When I Saw You...

4.2K 519 37
                                    

Canggung. Itulah atmosfer yang aku rasakan ketika berhadapan dengan pria dihadapanku. Aku tak berniat memulai pembicaraan. Karena aku hanya akan mendengarkan penjelasannya. Tak ingin mendebatnya pula. Karena aku takut akan mengeluarkan air mata sialanku. Dan sialannya aku merindukan pria di depanku ini. Aku ingin memeluknya.

"Mama berencana menjodohkanku. Aku menolaknya. Karena jelas aku mencintaimu. Sangat" ungkap Lauren membuka penjelasannya.

"Mama punya riwayat sakit jantung. Kau bisa menebaknya apa yang terjadi saat aku bersikeras menolak perjodohan itu" lanjutnya. Aku mulai mencerna apa yang terjadi. Mengkaitkan sakitnya mama Lauren dengan perjodohan sialan itu.

Aku hanya mendengarkan pengakuan dari mulutnya yang aku tau Lauren tak berbohong. Aku sangat mengenalnya. Meskipun aku masih tak percaya dengan apa yang dia lakukan beberapa waktu lalu.

"Aku merasa sangat bingung dengan apa yang aku hadapi. Aku mabuk dan sisanya seperti yang kau lihat malam itu" ujarnya lemah. Tak ada kata yang keluar dari mulutku. Aku hanya memainkan sedotan minumanku.

"Kenapa tak memberi tahuku? Setidaknya biarkan aku tahu apa yang terjadi" tanyaku tanpa menatapnya.

"Aku hanya tak ingin membuatmu khawatir dan berpikiran macam-macam Anneth" jawabnya membuatku berdecih.

"Menikahlah denganku Anneth. Dengan begitu, perjodohan itu akan gagal" ucapnya sembari menggenggam tanganku. Aku menatap matanya. Mungkin jika tak ada kejadian itu, aku akan luluh dengan ketulusan yang ada di matanya. Namun, aku ragu. Bukan pada Lauren, namun ragu pada diriku sendiri. Aku menarik tanganku.

"Beri aku waktu untuk mencerna semua ini. Aku harap mama segera sembuh. Aku harus pergi" ya, hanya kalimat itu yang mampu aku utarakan. Aku tau, ini berat bagi Lauren. Namun, entahlah. Aku hanya tak bisa menjelaskan perasaanku saat ini. Kecewa? Tentu. Sakit hati? Tentu. Tapi apa yang Lauren jelaskan bukanlah sebuah kebohongan. Aku tau itu.

Aku beranjak dari kursiku tanpa Lauren berniat menghentikanku. Akupun berharap tidak. Kami sama-sama tau bagaimana perasaan masing-masing. Aku tak meragukan semua perkataan yang keluar dari mulut Lauren. Kami hanya perlu waktu. Sejenak untuk menyelami pikiran kita sendiri.

Aku sudah memutar badanku bersiap melangkah namun pertanyaan Lauren mengurungkan niatanku.

"Apa ada sesuatu antara kau dan Mr. McCharter?" Tanyanya dengan sangat hati-hati. Mulutku kelu. Aku seperti orang yang tertangkap basah bersama pria lain. Padahal tidak seperti itu. Atau memang seperti itu?

"Dia berada di sana saat aku melihatmu. Singkatnya dia mengantarku pulang dan sayangnya ponselku tertinggal di mobilnya" jelasku. Tak sepenuhnya salah. Meskipun ada kebohongan di sana. Lauren hanya mengangguk.

"Aku percaya" ujarnya membuatku merasa bersalah. Ya aku juga berniat mengkhianatimu malam itu andaikan kau tau Lauren. Batinku. Setelah itu aku benar-benar keluar dari kafe tersebut.

***

"Kau bersiaplah, acara akan segera dimulai" tegur Grietta saat aku baru saja keluar dari toilet.

Aku mengikuti langkah Grietta menuju ke auditorium yang sudah penuh dengan audiens, para mahasiswa tentunya. Ku lihat Axel tengah memberikan sambutannya selaku ketua panitia dalam acara konser amal tahun ini. Dari sisi kanan panggung dapat terlihat petinggi orang-orang penting kampus berada di jajaran kursi terdepan. Namun sepertinya ada yang kurang. 

Dalam run-down acara yang aku susun sepertinya ada nama McCharter di sana, namun sepertinya dia tidak hadir. Dan benar saja, sesampainya giliran McCharter seharusnya memberikan prakatanya, hanya seseorang yang tak ku kenal. Apa terjadi sesuatu pada pria itu? Aku menggelengkan kepalaku untuk mengenyahkan pikiranku. Apa peduliku juga.

Trapped By A PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang