bangku halaman. Anak-anak lain sibuk bermain di sana tetapi Kangmin memilih mendudukkan dirinya di bangku. Hari ini entah mengapa suasana hatinya tidak secerah biasanya. Namun dikatakan buruk pun juga tidak karena Kangmin tidak merasa sesedih itu.

[iii] Connect | VERIVERYOnde as histórias ganham vida. Descobre agora