¤08¤

189 55 16
                                    

Jalan cerita yang bisa di tebak.

Orang tua Gyehyeon, seperti dugaan Yongseung, benar-benar menolak kehadirannya. Bahkan keeseokannya saat Yongseung bertamu dengan cara baik yaitu membawa masakan buatan Soora lengkap dengan kue beras, ia tetap langsung di usir. Bahkan caranya mengusir jauh lebih buruk dari sebelumnya.

Yongseung di seret hingga jatuh terjerembab di halaman depan rumah mereka.

Saat itu Yongseung sadar bahwa kepala keluarga Jo memang setega itu. Tak ayal dulu Gyehyeon di memori yang ditunjukkan kakek Hong nampak sangat tertekan. Bahkan Gyehyeon sering memilih tidak pulang ke rumah dan menginap di rumah Yeonho daripada harus bertemu dengan ayahnya.

Tapi jika Yongseung menyerah di sini, semuanya akan berakhir jauh lebih lama lagi. Ia sampai sekarang belum menemui titik terang dari Dongheon, Hoyoung, Yeonho, dan Minchan. Baru Gyehyeon yang benar-benar telah ia temui orang tuanya. Jika ia berhasil membuka rahasia kelam masa lalu sahabatnya dari sudut pandang orang tua Gyehyeon pasti jalan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia gagal di sini, maka ia dan Soora harus kembali mencari semuanya dari awal.

Sulit sekali, bagai berusaha berjalan di tebing tinggi nan curam.

Yongseung menyeruput kopinya lagi. Ia menoleh menatap butik di depannya yang hanya dipisahkan oleh jalan raya. Yongseung menunggu Soora yang sedang melakukan pembukuan di butiknya. Ini akhir bulan sehingga malam ini Soora akan jauh lebih sibuk dari biasanya.

Yongseung menunggu di cafe sendirian karena Kangmin memilih untuk ikut Soora daripada harus duduk diam di cafe bersama Yongseung yang wajahnya seperti tembok.

Ya, Kim Kangmin benar-benar mengatakan secara lisan bahwa Papanya itu mirip tembok.

Yongseung tidak marah karena ia tahu anaknya mengatakan fakta. Tapi bagian sakitnya adalah Kangmin itu anaknya. Hei, sedikit banyak pasti Kangmin mirip dirinya tapi mengapa Kangmin berkata seolah-olah dia hanya anak Soora?! Memangnya Kangmin itu hasil membelah diri?

Di tengah-tengah pikirannya yang kembali random, Yongseung melihat Soora melambaikan tangan ke arahnya di seberang jalan. Yongseung hanya tersenyum simpul, ia malu jika harus balas melambaikan tangan. Suasana cafe saat ini masih ramai meski telah malam, apalagi banyak remaja di dalam cafe dan itu menambah kadar malu Yongseung jika ia balas melambai pada Soora.

Sedangkan Kangmin, yah, anak itu hanya menatap wajah Yongseung datar.

Setelah lampu pejalan kaki menunjukkan warna hijau Soora segera menggandeng tangan Kangmin untuk menyebrang bersama. Sesampainya di cafe Soora dan Kangmin duduk di hadapan Yongseung. "Maaf nunggu lama, aku tadi sekalian ngasih bonus ke karyawan." kata Soora seraya memanggil seorang pelayan cafe untuk memesan minuman.

"Moccacino satu ya," ujar Soora yang dibalas anggukan oleh sang pelayan. "Terus Kangmin mau apa?"

"Kayak papa."

Yongseung melebarkan matanya. "Ini punya papa pahit lho."

"Ya biarin sih,"

"Udah Kangmin susu aja."

Sontak Kangmin menyilangkan tangannya di depan dada dan mengerucutkan bibirnya kesal. "Kangmin kan juga pengen ngerasain minuman papa masa mau kemana aja Kangmin minumnya susu terus?!"

Soora hanya bisa tertawa kecil melihat perdebatan papa-anak itu. Yang satu keras kepala dengan semua rasa ingin tahunya, yang satu lagi keras kepala dengan selalu menganggap anaknya bayi.

"Kangmin milkshake aja ya? Papa benar kok, minuman papa pahit. Daripada berakhir nggak di minum mending Kangmin minum milkshake." bujuk Soora pada Kangmin.

[iii] Connect | VERIVERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang