Worst Lunch

926 122 0
                                    


"Thanks Justin. See you later" pamitku dan berjalan ke arah mobil Edward yang terparkir. Aku membuka pintu mobil dan disambut dengan tatapan tajamnya. Benar kata Justin, aku mungkin akan terbunuh dengan tatapan Edward kali ini.

"Apa?" Tanyaku saat dia tak memutus tatapannya padaku.

"Terlalu cepat untuk mengatakan kalau kau cemburu Mr. McCharter" tebakku sembari mengenakan safety belt ku.

"Sayangnya kau benar"

***

Menu makan siang yang tersaji sebenarnya sangat menggugah selera dan perutku meminta segera diisi. Namun, atmoster di ruang makan ini membuat tenggorokanku terasa sulit untuk menelan makanan yang masuk ke dalam mulutku. Bagaimana tidak, aku berada di antara dua orang pria berbeda usia yang mempunyai hubungan yang tak bisa dibilang baik. Hanya sekedar menggerakkan sendok saja aku harus menahan nafas agar tak menimbulkan suara dikeheningan yang tercipta.

Aku sangat ingin merutuk Edward yang membawaku ke sini tanpa persetujuanku. Aku tidak keberatan, hanya saja aku akan memilih datang dilain waktu selain dalam acara makan bersama. Ide yang buruk, makan bersama Edward dan papanya yang tak menganggap keberadaan ku dan Edward.

"Let me help you" ujarku saat melihat papa Edward kesulitan mengambil salad yang lebih dekat dengan ku.

"Naina, ambilkan aku salad" bukannya menerima uluran tanganku yang sudah memindahkan salad yang ada di depanku ke sebelah piring, papa Edward memilih memanggil perawatnya untuk membantunya.

"Pa, Anneth sudah membantumu" Edward membuka suara saat aku tak tau harus bersikap bagaimana.

Saat perawat itu tak kunjung datang, aku berinisiatif untuk mengambilkan beberapa sendok salad ke piring milik papa Edward tanpa memedulikan tatapan tajamnya terhadapku. Namun ulah papa Edward membuat Edward mengela nafas berat karena beliau memilih meninggalkan meja makan tanpa menyentuh salad yang ku ambilkan tadi.

"I'am sorry" tukas Edward di seberangku. Aku hanya mengendikkan bahuku, meletakkan alat makan dan bersandar pada kursi.

Setelah drama di meja makan, aku memilih menunggu di kamar Edward ketika pria itu menemui papanya. Bukan kali pertama aku berkunjung namun rasa tidak suka terhadapku terpancar jelas sejak pertemuan pertama. Dan sayangnya aku tidak mengetahui alasannya.

Aku memerhatikan kamar yang aku tau jarang Edward tempati ini. Namun ada beberapa foto yang membuatku tertarik untuk mengamati dari jarak dekat. Senyumku terkembang saat melihat foto seorang wanita cantik tengah menggendong seorang anak kecil, yang ku tebak Edward kecil dengan sang mendiang mamanya. Lalu frame foto disebelahnya membuat senyumku tenggelam, ku dapati sosok Edward remaja bersama seorang anak perempuan. Tentu saja itu adalah Angel. Mereka terlihat seperti kakak dan adik yang sempurna. Namun tidak untuk saat ini.

Entah seberapa lama aku menunggu Edward hingga membuatku bosan dan memilih berbaring di ranjang hingga rasa kantuk menguasai kesadaranku. Lalu sebuah kecupan di pipiku mengganggu tidurku. Ku kerjapkan mataku dan melihat wajah Edward sangat dekat denganku, reflek aku memundurkan kepalaku untuk memberi jarak karena tak ingin menimbulkan keributan dalam jantungku.

"Mau tidur di sini saja?" Tanya Edward dengan tatapan jailnya. Aku langsung menggeleng cepat membuat Edward menyeringai.

"Kalau begitu kita pulang" ujarnya lalu beranjak dari sisiku mengambil kunci mobil dan keluar dari kamar meninggalkanku yang masih belum sepenuhnya tersadar. Aku melihat jam di nakas sudah menunjukkan pukul 3 sore. Aku merapikan rambutku dan turun dari ranjang, menyusul Edward. Tanpa berpamitan pada tuan rumah aku berjalan cepat saat Edward sudah melewati pintu depan. Apa terjadi sesuatu saat aku tertidur tadi?

Trapped By A PervertDove le storie prendono vita. Scoprilo ora