SINGLE MOTHER || Chapter.17.b

9.9K 1K 70
                                    

Happy reading

****

The Kenzo's-Coffee and Bread 2nd Floor..

.

Di lantai dua coffee shop milik Kenzo, tepatnya disebuah ruangan yang disediakan khusus oleh owner untuk teman dekat atau keluarganya yang berkunjung kemari, Kenzo sengaja menyediakan tempat khusus agar orang-orang terdekatnya memiliki privasi yang aman dan nyaman.

Dan ruangan inilah yang menjadi saksi bisu bagaimana seorang Anggita meluapkan segala emosi serta kesakitan yang tengah menerpa hidupnya.

Terkadang dia berfikir betapa Tuhan tak adil padanya, jalan hidupnya tak pernah mulus, selalu saja dipenuhi dengan duri dan kerikil terjal yang membuat seluruh tubuhnya dipenuhi goresan serta kakinya terus mendapatkan banyak luka.

"Jadi janda juga bukan keinginan gue, Dirga.." Anggita mengusap wajahnya kasar, mencoba menghalau air mata yang terus keluar. "Tapi kenapa orang-orang selalu menilai seorang janda dengan hal-hal yang negatif?!"

Menarik rambutnya kasar, Anggita menyembunyikan wajahnya dibalik kedua lipatan tangan diatas meja.

Dirga tersenyum miris melihat keadaan Anggita saat ini, rasanya Dirga ingin sekali memeluk wanita ini dan membawanya pergi jauh, lalu dia akan membuat hidup Anggita dan Chessa bahagia. Dirga tak berjanji tak akan memberi luka, tapi dia akan selalu berusaha memberikan kebahagiaan sekecil apapun itu. Dia tahu apa yang Anggita rasakan saat ini benar-benar menyakitkan.

"Gue nggak," sahut Dirga membuat Anggita kembali mengangkat kepala dan melarikan pandangan kearah Dirga yang tengah menatapnya dengan sebuah senyum tulus. "Menikah itu bukan berarti nggak akan berpisah kan? Nah disitu lah tugas kalian buat menjaga pernikahan supaya nggak dihampiri sama badai bernama perceraian. Dan itu harus dilakukan oleh keduanya, bukan salah satunya. Tapi dirumah tangga lo sama Rori, cuma lo yang berjuang, sedangkan Rori? Nothing!" Papar Dirga. Rumah tangga Anggita memang sudah tak beres sejak awal.

Dirga tahu itu, karena Dirga begitu mengenal Rori dan paham betul bagaimana tabiatnya, dari awal ketika Anggita mengatakan akan menikah dengan Rori, Dirga sudah berusaha mencegah agar wanita itu membatalkan niatnya. Tetapi Anggita yang saat itu tengah di di mabuk cinta, tak mau mendengar nasihat Dirga dan memilih untuk tetap menikah dengan pria itu.

Dan beginilah akhir kisah mereka, beberapa bulan setelah pernikahan, Rori mulai menunjukkan sifat aslinya yang keras dan tempramen. Rori tak segan-segan melayangkan pukulan pada Anggita jika sedikit saja wanita itu melakukan kesalahan.

Hal itu sering terjadi bahkan hampir setiap hari, tapi Anggita seolah menutup mata atas apa yang Rori lakukan padanya. Anggita selalu memiliki keyakinan jika suatu saat Rori akan berubah seperti sedia kala.

Padahal Dirga tahu jika Rori akan terus menunjukkan sifat aslinya yang keras dan tempramen, Rori tak jauh beda dengannya. Hanya saja untuk memukul seorang wanita hingga babak belur, tak akan pernah Dirga lakukan.

Bagi Dirga, emosinya boleh tak stabil, tetapi dia tetap harus bisa mengontrol anggota tubuh agar tak digunakan untuk hal yang salah.

Anggita diam, mencerna tiap kata yang Dirga lontarkan. Memang benar, Dirga tak pernah memandang statusnya dengan sebelah mata. Bahkan dia adalah seseorang yang selalu memberikan support padanya.

"Rumah tangga kalian pincang, karena cuma satu kaki aja yang jalan. Sedangkan kaki yang lain nggak berfungsi!" Tandas Dirga membuat Anggita bungkam seketika.

SINGLE MOTHERWhere stories live. Discover now