Caught by Him

3.3K 510 30
                                    

Terhitung sudah 3 hari berlalu sejak kejadian di rooftop, Edward tak menampakkan dirinya di depanku. Bahkan dia mengingkari perkataannya yang ingin menjemputku untuk menemaninya di sebuah acara. Namun, itu tak menjadi masalah. Karena aku bisa menikmati weekend ku dengan tenang.

Hari selasa ini aku tak ada kelas jadi aku berniat menemani papa terapi jalan. Jujur aku sangat antusias mengingat sudah hampir 1 bulan aku tak menemani papa ke rumah sakit.

"Apalagi yang papa butuhkan?" Tanyaku saat kami bersiap pergi takut ada barang penting yang tertinggal.

"Tak ada sayang. Toh papa hanya sebentar saja kenapa kamu bersiap seakan papa akan opname di sana" kekeh papa membuatku meringis.

"Apa Peter gak kesini pa?" Tanyaku pada papa saat kami turun dari apartemen dengan mendorong kursi roda papa.

"Dia akan menyusul nanti. Kemarin dia bilang ada hal penting" jawab papa membuatku mengangguk paham.

Aku sudah memesan taksi online tadi, jadi tak perlu menunggu lama kami bisa langsung menuju ke rumah sakit.

15 menit kemudian taksi berhenti di depan rumah sakit. Aku turun terlebih dahulu menyiapkan kursi roda papa. Lalu tiba-tiba seseorang mendekati kami.

"Boleh Lauren bantu om?" Ujar orang itu yang sudah menyebutkan namanya. Aku tertegun saat Lauren membantu papa keluar dari mobil, memapahnya untuk duduk di kursi roda.

"Apa yang kau lakukan di sini Lauren?" Tanya papa nampak sangat penasaran.

"Ah itu. Mama saya di sini" ujar Lauren sembari mendorong kursi roda papa masuk ke dalam lobi rumah sakit.

"Mama kamu? Sakit apa?" Nampak suara papa terkejut mendengar pernyataan Lauren.

"Jantung om. Tapi kondisinya sudah stabil. Semalam sempat kritis" ujarnya yang membuatku terkejut lalu menoleh menatap Lauren di sampingku.

"Kenapa tak memberi tahuku?" Tanyaku antara khawatir dan juga tak suka karena Lauren tak menghubungiku. Lauren tak menjawabku, dia menatapku dengan tatapan yang, entahlah.

Setelah itu kami berpisah menyisakan sederet pertanyaan di pikiranku. Sementara papa memilih tak menanyakan apapun mungkin tau jika aku dan Lauren tengah bermasalah. Kami menuju ke lantai 10, tempat papa menjalani terapi.

Aku sempat mengobrol sebentar dengan dokter dan perawat yang akan membantu papa. Sementara papa menjalani terapi, aku menunggu dan melihat bagaimana papa melatih otot kakinya. Sesekali ku lihat raut wajah papa yang seperti kesakitan, membuatku meringis membayangkannya. Namun ketika aku ingin mendekatinya, seseorang menahanku.

"Itu memang diperlukan. Papamu akan baik-baik saja" ucapan Peter membuatku kembali ke tempat dudukku dengan sedikit gelisah. Benar kata Peter.

"Sudah lama" tanya Peter yang tengah melepas tas selempang kecilnya.

"Baru sekitar 45 menit. Aku ingin ke toilet sebentar" Peter mengangguk lalu aku beranjak dari sisi Peter.

Tak sulit menemukan toilet di lantai ini karena memang aku sering menginjakkan kakiku di tempat ini. Merasa lapar yang tidak terlalu lapar, aku memutuskan untuk pergi ke bawah, mencari makanan ringan.

Ting! Bunyi lift terbuka namun belum sampai di lantai 1 melainkan masih di lantai 8. Aku yang berniat mengirim pesan pada Peter pun sejenak mendongak ke arah lift terbuka. Lalu tatapanku bertemu dengan tatapan orang yang akan masuk ke dalam lift. Sama-sama terkejut.

"Apa papamu terapi?" Tanyanya. Ya, dia Edward.

"Hmm. Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyaku balik tanpa menatapnya yang berdiri di sisi kananku. Ya. Hanya ada kami berdua di lift ini.

Trapped By A PervertDonde viven las historias. Descúbrelo ahora