Aku terkejut kembali saat ular-ular itu perlahan menjauhiku dan berbelok. Aku menoleh kebelakang, ternyata ada Sean. Sean menutup pintu itu dan menarik tanganku keluar. Tanganku masih bergetar ketakutan. Ruangan apa tadi itu? Ular-ular menyeramkan... Berapa jumlahnya? Aku yakin ribuan. Bahkan ada yang sangat besar berwarna hitam legam. Kyaaa! Aku ingin berteriak lagi.

"Sedang apa kau disana?" tanya Sean saat kami sudah berada didalam kamar. Sean melihatku masih gemetaran dan keringat dingin terus mengucur dari pelipisku. Tanpa dikomando, Sean memeluk tubuhku lembut dan mengusap punggungku beberapa kali.

"Jangan pergi kesana lagi, oke." ucapnya sambil mencium puncak kepalaku.

"Aku tadi ingin mengambil minum tapi aku mendengar suara aneh, jadi aku mengikuti suara itu.."

Sean melepaskan pelukannya lalu dia menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Menatapku lurus dan tersenyum lembut.

"Jangan pernah kesana lagi, mengerti?" ucapnya.
"Iya, tidak mungkin aku kesana. Sean, memangnya itu ruangan apa?"

"Itu penjara, belum ada orang yang dipenjarakan disana. Nah kalau kau berulah, nanti ku masukkan kesana." kata Sean kejam. Aku melepaskan tangannya diwajahku.

"Tidak mau! Aku phobia ular." jawabku ketus. Sean tertawa. Hah? Ya dia tertawa. Kau tahu, dia sangat terlihat manusiawi.

Sean mencubit pipiku gemas, "Ya tidak mungkin juga, Tika. Aku tak setega itu. Sudah tidur lagi." ucapnya lalu menyuruh ku untuk naik ke tempat tidur.

"Sean, aku haus lagi.." kataku saat duduk diatas tempat tidur.

"Aku ambilkan, kau tunggu disini saja."

Sean pun keluar dan aku menunggu dikamar. Tak beberapa lama, Sean kembali sambil membawa nampan yang diatasnya teko air minum dan gelas. Lalu ada juga sebotol obat. Entah apa itu.

"Ini, minumlah." ujarnya sambil menyodorkan segelas air dan satu pil obat itu.

"Obat apa ini, Sean?"

"Cuma vitamin. Supaya nafsu makanmu bertambah. Aku tidak mau punya istri yang kurus."

Aku terkekeh pelan dan meminum obat itu. Sean mengusap kepalaku dam mencium dahiku sembari tersenyum. Kenapa sikap Sean sering berubah-ubah? Kadang kasar kadang lembut seperti sekarang ini. Plin plan!

"Sudah." ucapku sambil memberikan gelas padanya lalu aku mengambil selimut dan tidur. Sean menaruh gelas itu diatas meja dan dia ikut berbaring disampingku.

"Sean." panggilku saat membalikkan tubuhku kedepan Sean.

"Apa?"

"Besok kita pergi ke sekolah punya ayahmu itu tidak?" tanyaku datar. Sean mengelus pipiku.

"Memangnya Tika mau kesana lagi? Mau apa? Apa jangan-jangan kau mau bertemu dengan lelaki tadi?" tanya Sean balik. Dia marah?

"Tidak hemm aku hanya bertanya saja." Aku menjawab dengan bibir mengkerucut kesal. Asal bicara saja dia. Huh.

"Kau ini." Sean mengecup bibirku mendadak dan menciumnya lembut. Refleks aku memundurkan kepalaku.

"Uhh Sean.. Jangan terlalu sering menciumku!

"Memangnya kenapa? Kau kan istriku." Sean berbicara seperti sedang main-main.

"Tidak boleh, nanti bibirku bisa tebal." bela ku. Dia mengangkat kedua alisnya tak percaya.

"Tidak masuk akal, mana ada teori seperti itu, sayang." Sean mengelus-ngelus rambutku. Dia barusan bilang apa? Sayang? Apa dia gila? Sayang-sayang kepalamu peyang.

MINE [TAMAT]Where stories live. Discover now