19

261 56 1
                                    

Langkah Jea sedikit lagi akan berbelok ke koridor ruang ekskul namun tiba-tiba seseorang mendekat dengan ekspresi wajah yang mengerikan bagi Jea.

"lu penanggung jawab futsal kan ?" tanya orang itu.

"iya betul, ada yang bisa dibantu?" jawab Jea dengan senyum seramah mungkin, meskipun dirinya sudah ketakutan.

"lu sengaja kan bikin sekolah gua kalah di babak semifinal dan ngebiarin sekolah lu lolos final?! hah!" pria itu berbicara dengan nada tinggi sangat menggema di koridor  tempat mereka berada saat ini, jauh dari aktivitas lalu lalang siswa.

Namun jika seseorang dari kantin menuju ke arah ruang ekskul akan melewati gang koridor ini dan sebaliknya. Tapi sepertinya anak-anak sudah banyak yang pulang dan panitia fokus dengan pertandingan.

Jea akan sulit meminta pertolongan jika seperti ini, ia berusaha tenang.

"maaf sebelumnya misal ada kesalahpahaman dengan pertandingan, kita bisa omongin bareng-bareng, sebelum menuduh seperti ini. kita bisa omongin sama orang-orang yang bersangkutan" Jea masih menjawab dengan ramah.

"halah!! gausa memperibet deh! ngaku aja kalo emang udah berbuat curang!!!! udah keliatan jelas buktinya gak usah ngeles!!!!" orang itu bernama Rafi ketua Futsal SMA Prima. Ia berbicara dengan penuh emosi.

"bukti apa yang jelas? jelas-jelas 2 pertandingan semifinal ditonton dari pihak sekolah yang bersangkutan. Jika memang ada kecurangan pasti akan dipermasalahkan saat pertandingan berlangsung, kenapa menuntut bilang curang setelah pertandingan selesai?"

"YAA JELAS CURANG LAH MASA TUAN RUMAH MASUK FINAL!! ITU PASTI HASIL KECURANGAN!!!" teriak Rafi

Jea melihat di ujung koridor Aksa tengah lewat dari arah kantin, tapi hanya menengok sesaat kemudian melenggang begitu saja.

Jea berharap Aksa akan berbalik dan menghampirinya. Entah apa posisinya dari jauh tidak terlihat seperti sedang diintimidasi dan apakah Aksa tidak mendengar suara teriakan Rafi yang menggema itu.

Jea sudah sangat ketakutan sekarang, ia tidak bisa berlalu begitu saja karena posisinya ia dipojokkan ke dinding.

Harapan satu-satunya Jea saat ini adalah Aksa untuk membantunya. Jea masih berusaha dengan tenang menjawab

"okee, kita bahas ini secara properly sama semua pihak termasuk wasit dan pelatih, ayo kita ke lapangan sekarang"

"gak perlu diomongin!!! emang ini udah hasil kecurangan sekolah lu kok!!! langsung aja diskualifikasi sekolah lu!!!"

"tolong diingat kita punya kebijakan dan peraturan yang harus dipatuhi, nggak bisa memutuskan sesuatu secara sepihak apalagi demi kepentingan sepihak aja, mohon dimengerti"

"APA MAKSUD LU DEMI KEPENTNGAN SEPIHAK?! MAKSUD LU INI DEMI KEPENTINGAN GUA DOANG?! HEH INI DEMI KEPENTINGAN SEKOLAH-SEKOLAH LAIN JUGA YANG HARUS KALAH GARA-GARA KECURANGAN LU!!"  tangan  Rafi dengan berani mencengkram dagu Jea dengan kasar.

Jea terkejut dan merasa sakit, seluruh badannya terasa lemas, matanya sudah panas air mata akan keluar sedikit lagi.

"KENAPA DIEM?! KARNA EMANG LU UDAH  CURANG KAAAAN!! SIALAN!" tubuh Jea terlempar hingga tersungkur ke lantai dengan kencang.

"JEAA!!!!"

"SIALAAAAN!!"

"BANGSAT!!!!

Davi dan Jenanta berniat ke toilet dekat lapangan indoor karena toilet dekat lapangan outdoor sedang penuh oleh sekolah lain.

Baru berbelok dari koridor ruang ekskul, netra mereka melihat seorang perempuan diperlakukan kasar dan sedetik kemudian  baru sadar perempuan itu Jea.

Davi membantu Jea, sedangkan Jenanta sudah langsung melayangkan tonjokannya ke Rafi.

"NAN STOP NAN!!!" Davi menarik pinggang Jenanta agar menjauh dan menyudahi pukulannya.

"BANGSAT LO!! DISINI AJA GAK ADA YANG BERANI NYENTUH JEA!! INI LU SIAPA BERANI KASAR?!!! SIALAAAAN!!" Jenanta berteriak dan berusaha untuk memukul Rafi lagi.

"LEPASIN GUA DAV!" marah Jenanta

Davi kewalahan menahan Jenanta yang sudah penuh dengan emosi. 

hiks.. hiks..

Jenanta berhenti dari usahanya melepaskan diri. Ia menoleh ke Jea yang sudah menangis dengan posisi menekuk kakinya.

Jenanta langsung memeluk tubuh Jea memberi ketenangan untuk perempuan itu. "Je, maafin gua Je"

"maaf gua gak jagain lu"
"maaf gua dateng terlambat"
"maafin gua Je"

Jenanta sudah ikut menangis ia merasa gagal menjaga Jea, bahkan ia tidak menepati ucapannya sendiri yang bilang 'tidak akan membiarkan siapapun mengecewakan Jea'.

Davi langsung bertindak, ia memanggil div. keamanan dan juga kesehatan, hanya beberapa panitia saja. Karena ia tidak ingin memicu masalah yang lebih besar.

Jika ditanya Davi emosi atau tidak? ia sudah sangat ingin melakukan hal yang sama seperti Jenanta lakukan. Namun ia sadar dengan posisi dan situasinya memaksa ia harus tetap bijaksana.

Harbi dan Juan juga dipangggil Davi.

"JEA?!"

"gimana kronologinya Dav?" tanya Harbi

"gua juga gatau, kita buat Jea tenang dulu"

"si bangsatnya mana?" Juan sudah ikut emosi, hanya dengan melihat keadaan Jea.

"udah.. jangan bahas dianya dulu, kita fokus ke Jea dulu" Davi benar-benar harus ekstra, harus menahan emosi sendiri dan emosi sahabat-sahabatnya.

"Bang, gua pinjem mobil lu! lu bawa motor gua pulang"

"penting Bang!"

"gak usah, lu langsung nyalahin aja mobilnya gua otw sekarang"

"kita ke rumah sakit yaa Je, bisa jalan sendiri? atau gua gendong yaa?" ucap Jenanta lembut seraya mengusap rambut Jea.

Jea menggelengkan kepalanya yang berada di dada Jenanta, tubuhnya sangat lemas dan bergetar. Belum lagi ditambah rasa sakit di sekujur tubuhnya

Jenanta menegakan tubuh Jea.

"bangsat! dia ngapain lu aja Je? kenapa sampe merah gini?" Jenanta mengusap lembut pipi serta dagu Jea yang memerah akibat cengkraman Rafi.

"maafin gua yaa Je, gua gendong, kita ke RS sekarang" Jenanta menggendong Jea di punggungnya.

"kita bakal nutupin, biar nggak ada yang notice"

Setibanya di parkiran, Ardam sudah memanaskan mobilnya, untung Jenanta menelpon tepat sebelum ia berniat pulang.

"lhoo Jea kenapa Nan?!" Ardam terkejut melihat Jea digendong Nanta.

"Jeaa" Jihan dan Zia yang dikabari oleh Harbi juga sudah menunggu di parkiran sambil menangis, melihat secara langsung keadaan Jea, makin membuat mereka nangis.

"gua pinjem dulu mobil lu, nih kunci motor gua" Jenanta langsung masuk dan mengendarai mobil Ardam menjauh dari sekolah.

….

Jea berada dipelukan Zia saat ini dan Jihan membantu menenangkan dengan mengelus punggungnya. Jenanta membawa mobil dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai RS terdekat.

Davi, Harbi dan Juan tetap di sekolah, mengurus kekacauan yang dibuat Rafi.

"aarrghh sialan!" teriak Jenanta tiba-tiba, kesal dengan dirinya sendiri juga kesal dengan pria yang berani-beraninya berbuat kasar ke Jea. Ia sedang memikirkan cara yang setimpal untuk membalas pria itu.

"sabar Nan, jangan kebawa emosi terus nanti Jea liat dia jadi takut terus"

"bener juga"

Jenanta dan Jihan menunggu di koridor Rumah Sakit. Sementara Zia masuk menemani Jea diperiksa dokter.

….

Hi! Jika kalian suka cerita ini, tolong bantu vote dan beri feedback dengan bahasa yang baik di comment yaa.. ✨

—flawersun🌻

Boy #01 - Jeongwoo ✓Where stories live. Discover now