13

279 60 0
                                    

"kalian duluan deh, ketua Osis mau ngajak gua ngobrol sebentar nanti gua nyusul" seru Davi tiba-tiba.

"yakin bentar?" curiga Juan.

"iyaa sebentar, hari ini tuu masih free time sebelum rapat akbar terakhir besok"

"yauda, kita duluan" Harbi menepuk bahu Davi tanda pamit.

"nggak Je, lu gua kabarin lewat chat nanti" ujar Davi setelah melihat ekspresi Jea yang seperti minta penjelasan, karena ia tidak tahu menahu tentang pertemuan antar anak Osis.

"daah Dav"

"dadah Daviiii"

Zia dan Jihan pamit dan menyusul para pria yang sudah jalan menuju parkiran. Disusul Jea terakhir "awas kalo gua sampe miss info"

"eh pas yaa? aku-Harbi, Jea-Jenanta, Zia-Juan" celetuk Jihan tiba-tiba saat mereka sedang menunggu pria mengeluarkan motor.

"sabeb deh gua sama siapa aja"

"lu udah pasti sama Nanta ga sih? bisa gelud mereka berdua kalo lu milih sama Juan wkwkw" sahut Zia

percakapan mereka terdengar di telinga Jenanta. "yuk Je!" Jenanta mengajak Jea bareng dengannya.

"eh? ohhh okay"

Jihan dan Zia hanya menahan tawa bermaksud meledek Jea.

"tinggal nunggu tanggal official nya aja" bisik Jihan ke Zia

"betul banget"

"kuy Zia" kini giliran Juan yang memanggil Zia.

"gua izin pegang bahu lu yak!"

"santui"

…..

"kenapa Je?"

"hah?"

"lu kenapa aneh gitu?"

"nggak kok, gua biasa aja efek panas deh ini, gua mau meleleh rasanya"

"kirain awkward setelah dua minggu ga bareng gua"

"hahaha nggak lah"

"kalo gua sih bukan awkward, tapi ngerasa ada yang ilang" seru Jenanta seraya melirik Jea melalui spion. Tatapan mereka bertemu, Jea diam mendengar kalimat frontal dari Jenanta.

"kok diem?"

"ohh wajar Nan kan kegiatannya tiba-tiba berubah, yang biasanya sibuk pergi sana-sini tiba-tiba gak kemana-mana dan cuma belajar"
"wajar kok ngerasa kehilangan rutinitasnya"

"bukan, tapi ngerasa kehilangan orang yang bareng hampir 24/7" balas Jenanta

"Nan.." lirih Jea bingung mau menjawab apalagi.

"serius Je! Hampir sebulan lebih kita bareng dan hampir setiap hari ketemu, terus tiba-tiba berubah dan gak ketemu lu, hampa banget!"

Jea dapat mendengar ketulusan dari Jenanta, terdengar frustasi dari nada bicaranya. Namun Jea tidak bisa menjawabnya, ia hanya memalingkan wajahnya agar tidak temu tatap lagi dengan Jenanta.

Jea tidak tahu bagaimana perasaannya ke Jenanta, ia merasa nyaman, namun tidak tahu apakah itu bisa ditafsirkan sebagai rasa suka dan cinta juga? Karena disisi lain, Jea menaruh harap kepada seseorang yang bahkan belum pernah berbincang banyak denganya, belum pernah mengantar-jemputnya, belum pernah ada disampingnya saat masa-masa sulit. Aksa, pria yang dikagumi Jea diam-diam sejak masuk Pelita Unggul. Hanya karena dua kejadian yang mungkin saja tidak berarti apa-apa bagi sang pria namun membuatnya menaruh harap dalam diam.

Boy #01 - Jeongwoo ✓Where stories live. Discover now