Ch 4

2K 164 0
                                    

Vanya bersyukur karena Ken tidak tampak hari ini. Cowok itu tidak masuk untuk kesekian kali nya. Terhitung hanya beberapa kali Ken menghadiri kelas. Vanya dengar, Ken memiliki jongko di pasar. Cowok itu setiap hari bekerja di sana. Pantas saja Ken jarang masuk ke sekolah. Jika cowok itu bekerja, semua menjadi masuk akal.

Awalnya Vanya takut berhadapan dengan Ken hari ini. Ia khawatir Ken marah karena Vanya sengaja menghindarinya waktu itu. Untung saja, cowok itu tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali.

"Sebentar lagi HUT kemerdekaan RI. Kita akan mengikuti perlombaan. Ibu harap kalian semua mau berpartisipasi" ucap bu Tari di depan kelasnya.

Vanya diam, menyimak setiap kata yg di lontarkan nya. Ia tidak terlalu berminat mengikuti lomba itu. Tapi saat mendengar ada hadiah untuk yg mau mengajukkan diri. Vanya tanpa ragu mengangkat tangannya.

"Saya aja, bu"

"Vanya, benar kamu bersedia ?" tanya bu Tari. Tak begitu mengherankan sebenarnya. Karena Vanya memang muridnya yg cukup aktif di kelasnya. Hal itulah yg membuat bu Tari menjadikan Vanya sekertaris di kelasnya, meski pada awalnya Vanya menolak.

Vanya mengangguk mantap.

Bu Tari melangkah mendekatinya.

Anak muridnya itu memiliki paras yg cantik. Dan senyum ceria nya saat mengikuti pelajaran membuat aura nya semakin terpancar. Bu Tari menahan senyum, pantas saja Nathan berani menyatakan cinta di grup class. Vanya secantik ini, pemuda mana yg tidak akan tertarik.

"Coba kamu baca teks nya Vanya !"

Bu Tari memberikan selembar kertas pada Vanya. Vanya langsung menerimanya.

Ia berdiri, berdehem pelan untuk menetralkan suaranya.

Tanpa diduga, suara gadis manis itu mengalun, terdengar menggema seperti seorang pembaca narasi di upacara kemerdekan kepresidenan. Bu Tari tak bisa menahan rasa takjub nya. Anak muridnya ini memberi banyak kejutan. Ia bahkan tak pernah berharap lebih, namun Vanya bahkan lebih dari apa yg ia lihat.

Selesai dengan bacaannya, yg menbuat satu kelasnya menjadi hening. Bu Tari melengkungkan senyuman lebar.
"Bagus, Vanya. Kamu benar-benar bagus"

Vanya ikut tersenyum. Ia lega jika gurunya itu puas dengan bacaannya.

"Udah, kayak gitu aja ya. Jangan di ganti lagi. Nanti kamu bikin video nya. Lalu kirim ke ibu"

Vanya mengangguk, "Siap bu"
Ia pun kembali mendudukkan dirinya di bangku.

"Yang lain juga ya ! Jangan lupa latihan paduan suara kalian. Nyanyian kalian akan mewakili bacaan Vanya"

"Iya bu" jawab murid sekelasnya serempak, dengan suara ogah-ogahan.

Darisana seharusnya Bu Tari bisa menyimpulkan, jika mereka sama sekali tidak berniat melakukan apa yg ia perintahkan. Karena pada faktanya, mereka tak menganggap perintahnya sama sekali.

🍀

Bu Tari memegang pelipisnya, anak murid PKBM memang sulit di atur. Mereka bertindak sesuka hati meski sekolah sudah memberi banyak kebebasan. Dan kelonggaran dalam setiap aturan. Namun bukannya bersyukur, mereka malah semakin melunjak.

Dimana harga diri seorang guru ?

Untung saja bu Tari masih ingat ada beberapa muridnya yg masih mau mendengarkannya. Ia mengambil ponselnya, dan melakukan panggilan pada satu anak muridnya yg terlintas dalam pikiran nya saat ini.

Nada sambung terdengar, bu Tari menunggu hingga suara murid nya terdengar.

"Hallo Vanya, gimana sama video nya ? Udah selesai belum ?"

"Gak tahu, bu. Vanya gak sekontak sama Ken"

Mendegar jawaban nya. Bu Tari jadi cemas.
"Gimana sih, coba kamu tanyain. Kapan selesai nya. Kalo nggak, datengin aja rumahnya"

"I-iya, bu"

"Segera kabari ibu ya"

Vanya menatap rumit pada ponselnya yg baru terputus panggilan dengan wali kelasnya.

"Apa-apaan, masa iya aku harus nyamperin Ken ke rumahnya" gumam Vanya tak habis pikir.

Vanya membuka grup class nya. Mengambil kontak Ken dari sana. Ia memutuskan untuk menghubungi Ken lewat chat.

Ken

P
Ken, ini Vanya. Gimana video nya udah selesai belum ?

Belum

Cepetan donk, ini bu Tari nanyain terus
Ken, udah belum?
Ken bu Tari nanyain terus, itu video nya kapan ?
Kamu kapan selese-in nya

Bentar dong, by. Ini juga lagi di kerjain


Vanya menahan dua rona merah di pipinya. Saat Ken memanggilnya seperti itu. Vanya menggembungkan pipinya kesal.

"Nyebelin !"

Aku (tak) BerbedaWhere stories live. Discover now