TUJUH

11 5 11
                                    

"Gimana sekolah kamu, Bang?"

Asga mendongak menatap Ayahnya. Dia terdiam sebentar memikirkan jawaban yang tepat untuk Ayahnya, Bima.

"Biasa aja sih, Yah. Mungkin kali ini Abang betah," jawab Asga tersenyum.

Bima menghela nafas. Lama-lama dia bisa darah tinggi.

"Bukan masalah betah nggaknya, tapi kelakuan kamu itu loh, Bang, nakal banget."

"Abang juga nurun dari Ayah," dalih Asga. "Iya nggak, Bun?" Asga mencari pembelaan ke Reni.

Biasanya Reni akan membenarkan perkataan Asga yang satu ini. Bundanya itu kan tahu gimana Ayahnya dulu ketika masih muda.

"Iya, kelakuan Abang yang sekarang hampir mirip sama Ayah pas masih muda," kata Reni.

Bima mendelik ke arah Asga. Putranya itu benar-benar minta di kasih hidayah.

"Ayah dulu nggak gitu loh, Bun."

"Nggak gitu apanya? Seingat Bunda malah dulu itu Ayah lebih nakal dari Abang."

"Eh, Bunda ngarang deh."

"Bunda nggak ngarang kok, orang Bunda bukan pengarang."

"Ayah dulu nakal banget ya, Bun?" tanya Asga sengaja memancing Bima.

"Iya, nakal banget. Jadi Ayah jangan ngehakimi Abang lagi, ya."

Mendengar perkataan Reni yang terbilang membelanya membuat Asga tersenyum sombong ke arah Ayahnya. Dia menopang dagunya dan menaik-turunkan alisnya, menggoda Bima.

Bima yang sudah kesal dengan Putra semata wayangnya langsung menendang kuat tulang kering Asga ketika Reni beranjak pergi ke dapur. Asga meringis kesakitan di tempat duduknya.

Punya Ayah gini amat, batinnya.

Sedangkan di tempat lain, seorang gadis yang tak lain adalah Anta, berdiri di balkon kamarnya. Dia bukan melihat pemandangan bintang di langit, bukan, tapi sedang menahan kesal.

"Cari cowok dong, Dek, biar nggak nolep."

"Hah?" sahut Anta tidak terima.

"Lo kelihatan nolep banget. Nggak punya cowok, jarang pergi jalan-jalan, jarang nginep di rumah temen, di sekolah juga kayaknya lo kalem, sia-sia masa putih abu-abu lo," papar Rehan.

Anta mendengus. "Sia-sia atau nggak juga bukan urusan lo, Bang."

"Gue cuman bilang yang ada di pikiran gue doang. Masalah lo terima atau nggak itu tetep hak lo."

Rehan beranjak dari duduknya berjalan ke arah Anta.

"Suka anime boleh, tapi jangan sampai kebangetan dan jadi kurang merhatiin sekitar. Mumpung lo masih muda," katanya seraya menyentil kening Anta.

Obrolannya dengan Rehan kembali terlintas di kepalanya. Dengan mendengus Anta duduk di kursi yang ada di balkon dan menaruh kepalanya di pembatas balkon.

"Hah, padahal masa SMA gue nggak sia-sia," gumamnya.

"Emang Abang aja sih yang terlalu mikirin hidup gue."

Karena udara malam yang mulai dingin membuat Anta menggigil kedinginan. Lagi-lagi dia menghembuskan nafas kasar lalu masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu balkon.

Ting!

Suara handphone yang berbunyi mengurungkan niat Anta yang ingin tidur. Dengan malas dia membuka hp.

+62 852-9130-××××
Save ya, Ta.

PrfantaGW
Sp?

+62 852-9130-××××
Adi:D

So Love Triangle? (HIATUS)Where stories live. Discover now